Di sebuah rumah model town house bergaya minimalis yang kekinian di sebuah perumahan masih di kota Jakarta. Yang terlihat sangat nyaman dan asri.
Di dalam kamar berisi tempat tidur double dengan dinding yang diselimuti wallpaper bergambar Mickey mouse berwarna cerah. Beberapa mainan berserak di lantainya.
Lalu, Dewi mengambil mainan itu dan meletakkan kembali pada tempat semula.
Dewi memandangi wajah kedua anaknya yang sedang tertidur pulas. Wajah mereka bagai malaikat tanpa dosa.
Miko, anak pertamanya, saat ini sudah berusia enam tahun. Ia tertidur dengan tenang, tanpa bergerak sedikit pun. Mungkin, dia kelelahan karena mengejar ngejar bola sepanjang hari.
Sebaliknya, tidur Maya, anak perempuannya yang baru berusia empat tahun, terlihat selalu resah saat tidur. Sehingga kadang kadang Dewi tidak tega, dan membawanya masuk untuk tidur bersamanya di kamar utama.
Dewi tersenyum, wajah wajah polos inilah yang membuat semua lelahnya setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangganya menjadi hilang hingga tak berbekas.
Dahulu, dia adalah seorang wanita karir yang cukup sukses. Ia tak pernah memiliki waktu yang cukup untuk mengurus rumah tangganya.
Saat itu, ia pasrahkan semua pekerjaan rumah tangga pada asisten rumah tangganya.
Suatu saat, Miko yang masih kecil tersedak kacang yang sedang disuapkan secara sembrono oleh sang asisten rumah tangga itu, saat sedang asik menonton televisi.
Masa masa kritis di UGD, harus menyaksikan anaknya berjuang untuk mendapatkan napas satu demi satu, membuat Dewi merasa patah hati. Dewi menemani anaknya di saat itu dengan penuh ketakutan. Ketakutan akan kehilangan putranya, saat itu.
Ia bersumpah saat itu juga, jika anaknya selamat, ia akan berhenti bekerja dan merawat anaknya dengan sepenuh hati, jiwa dan raganya.
Ternyata, Tuhan masih memberikan waktu pada Miko untuk mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Ia mampu melewati masa kritis itu dan selamat.
Sang asisten rumah tangga yang lalai tadi, hanya mampu meminta maaf, saat itu juga langsung dipecat oleh Dewi.
Lalu saat itu juga Dewi mengambil alih semuanya. Ia mengurus semua keperluan rumah tangga dengan tangannya sendiri.
Tak lama setelah ia mengundurkan diri dari pekerjaannya, Dewi hamil anak kedua. Hal inilah yang membuatnya semakin pasti untuk menjadi ibu rumah tangga sejati. Ia yakin, Roni, suaminya turut senang dengan keputusan yang telah diambilnya itu.
Dewi duduk di samping tempat tidur dan membetulkan letak selimut yang menghangatkan tubuh anak anaknya. Ia mencium kening anak anaknya itu, lalu kemudian ia berdiri.
"Kamu belum tidur?" Tanya sebuah suara yang dikenali Dewi. Suara berat milik suaminya.
Ia membalikkan tubuhnya dan mendapati siluet wajah tampan milik suaminya itu, yang disinari sedikit cahaya dari luar ruangan.
Jantungnya berdebar-debar. Ia masih memiliki rasa itu setiap kali melihat wajah tampan suaminya.
Roni berpostur tinggi, gagah, dengan mata tajam dan garis rahang, serta bibir yang melengkung sempurna. Membuat semua wanita normal ingin memilikinya.
"Nggak, aku sedang menunggu kamu pulang. Bagaimana tadi meetingnya?" Tanya Dewi sambil berbisik, mendorong tubuh Roni keluar dari kamar anak anak. Saat itu ia tak ingin membangunkan anak anak.
"Ya, gitu gitu saja. Mungkin besok akan berlanjut lagi." Jawab Roni sambil berjalan menuju ke kamar utama mereka.
Lalu tangannya yang terampil melepaskan dasi yang telah sedari tadi melilit lehernya.
Dewi menatap bahu bidang suaminya itu. Diusapnya usapnya bahu yang kelelahan itu dengan perasaan sayang.
Tak terasa usia pernikahan mereka telah mencapai angka delapan tahun. Usia delapan tahun yang tak mudah bagi Dewi. Namun, Dewi selalu bersyukur untuk semua yang telah ia terima dari Tuhan. Bagi Dewi, setiap hari adalah berkah bagi kehidupan rumah tangganya.
"Kamu tahu, Ron, Luna dan Juna baru pulang dari bulan madu mereka. Kita harus ketemu dengan mereka. Kita bisa melakukan double date! Bagaimana menurutmu?" Tanya Dewi dengan suara riang sambil memeluk suaminya dari belakang.
"Hmmm... Bisa saja." Jawab Roni singkat. Perlahan ia melepaskan pelukan Dewi dan berjalan masuk menuju kamar mandi untuk mencuci muka.
"Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan adikku itu! Pasti banyak cerita yang akan keluar dari mulutnya soal keinginan Dangan pantai di Lampung! Aku sudah mendengar sedikit mengenai tempatnya itu. Tapi, aku mau tahu lebih banyak lagi, langsung dari mulut Luna. Siapa tahu, kalau tempatnya memang benar benar seindah yang diceritakan oleh Luna, kita bisa pergi ke sana berempat! Iya, kan?" Dewi nyerocos panjang lebar kali tinggi.
Seharian, ia hanya menghabiskan waktu bersama anak anaknya. Membuat Dewi harus menahan hasratnya untuk berbicara dengan orang dewasa yang mampu merespon semua perkataannya.
"Boleh saja." Jawab Roni setengah bergumam karena sedang menggosok giginya. Lalu suara keran air yang dinyalakan membuat pembicaraan mereka terhenti.
Dewi tersenyum menatap suaminya yang baru keluar dari kamar mandi. Kini, suaminya terlihat lebih segar dan bersih.
"Jadi, bagaimana, Ron? Kapan kita bisa pergi bertemu mereka?" Tanya Dewi masih bersemangat.
Saat ini jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari.
Roni mematikan lampu kamar dan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur nya yang empuk dan lembut itu.
Dewi masih menunggu dengan setia jawaban suami tercintanya itu.
"Kapan saja, kamu bisa atur." Jawab Roni di kegelapan malam itu.
Dewi terdiam. Respon yang diberikan oleh Roni terdengar datar dan tidak antusias. Namun, Dewi berusaha menghalau semua pikiran pikiran buruknya saat itu. Mungkin suaminya hanya sedang merasa lelah dan tidak bersemangat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan olehnya.
"Oke. Baiklah. Nanti aku atur, ya!" Sahut Dewi masih dengan nada riang.
"Iya. Selamat malam!" Tukas Roni sambil mencium kening Dewi dengan cepat.
"Selamat malam." Jawab Dewi.
Mata Dewi masih membuka. Rasanya, ia baru melihat wajah suaminya selama beberapa menit. Ia masih merindukan suaminya itu.
"Ron, si Juna pulang malam juga hari ini. Apa kalian janjian tanpa sepengetahuan kami?" Tanya Dewi dengan nada setengah menggoda suaminya.
"Jangan bicara macam macam. Mana mungkin aku janjian dengan Juna?! Sudah... Tidurlah, Dew! Aku sangat lelah!" Jawaban Roni yang terdengar kasar menyentak jantung Dewi sejenak.
Dewi terperangah, tak menyangka suaminya akan bereaksi seperti itu. Apa dia mengatakan sesuatu yang membuatnya tersinggung? Jika tidak.. Apa? Apakah meeting di kantor tadi tidak berjalan sesuai dengan rencana? Atau apakah ada masalah lain yang menggangu pikiran Roni?
Dewi memaksakan matanya terpejam, berusaha tertidur. Namun, kekhawatiran pada masalah suaminya membuatnya terjaga malam itu. Tiba tiba, dia merasa menyesal telah membuat suaminya merasa kesal hingga membentaknya. Seorang istri yang baik seharusnya lebih sensitif dengan masalah yang sedang dihadapi oleh suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments