Berantem

Luna dan Juna berpamitan pada semua anggota keluarga Soemardjan malam itu. Sepanjang perjalanan mereka terdiam. Luna masih jengkel dengan jawaban dari Juna pada Maminya tadi saat bertanya tentang anak.

Sedangkan Juna, kini hanya duduk sambil bermain game di sampingnya.

"Maksud kamu tadi apa, sih, Juna?" Tanya Luna. Ia memanggil suaminya dengan namanya langsung, bukan dengan panggilan Sayang, atau cinta, seperti biasanya.

Ia masih merasa marah dan jengkel dengan apa yang terjadi di rumah mertuanya tadi.

"Maksudku apa? Yang mana?" Juna balik bertanya. Ia menatap Luna sambil mengerutkan keningnya. Dia terheran-heran melihat jalan pikiran Luna yang terkadang meloncat-loncat.

Belum ada sepuluh menit, mereka meninggalkan rumah Mami dan Papi, dalam kondisi baik baik saja, senyum ada di mana mana, tetapi, mengapa sekarang Luna memperlihatkan gelagat yang tidak mengenakkan?

"Tadi, kamu bilang sama Mami.. kita mau punya anak banyak?! Kapan kita sepakat seperti itu?" Ucap Luna dengan tegas.

"Memangnya kamu nggak mau?" Balas Juna tak kalah keras.

Tiba tiba Luna mengerem mendadak untuk menghindari mobil yang mendadak masuk dari arah kiri.

"Aku mau anak, tapi aku tidak mengatakan berapa jumlahnya. Kamu mikir nggak sih? Sekarang di Jakarta hidup itu sulit. Biaya pendidikan itu mahal! Kesehatan apalagi! Mau jadi apa nanti, kita kalau punya anak banyak??" Luna berbicara dengan penuh emosi, ia meluapkan kemarahannya.

Semua kemarahannya bukannya tanpa alasan, ia mulai mengingat tumpukan tagihan yang harus mereka berdua bayar saat ini. Ia khawatir, bagaimana nanti, jika anggota keluarga mereka nanti sudah bertambah?

"Loh, aku juga nggak pernah bilang berapa! Itu, kan, basa basi saja, buat Mami terlihat senang. Memangnya kamu mau aku jawab apa sama Mami?" Balas Juna dengan suara tak kalah tinggi.

"Kamu, kan, bisa bilang, kami tidak menunda. Minta doanya. Gitu saja cukup. Nggak perlu pakai basa basi!" Tukas Luna.

"Ya, kalau kamu maunya begitu,kenapa nggak kamu saja sendiri yang jawab pertanyaan Mami?" Sahut Nina dengan ketus.

"Aku sungguh tak percaya padamu " tukas Luna tambah marah.

"Aku juga tak percaya sama kamu??" "

Juna membalaskan.

Malamnya, untuk kali pertama semenjak mereka menikah, mereka tidur dengan punggung bertatapan. Mereka tidur dengan membawa kemarahan masing masing yang belum reda.

Esok paginya, Luna mencoba meredakan ketegangan di antara dia dan suaminya dengan jalan, berusaha memasakkan sarapan istimewa untuk suami tercinta.

Subuh subuh, Luna telah bangun dan berusaha mengeluarkan microwave dari kardusnya. Ia belum bisa memasak apa pun, kecuali memasak telur.

Tapi, Luna berusaha dan bertekad, ia akan membuat telur kali ini terasa menjadi istimewa.

Luna mengambil sosis dari kulkasnya, lalu mengiris kecil kecil, lalu menambah keju parut pada telur yang telah diletakkan pada cetakan berbentuk hati. Ditambahkannya juga sedikit kismis kesukaan Juna, suaminya. Entah bagaimana rasanya, tapi yang jelas telur masakannya kali ini akan menjadi terasa istimewa.

Luna menaruh telur berbentuk hati pada piring, lalu menatanya dengan hati hati. Dan menaruhnya di meja makan. Lalu Luna membuat minuman kopi sachet yang biasa Juna minum. Kali ini ia benar benar sesuai takaran yang ia baca pada saran penyajian yang tertera pada sachet.

Juna mengernyitkan muka saat melihat telur mata sapi miliknya yang telah dipenuhi dengan aneka toping.

"Apa saja yang kamu masukkan ke dalam situ?" Tanya Juna saat duduk di meja makan mereka yang bersebelahan dengan dapur.

Untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, mereka benar benar menggunakan meja makan untuk makan.

"Semuanya favorit kamu!" Sahut Luna dengan riang sambil menatap Juna.

Juna memasukkan seiris telur ke dalam mulutnya. Lalu mengunyah telur itu dengan ekspresi datar.

"Bagaimana?" Tanya Luna tak tahan ingin mendengar komentar dari suaminya.

"Seperti rasa telur." Sahut Juna tak peduli.

Rupanya Juna belum ingin berbaikan dengan Luna pagi ini.

Luna mendengus mendengar jawaban suaminya itu. Ia berharap pagi itu mereka dapat berangkat ke kantor dengan hati yang damai karena telah berbaikan. Namun, harapannya tak disambut baik oleh Juna.

Ia melempar lap makan ke atas meja dengan kasar, lalu berdiri, dan mengambil kunci mobilnya.

"Aku tunggu di mobil!" Sahut Luna sambil bergegas meninggalkan Juna sendirian di meja makan.

Di kantor, Luna tak dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya. Bertengkar lebih dari enam jam dengan suaminya itu membuatnya sangat mual. Ia merasa tubuhnya sedang tidak sehat dan ingin segera cepat pulang.

Namun, sekarang, ia telah resmi diangkat menjadi manager baru.

Mejanya telah pindah ke dalam sebuah ruangan dengan pemandangan yang spektakuler. Apalagi di waktu malam. Meskipun Luna jarang bisa menikmati pemandangan itu karena tugas tugasnya yang semakin menumpuk

Setiap saat, ia ditarik untuk ikut rapat kanan dan kiri. Luna merasa perlu membagi otaknya menjadi lima belas bagian, untuk dapat sekedar mengerti, mengikuti, dan memberi keputusan pada setiap rapat.

Hari ini, sektretaris nya, seorang laki laki muda bernama Surya, membawakan setumpuk berkas untuk dilihat dan dianalisis.

Isinya angka dan grafik grafik yang memusingkan. Itu baru sebagian kecilnya saja. Sebagian besar kepentingannya ada di email kantor yang isinya semakin menggila.

Kadang kadang, Luna sampai takut untuk memeriksa email yang masuk.

Takut, jika ada hempasan email kantor yang isinya semakin menggila. Email yang ia tak mengerti, namun, harus ia baca dan ditindak lanjuti.

"Bu, ini titipan dari Mr Mark. Kata beliau, besok pagi akan ada meeting yang membahas tentang berkas berkas ini. Mohon dibaca dan dianalisis." Ujar Surya sambil meletakkan tumpukan berkas inmtu di atas meja Luna.

"Oh, iya, Bu. Katanya, tolong cek email juga. Karena Mr Mark akan mengirimkan beberapa data lagi di situ.

"Besok? Sur, bisa tidak kamu atur untuk re-schedule, karena tidak mungkin saya..."

"Maaf, Bu. Dari jadwal, Mr Mark besok siang akan berangkat ke Eropa selama satu Minggu, jadi waktunya memang tinggal besok." Potong Surya dengan tatapan kasihan melihat kerutan di kening Luna yang wajahnya kian memucat.

"Oke, kalau begitu. Terima kasih, Sur!" Ujar Luna sambil mengangguk. Surya membalas dengan anggukan hormat dan bergegas ke luar ruangan.

Kini berkas berkas kiriman telah berserakan di meja kerjanya. Dengan sekilas, Luna tahu, tidak semuanya benar benar pekerjaannya. Mr Mark benar benar memanfaatkan posisi baru Luna dan memberikan pekerjaan pekerjaan tambahan yang seharusnya, ia kerjakan sendiri.

Mungkin manager yang dulu juga tak sanggup menolak permintaan Mr Mark. Maklum, Mr Mark adalah sahabat dari jajaran direksi dan komisaris yang rata rata juga merupakan warga negara asing.

Luna menghela napas. Ia juga tak mungkin menolak. Nanti disangka pemalas. Ia akan kerjakan ini semua. Apa pun yang terjadi.

Luna melihat jam. Tak terasa telah menunjukkan pukul lima sore. Biasanya ia keluar kantor sekitar pukul tujuh malam. Hari ini dia ingin pulang lebih cepat.

Dan dengan terpaksa ia melanggar aturan yang telah ia buat sendiri. Luna akan membawa semua pekerjaannya ke rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!