Luna terkejut dengan sapaan Mr. Mark. Ia langsung berdiri dengan tegak menatap pria itu dengan kikuk dan canggung.
"Iya, saya baru kembali dari bulan madu." Jawab Luna sambil tersenyum.
"Ah... Ya, aku bisa melihatnya dari wajahmu. Kamu terlihat lebih bersinar." Sahut Mr Mark dengan logat bulenya sambil tersenyum memandangi wajah gosong Luna dan binar binar cerah di mata perempuan itu.
"Terima kasih Mr. Mark." Sahut Luna tersipu malu.
"Hhmmm... Apakah kamu ingat pembicaraan kita kemarin, sebelum kamu pergi?" Tanya Mr Mark selanjutnya. Mereka masih saling berdiri. Luna hanya mengangguk pelan. Kini, wajahnya tampak resah.
"Itu adalah tanggung jawab yang besar. Saya dengar para komisaris dan direktur sebentar lagi akan mengeksekusi rencana mereka. Saya harap kamu siap!" Ujar Mr. Mark sambil mengangguk, lalu ia berlalu berjalan menuju ke ruangannya.
Pandangan mata Luna mengikuti setiap langkah kaki Mr. Mark yang menapak satu satu di karpet. Ia menunggu hingga wangi kayu dari parfum yang tercium dari Mr Mark menghilang. Lalu Luna dapat duduk di kursi kerjanya yang empuk sambil menyandarkan kepalanya kembali dengan lega. Ia menghela napas panjang sejenak lalu mengeluarkan perlahan mengatur emosinya.
Luna merasa gundah gulana, ia belum menceritakan masalah ini pada Juna. Sebelum Luna mengambil cuti untuk pernikahan mereka kemarin, Mr Mark memberi tahu bahwa Luna akan mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Ia akan mengisi posisi manager yang ditinggalkan seorang senior yang resign.
Tentu saja hal itu membuat Luna sangat senang. Posisi baru, berarti tantangan baru. Dan tentu saja tak menutup kemungkinan penghasilan baru yang jauh lebih besar dari kenaikan posisi jabatannya.
Namun, seiring dengan itu, ada pula tantangan baru yang harus ia terima. Luna sering melihat, kalau tantangan besar membuat para manager sering kerja lembur dan memiliki kesibukan yang menggila untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Padahal, dulu, Luna pernah mengatakan pada dirinya sendiri, setelah menikah, ia ingin menjadi ibu rumah tangga. Dia hanya ingin mengurus rumah dan mungkin bisnis kecil-kecilan untuk mengisi waktu luangnya. Ia tak ingin menderita di jalanan Jakarta Yeng membuatnya stres hampir setiap hari. Lalu berkutat dalam meeting yang tak ada habisnya. Terlebih dikejar kerja target dan deadline. Ia tidak peduli pada karirnya.
Kini, prioritasnya sudah berbeda. Luna sudah tidak menginginkan hal itu lagi.
Tumpukan amplop berjejer di depan monitornya. Pasti petugas pengantar surat kantor tak mendapat pesan, jika dia sedang cuti menikah dan berbulan madu, maka surat surat itu diletakkan menumpuk begitu saja di atas meja.
Sebelum membuka amplop, Luna sudah tahu, itu semua adalah tagihan yang harus ia bayar. Tagihan telpon genggam pasca bayar, internet, dan kartu kredit.
Ia membuka tagihannya satu persatu, menyusuri deretan angka angka yang tertuang dan terpampang jelas di dalamnya. Sekali lagi, ia menghela napas dalam-dalam.
Ia mengerutkan keningnya, berpikir mengapa tagihannya jadi sebanyak ini? Ia tak pernah ingat pernah menggunakan uangnya dengan cara sebrutal ini. Lalu mengapa ia bisa membeli lebih dari empat sepatu bulan ini?
Bulan mencoba mengingat kembali beberapa Minggu kebelakang. Yah. Saat itu adalah event Jakarta Great sale. Event yang membuatnya kalap mata untuk berbelanja dan membeli barang yang tak terlalu penting.
Luna lalu mengingat ingat kembali tagihan yang harus ia bayar. Ia harus membayar cicilan rumah, tagihan listrik, air, asuransi mobil, uang makan, uang bensin. Belum lagi tagihan kartu kredit dan telpon pasca bayar milik suaminya.
Juna memang juga bekerja dan menghasilkan uang. Namun, gajinya tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan gaji Luna. Juna juga akan segera menghabiskan gajinya untuk membeli gadget atau benda benda mewah yang ia gemari. Ada saja alasan Juna untuk membeli barang-barang mewah tersebut.
Akibatnya, Juna selalu kehabisan uang untuk kehidupan rumah tangga mereka, dan menggantungkan semua biaya pada penghasilan Luna.
Luna lah yang akhirnya harus turun tangan mengeluarkan sejumlah uang untuk kebutuhan sehari-hari mereka bersama.
Luna agak menyesal dari awal mereka tidak membuat kesepakatan tentang keuangan. Ia pikir, dengan cinta akan membuat segalanya menjadi lebih mudah. Termasuk pembagian tanggung jawab urusan keuangan dalam rumah tangga mereka. Tidak perlu terlalu kaku, apalagi harus sampai membuat peraturan atau perjanjian.
Namun, ternyata hal tersebut terbukti salah besar. Sekarang, Luna merasakan beban berat yang harus ditanggung olehnya tentang urusan perekonomian dalam rumah tangganya.
Sebenarnya, Luna pernah mendebatkan hal tersebut dengan Juna. Tapi, Juna malah bersikap defensif dan berkata, kalau setelah menikah, uang sepasang suami dan istri menjadi lebur dan menjadi milik bersama.
Juna berharap Luna memakluminya, jika karir dirinya belum secemerlang karir Luna. Juna kemudian mengingatkan Luna, bahwa sewaktu akan menikah dulu, Luna tidak keberatan akan jumlah gaji yang dimiliki oleh Juna, dan tidak akan pernah mempermasalahkan hal itu.
Luna menghembuskan napas berat, lalu menatap tumpukan di mejanya kembali.
Di samping tumpukan amplop tagihan, ada tumpukan lain yang membuat Luna kehilangan semangat. Tumpukan kertas kertas berisi pekerja telah menghabiskan seluruh ruangan di meja kerjanya.
Si atas tumpukan itu ada kertas catatan berwarna hijau terang dengan tulisan besar besar.
LUNA, MEETING SENIN 10.00, RUANG MEETING ATAS !!
Luna mengalihkan pandangan ke monitor laptopnya.
Ia memasukkan password, beberapa kali salah mengetik. Hampir saja ia lupa dengan password laptopnya sendiri.
Luna langsung mengecek email. Sontak ia melotot menatap layar monitornya. Ia melihat terdapat 300 email pekerjaan pada inbox.
Lagi lagi ia harus menghela napas panjang. Ia hanya pergi selama seminggu. Lalu semuanya menjadi terlalu menumpuk. Ia menarik napas satu demi satu.
Tiba tiba ia merasa seakan terkena serangan panik sendiri.
Buru buru ia mengambil ponselnya dan mengetik whatsapp untuk Juna.
Gila kerjaanku menumpuk!
Tagihan juga menumpuk!
😥😥
Miss you ♥️
"LUNA..!"
Panggil seseorang. Luna seketika memutar bola matanya. Siapa lagi yang dapat menambah beban hidupnya kali ini?!
Di dwoannya, berdiri seorang laki-laki berdasi biru dengan rambut yang dikeraskan dengan Pomade.
"Senang sekali, akhirnya kamu kembali! Kebetulan kita sedang kalang kabut sekali untuk menyelesaikan beberapa tugas. Kamu tahu kan, proyek sebelum kamu pergi cuti honey moon itu? Malam ini, proyek itu mau final dan mungkin kita akan stay di kantor sampai konsep kelar!" Cerocos rekan kerja Luna panjang lebar kali tinggi itu.
Pelan pelan, Luna seperti tenggelam dalam keheningan yang diciptakannya sendiri. Meski ia masih melihat mulut rekan kerjanya bergerak gerak dan tangannya bergerak dengan ekspresif, suara laki laki itu terdengar jauh.
Hari ini, hari pertama Luna masuk kantor, dan ia sudah harus lembur. Entah apa yang harus ia katakan pada Juna, suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments