Masalah

Luna dan Juna terpekur di dalam mobil, masih di depan rumah orang tua Luna. Ada hal yang sedikit menganggu dari pertemuan mereka dengan ibu Luna barusan.

Bagi Luna, mungkin ini merupakan pemecahan masalah. Tapi, bagi Juna, ini malah menjadi masalah berat dan rumit.

Masih terngiang di telinga Juna, saat Ibu meminta Luna dan Juna untuk tinggal di rumahnya yang memang letaknya berada di tengah kota Jakarta. Ibu sangat khawatir dengan jarak yang harus ditempuh oleh Luna setiap hari.

Dewi, yang menceritakan semua itu pada ibunya, bahwa Luna harus menempuh perjalanan pulang pergi dari rumah ke kantor Juna, lalu ke kantornya, dan saat kembali rute sebaliknya. Total menghabiskan waktu empat hingga lima jam perjalanan menyetir di jalanan setiap hari.

Hal itu yang membuat ibunya sangat khawatir. Apalagi dengan usia kehamilan, Luna yang masih muda saat ini. Sangat beresiko.

Saat itu, Juna ingin rasanya membenamkan kepalanya dan menghindari tatapan ibu mertuanya. Ia sangat benci perasan tak berdaya menyangkut setir menyetir mobil ini.

Jujur, sebenarnya ia juga kasihan pada istrinya, yang harus menyetir selama itu setiap harinya. Namun, ia dulu pernah mencoba, namun selalu gagal. Lalu Juna merasa jera dan malas untuk mencoba lagi. Dan sekarang ia telah terlalu nyaman istrinya yang tak terlalu menuntut ia untuk bisa menyetir.

Tetapi, untuk tinggal di pondok indah mertua pun, rasanya Juna juga tidak ingin.

Sudah banyak cerita yang ia dengar dari teman temannya, bahwa rumah tangga yang retak karena campur tangan orang tua. Ia tak ingin menjadi salah satunya.

"Bagaimana dengan tawaran Ibu? Apakah kamu setuju?" Tanya Luna memecah keheningan mereka saat itu. Dalam gelap, Juna hanya dapat menghembuskan napas berat.

"Aku nggak bisa." Jawab Juna pelan.

"Kenapa? Apa lagi yang kamu pikirkan? Kamu tega melihatku kelelahan setiap hari? Aku sedang hamil Juna! Ini anakmu!" Tukas Luna dengan frustasi.

"Iya, aku tahu, aku tahu. Tapi, kamu dengar sendiri pengalaman teman teman kita. Tinggal di rumah mertua itu, tidak ada privacy! Banyak hal yang tidak enaknya!" Balas Juna sambil membuang muka.

"Tapi, ini rumah orang tuaku, rumah orang tuamu juga, Juna!" Luna mengguncang lengan Juna.

"Kalau gitu, kamu nggak masalah, dong, kalau harus tinggal di rumah mami? Mami, kan, orang tuaku, orang tuamu juga!" Sahut Juna dengan sengit.

Luna terdiam sejenak.Ia sebenarnya mengerti kekhawatiran Juna. Namun, saat ini tidak ada pilihan lagi bagi mereka. Ini semua demi anak yang kini berada dalam rahim Luna, buah cinta mereka.

"Juna, tapi, rumah mami itu letaknya di luar Jakarta! Sama jauhnya dengan rumah kita sendiri!" Luna mencoba menjawab suaminya.

Juna tak menjawabnya. Sampai Luna menyalakan mesin mobil dan Luna melajukan mobilnya menuju pulang ke rumah mereka. Juna masih bergeming, ia masih terdiam tak membuka mulutnya sedikit pun.

Luna berdoa panjang panjang dan berharap, Juna akan menyetujui keinginannya untuk tinggal di rumah ibu dan Ayah.

Di tengah perjalanan, akhirnya Luna memohon pada Juna dengan air matanya mengalir.

"Sayang, kumohon... Kita harus tinggal di rumah Ibu dan ayah. Hanya sampai anak kita lahir. Aku janji!" Luna menangis sambil menatap mata Juna.

Hingga tiba di rumah Luna dan Juna masih saling terdiam.

Luna masih berharap bisa tinggal di rumah orang tuanya mengingat kandungannya.

Ia tahu dan mengerti keberatan Juna untuk tinggal bersama orang tuanya.

Sungguh, terkadang Luna merasa sangat lelah dengan urusan dalam perjalanan pagi dan malam hari, urusan berangkat dan pulang kantor.

Seakan dia yang memiliki effort lebih banyak dari pada suaminya, yang terkesan santai dan tak peduli dengan keadaan istrinya.

"Juna, sungguh, kita tak punya pilihan lain kali ini, Sayang. Usia kehamilanku masih sangat muda. Buat antisipasi, kita bisa tinggal di rumah ibu dan ayah." Rayu Luna pada Juna.

Juna masih terdiam. Ia masih tak menggubris setiap ucapan Luna tentang ucapan dan saran dari ibu mertuanya itu.

Juna terlalu takut akan bayang bayang cerita buruk tinggal bersama mertua. Apalagi bukan satu atau dua hari, tapi bisa sembilan bulan, selama usia kandungan istrinya, hingga melahirkan besok.

***

Saat di kantor keesokan harinya.

"Tinggal di rumah mertua? Wah... Kamu harus siap siap mati kering, teman!" Kata Rey setelah mendengar cerita Juna.

Saat ini mereka tinggal berdua di ruang meeting, seusai rapat.

Kemarin, Luna menyampaikan lagi permohonannya agar dapat tinggal di rumah orang tuanya. Keinginan yang sangat berat untuk disetujui.

Hingga Juna, tak tahan lagi, dan memutuskan untuk menceritakan semua itu pada Rey.

Baru saja selesai mencurahkan isi hatinya. Juna langsung menyadari, bahwa ia curhat pada orang yang salah.

"Sok tau Kamu!" Ujar Juna mengecam kata kata Rey. Tapi, dalam hatinya, ia tambah ketakutan mendengar reaksi dari Rey.

Seperti anjing galak, Rey dapat mengendus bau rasa ketakutan yang keluar dari dalam diri Juna. Hal ini, membuatnya semakin bersemangat untuk menakut nakuti temannya itu.

Ia sengaja menceritakan sebuah kasus di sebuah desa. Tentang menantu yang tak kuat, saat diperlakukan buruk oleh mertuanya. Akhirnya, ia menjadi kurang waras. Lalu ia mengamuk dan menghabisi seluruh anggota keluarga mertuanya itu, termasuk istrinya yang sedang hamil. Juna bergidik saat mendengar cerita Rey.

"Sialan Lo. Sudah, jangan menakut nakuti, gak ngaruh juga kok ke aku." Nina menukas dengan kencang. Padahal dentuman jantungnya terasa sangat keras saat mendengar dan memikirkan cerita saat tinggal bersama mertua.

Rey hanya terkekeh melihat reaksi Juna saat itu.

"Tapi ini serius, ya. Tetanggaku, semenjak tinggal sama mertuanya, dia sama sekali nggak bisa ke belakang. Jadi kalau mau buang hajat atau urusan perut, dia harus pergi ke tempat tempat umum. Seperti mall, wc umum gitu, lah. Stres kali menghadapi kebawelan mertuanya. Terutama ibu mertua! Gawat, deh, itu!" Rey melanjutkan ceritanya dengan penuh semangat.

"Sial Lo. Kamu benar benar sama sekali tidak membantu!" Sahut Juna dengan kesal, sambil membereskan berkas berkasnya dan beranjak pergi meninggalkan Rey.

Rey tersenyum senang.

"Juna! Buktikan dong, kalau kamu bisa mengalahkan mertua kamu! Terus kamu bisa memberi tahu semua rahasia dan kiat sukses menaklukkan mertua. Lalu hubungi penerbit, bikin buku, bikin talk show, bakal jadi best seller dan kamu bisa terkenal!" Seru Rey dengan tatapan menggoda.

"Rey, ingat! Ini semua adalah kehidupan nyata. Kenyataan yang harus dijalani oleh setiap pasangan. Tiap pasangan berbeda. Ini kenyataan, bukan permainan dalam video game!" Pungkas Juna sambil menoleh ke arah Rey dengan tatapan jengkel.

BLAM..!

Juna membanting pintu ruang meeting.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!