Pagi Hari

KRIIIIIINNGGGGG.....!!!

Suara jam weker berbunyi membangunkan si empunya yang masih terlelap.

Luna terbangun dari tidur, matanya masih terasa berat dan lengket. Ia perlahan membuka matanya, mengerjapkan supaya tersadar. Segalanya masih gelap gulita pagi itu. Hanya sinar lampu dari luar yang berusaha menerobos sela sela jendela kamarnya.

Ia mengambil jam weker itu dan mematikannya. Jarum pendek jam weker menunjukkan angka empat pagi.

Sesaat ia terdiam, termangu duduk di bibir ranjangnya. Ia bingung mengapa ia harus bangun sepagi itu hari ini.

"Astaga..!!" Erang Luna saat ia menyadari bahwa ia harus berangkat ke kantor untuk bekerja.

Ya, ini hari pertamanya harus ke kantor lagi, setelah selama seminggu penuh menikmati bulan madu di Lampung bersama Juna.

Luna merenggangkan kedua tangannya dan menggeliat malas di pagi yang masih dingin itu.

DUK...

Tangan Luna menabrak sesuatu yang lembut di sebelahnya. Sejenak Luna tertegun. Setelah berhari-hari, saat bangun pagi, ia masih saja terkaget kaget mendapati orang lain tidur di ranjangnya.

Ya ia masih merasa aneh Juna tidur satu ranjang bersamanya saat ini. Semua cerita cerita tentang pengantin baru yang didengarnya ternyata benar. Luna masih berusaha mengumpulkan nyawanya untuk segera beranjak dari tempat tidur.

Setengah meloncat, Luna turun dari tempat tidur king size yang mereka beli saat mengunjungi pameran furnitur sebelum menikah.

Tempat tidur yang sangat nyaman yang saat itu sedang diskon lima puluh persen.

"Jun.... Juna.... Sayang... Bangun! Kita harus ke kantor!" Luna berusaha membangunkan suaminya sambil mengikat rambut panjangnya yang acak acakan.

Namun, Juna masih terlelap dalam buaian alam mimpinya.

Segera Luna masuk ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar tidur utama. Ia menyalakan lampu kamar mandi dan membiarkann pintu kamar mandi terbuka.

Pandangannya menyusuri sederetan alat alat mandinya yang didominasi gambar gambar bunga dan warna warna feminim.

Di sebelahnya, tergeletak serangkaian produk yang lebih maskulin dengan gambar tubuh berotot milik laki laki.

Sangat jelas, saat ini Luna telah membagi hidupnya dengan seseorang. Sejenak ia termangu menatap semua yang ada di depan matanya. Luna meresap telah menemukan sebuah realitas dan peran baru. Dia bukan Luna, seorang gadis yang bebas melakukan hal hal semaunya yang ia suka lagi. Kini dia harus membagi semua kisahnya dengan seorang pria yang ia cintai dan mencintainya. Dia telah berubah menjadi Nyonya Juna Soemardjan. Seorang istri.

Mata Luna berkaca-kaca, dia terharu karena pada akhirnya dia bisa menjadi istri Juna, setelah menjalin hubungan yang lama.

Sulit meyakinkan Juna untuk menikah. Juna menyukai hubungan yang apa adanya.

Juna selalu berpikir bahwa ia merasa belum siap untuk memikul tanggung jawab sebagai seorang suami. Banyak ketakutan dan pertimbangan yang ia pikirkan untuk melangkah ke jenjang tahap hubungan lebih lanjut.

Apalagi, ternyata sang Ibu, Ibu dari Juna, tidak begitu menyetujui hubungan Luna dan Juna.

Ketika akhirnya Luna dapat meyakinkan Juna untuk melamarnya, ia merasa sangat bersyukur. Ia merasa Tuhan menjawab semua doa doa yang ia panjatkan untuk hubungan mereka selama ini.

Luna menyalakan keran wastafel dan mengusapkan ke wajahnya. Sensasi segar langsung menyusup ke kulit mukanya.

Luna menatap wajahnya melalui cermin wastafel. Alisnya masih agak gundul setelah dikerok oleh make up artis saat pesta pernikahan kemarin.

Matanya masih terasa berat dan mengantuk, sulit untuk membuka lebar pagi itu. Wajahnya terlihat legam terbakar sinar matahari.

Bulan madu di Pahawang, Lampung membuat Luna dan Juna betah berlama lama berjemur di pinggir pantai dan bermain main di air laut.

Kulit Juna terbakar dengan sempurna, ia sangat menyukainya. Tetapi tidak dengan Luna. Ia terus menerus mengeluh kulitnya yang gosong menghitam.

Selama ini ia telah berusaha melindungi kulitnya supaya tidak gelap, kini sepulang bulan madu ia harus menerima kenyataan kulitnya gosong seperti ini.

Sebagai pengantin baru, Luna merasa sangat tidak cantik.

"Cantik? Siapa bilang pengantin baru itu berseri seri? Gosong begini!" Rutuk Luna dalam hati.

Luna mengintip ke dalam kamar tidur mereka. Selimut tebal masih menyelimuti tubuh lelaki yang telah menjadi suaminya itu. Ia masih bergeming dari tidurnya.

Luna berpikir mungkin ia harus membuatkan sarapan sepotong roti dan secangkir kopi untuk suaminya itu.

Siapa tahu dengan sarapan itu, lelaki itu dapat membuka matanya dengan sepenuh hati.

Luna berjalan keluar kamar mandi, berjingkat melewati tumpukan pakaian kotor, oleh oleh dari bulan madu mereka, yang belum sempat dicuci. Luna keluar dari kamar, lalu bergegas menuju dapur.

Dapur di rumah mereka adalah jenis dapur bersih dengan kitchen set berornamen kayu, yang menyatu dengan ruang keluarga sekaligus ruang tamu, dengan interior dominan berwarna putih.

Meskipun rumah tempat tinggalnya kecil, hanya memiliki dua kamar, namun Luna menyukainya.

Pertama, karena ia penakut, jadi tinggal di rumah yang besar membuatnya merasa was-was was.

Lalu yang kedua, mereka tak punya pilihan lain.

Kemarin, setelah pulang ke Jakarta, mereka sempat berbelanja di supermarket terdekat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Luna tak kesulitan menemukan kopi kesukaan suaminya. Kopi diletakkan dalam plastik belanjaan di meja dapur.

Luna mengambil roti dan memasukkan dalam toaster, lalu menunggunya. Sebagian roti ia oles dengan selai strawberry dan cokelat.

Ia menyeduh kopi instan lalu mengaduknya. Luna bukan jenis wanita yang gemar memasak. Ia lebih memilih membuat sesuatu yang praktis saja.

Maka ia lebih suka membeli makanan siap saji yang tinggal seduh atau dipanaskan dengan microwave.

Luna tersenyum geli melihat menu sarapan pagi itu. Sangat tidak romantis memang, menu sarapan pertama mereka di rumah baru hanya dengan roti tawar.

Namun, paling tidak mereka akan punya cerita lucu kelak, yang dapat diceritakan pada anak cucu mereka.

Luna menata sarapan pagi itu pada nampan. Lalu membawa dengan hati hati masuk ke kamar untuk memberi kejutan pada suaminya pagi itu.

Luna mendorong pintu kamar dengan bahu. Kedua tangannya sibuk membawa nampan berisi kopi dan roti untuk sang suami tercintanya.

Aroma semerbak kopi dipadu harus roti panggang membuat perut keroncongan karena menggugah selera.

Luna meletakkan makanan itu di tempat tidur seperti cerita cerita romantis di film Holywood.

"Selamat pagi, sayang! Makanan sudah siap. Silahkan dinikmati!" Luna menggoyang goyangkan tubuh Juna membangunkannya. Juna menggeliat malas dan perlahan membuka matanya.

Mencium aroma kopi, membuat matanya mulai terbuka secara sempurna.

"Kopi?" Juna menggeliat lalu membenarkan posisinya, duduk sejajar dengan Luna.

"Kamu membuat kopi?" Tanya Juna lagi tak yakin.

"Kenapa? Apa aku terlihat seperti orang yang tidak pernah membuat kopi?" Luna merasa tersinggung dengan tatapan tak percaya Juna.

"Iya." Juna menjawab singkat.

"Ih...!" Luna memonyong bibirnya, ia bersiap berdiri dan pura pura ngambek.

Juna tertawa menatap istrinya.

Ia menangkap tangan Luna, dan menariknya kembali ke tempat tidur.

"Terima kasih, sayang! Kamu baik sekali." Ujar Juna sambil mengecup lembut kening istrinya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!