Luna termenung menatap layar monitor laptopnya. Ia telah menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Lalu tiba-tiba terbersit beberapa hal dalam kepalanya.
Saat ini, jika diperbolehkan meminta tiga hal, Luna ingin sekali menelepon suaminya untuk memenuhi beberapa keinginannya saat sedang ngidam.
Yang pertama, ia ingin sekali menikmati makan mangga muda yang dikupas langsung sendiri oleh sang suami, yang tak lain dan tak bukan, Juna.
Yang kedua, ia menginginkan memakan pizza dengan topping keju mozzarella yang meleleh sambil duduk di bangku Taman Menteng sambil menikmati orang berlalu lalang atau anak anak sedang bermain di sana.
Dan satu lagi, yang ketiga. Ia ingin sekali, Juna sang suami menuliskan puisi cinta untuk dirinya.
Sesuatu yang sudah bertahun tahun tak dilakukan oleh Juna padanya. Hanya pada awal hubungan romantis mereka sedang berjalan.
Ya, ngidam yang katanya hanyalah bentuk kemanjaan sang istri yang sedang hamil saja. Namun, ada juga mitos yang mengatakan, jika keinginan tak dituruti, maka. Anak yang dilahirkan akan ileran.
Sebenarnya mau dituruti, atau tidak, setiap anak bayi pastilah ileran, apalagi saat mereka senang tumbuh gigi.
Luna merasa heran dengan semua mitos mitos itu. Tapi, yang jelas ia merasa sangat sensitif saat ini. Merasa sendiri, kurang perhatian, sakit pada sekujur tubuhnya. Ia membutuhkan suaminya saat ini.
Luna merasa ada yang salah di antara mereka saat ini. Meskipun mereka baru menikah, komunikasi di antara mereka tidak lancar.
Mereka seakan masih seperti dua orang yang masing single yang tidur di tempat tidur yang sama.
Mereka masih sering membuat keputusan keputusan mereka sendiri. Tidak ada pembicaraan bersama atau berkomunikasi layaknya pasangan suami istri. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini, Luna pun tak begitu paham.
Namun, ia mencoba untuk meraih kembali hati suaminya. Lalu ia mengirimkan pesan tentang keinginan ngidamnya saat itu.
Luna mengirimkan whatsapp pada suaminya.
Suamiku sayang, anakmu membawa pesan. Katanya, ia ingin merasakan mangga yang dibelah oleh tangan ayahnya. Juga mendengarkan musik jazz di Taman Menteng sambil menikmati makan piza Mozarella. Lalu ia ingin sekali ayahnya menuliskan beberapa bait puisi tentang cinta dan kehidupan, untuk menghantarkan tidurnya di waktu malam.
Aku harap kamu mau mengabulkannya
❤️❤️
Luna mengirimkan pesan whatsapp pada ponsel suaminya sambil tersenyum. Ia berharap Juna bisa mengabulkan keinginannya saat itu.
***
Sore hari sepulang dari kantor Luna dan Juna mampir ke sebuah toko buah segar langganan mereka.
Suasana di toko buah segar tampak ramai saat itu. Puluhan bapak bapak dan ibu ibu berkumpul dan beramai ramai memborong buah yang mereka inginkan, terutama yang sedang diskon karena sedang musim saat itu. Seperti saat ini sedang musim jeruk dan mangga, dan puluhan pengunjung mengerubungi dan memilih jeruk dan mangga untuk mereka beli.
Juna menatap rusuhnya pemandangan itu dengan putus asa. Ingin rasanya ia berbalik kembali membatalkan niatnya untuk membeli mangga.
Namun, pesan tentang ngidam Luna tadi siang membuatnya mau tak mau harus mampir, demi buah cintanya yang kini ada dalam rahim Luna.
Saat ini, Luna sendiri sedang merasa tidak enak badan. Ia menunggu di mobil.
Kini, Juna lah yang harus bergumul dengan ibu ibu yang juga tengah berusaha memperebutkan buah mangga terbaik dan pilihan.
Tadi siang, setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Luna, Juna sempat riset dengan membaca tentang bagaimana memilih mangga yang bagus di kantornya saat jam istirahat.
Menurut keterangan yang dia baca di salah satu laman informasi. Pilih mangga yang bonggolnya (ujung tangkainya) berwarna kuning atau kekuningan. Pilih yang harum dan manis sampai ke ujung buah dan pangkalnya harum dan lebar. Kulitnya mulus dan kencang. Tidak mengerut serta keseluruhan buah aromanya harum dan manis khas buah mangga.
Namun,saat ini. Saat ia tengah berhadilangsung dengan tumpukan mangga. Juna seakan seperti orang yang hilang ingatan. Tips dan informasi yang telah ia baca dan pahami seolah menguap seketika saat itu.
Lalu ia mencoba mengikuti cara ibu ibu di sebelahnya saat mengecek buah mangga.
Seorang ibu dengan rambut bersasak tinggi itu mencium buah mangga yang dipegangnya. Juna pun melakukan hal yang sama dengan ibu tadi. Tak ada aroma apa apa. Parfum ibu di sebelahnya tercium lebih kencang dari pada bau mangga mangga di depannya.
Juna menghela napas frustasi. Akhirnya, ia mengambil mangga apa saja yang ada di depannya. Kemudian ia berjalan dengan gontai ke kasir dan membayar mangga yang diambilnya tadi.
"Yang penting mangga, titik! Jika aku saja tak bisa membedakannya, maka anakku pasti juga tidak akan tau bedanya!" Seru Juna dalam hati.
Sambil senyum-senyum sendiri, sejenak matanya mengembara selagi menunggu antrean kasir yang lumayan panjang.
Seorang yang familiar terlihat keluar dari apotek yang ada di sebelah toko buah tempatnya membeli mangga ini.
Sosok tadi keluar sambil menenteng sebuah kantong plastik putih. Juna ingin memanggilnya, tapi sosok tersebut cepat cepat berlari masuk ke mobil dan langsung pergi. Juna hanya mengernyitkan dahinya dengan heran.
"Apa yang sedang dilakukan oleh Kak Dewi di sini? Mengapa ia terlihat sangat terburu-buru?" Gumam Juna masih memikirkan kakak ipar kesayangan istrinya itu.
***
Juna dan Luna duduk berdua di teras belakang yang remang remang. Malam itu, angin tertiup sepoi-sepoi dan melenakan. Juna duduk bersila di atas kursi yang nyaman. Tangannya sibuk mengupas buah mangga yang tadi dibelinya.
Dibandingkan Luna, Juna memang lebih terampil dalam hal maskapai memasak. Dari dulu, dia memang suka bereksperimen dengan makanan.
Tapi, setelah menikah, dia berusaha melupakan hobinya itu karena ingin Luna yang memasak. Namun, Luna bergeming juga. Dan memiliki segudang alasan untuk tidak memasak. Salah satunya adalah karena ia sibuk dan saat pulang kantor, Luna sudah sangat kelelahan. Terutama di saat usia kehamilannya yang masih muda saat ini.
Luna yang masih terus didera serangan mual dengan penuh sukacita mengambil mangga yang telah dikupas dan diiris dan diletakkan dalam piring yang telah disiapkan oleh suaminya.
"Ennnaaakkk! Kamu pintar memilih mangga yang manis, Sayang!" Luna tersenyum manis sambil mengunyah mangga.
Dia menikmati kemesraan yang akhir akhir ini sepertinya jauh dari kehidupan pengantin baru seperti mereka.
"Sejujurnya, aku hanya mengikuti jejak seorang ibu ibu saat memilih mangga tadi." Sahut Juna seraya terkekeh.
Luna menatap wajah Juna yang tampan. Ia bersyukur, suaminya ternyata memiliki selera humor di atas rata rata.
Namun, sejenak Juna terlihat termenung, seperti teringat akan sesuatu.
"Oh, iya, tadi aku sepertinya melihat Kak Dewi keluar dari apotek sebelah toko buah. Tapi, kelihatannya dia buru buru sekali." Ujar Juna memberitahu istrinya.
"Mungkin saja. Apotek itu memang langganan Kak Dewi. Sayang sekali dia nggak melihat mobil kita, ya?" Alia Luna bertemu. Ia sudah lama ingin bertemu langsung dengan kakaknya. Tapi, Kak Dewi selalu mempunyai alasan untuk tak bertemu dengannya. Akhirnya, mereka hanya saling berkomunikasi dengan menggunakan whatsapp.
"Ya, mungkin dia sedang buru buru." Sahut Juna sambil mengangkat bahunya.
Mereka melanjutkan kebersamaan mereka kembali. Juna masih memotong motong buah mangga, dan Luna tengah menikmati dengan gembira.
Tiba tiba....
"LUNA...??? KAMU NGAPAIN DI SINI??!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments