Bryan sangat penasaran dengan pembicaraan Naina dan lawan bicaranya, ia sudah fokus mengarahkan telinganya untuk menguping pembicaraan Naina, tapi tidak terdengar karena suasana yang ramai dan jarak mejanya yang berbeda 1 nomor dari meja Naina.
Mata Bryan mencoba meneliti setiap sisi resto, berharap ia mendapatkan ide agar bisa duduk di dekat Naina.
Bryan menghampiri satu keluarga yang sedang asik mengobrol setelah selesai menikmati makan siang bersama.
"Ehem! Permisi," sapa Bryan pada satu keluarga yang langsung mengalihkan pandangan pada Bryan sejak kemunculannya.
Bryan menjabat tangan satu keluarga itu secara bergantian, dan mulai menjelaskan duduk permasalahannya dengan Naina, Bryan memohon pada satu keluarga itu untuk menyelesaikan perbincangannya di restaurant dan melanjutkannnya kembali di rumah, agar Bryan bisa menempati meja panjang itu bersama-sama rekannya, terutama bersama Naina. Ia mendramatisir setiap ceritanya pada keluarga yang sama sekali tidak ia kenali.
"Saya sedang berselisih dengan istri saya, dia sengaja duduk dengan laki-laki lain karena kesempatan meja panjang ini diisi oleh kalian, saya mengajaknya untuk duduk bersama tapi dia menolak, tolong bantu saya Ibu, Bapak, Adik, Kakak. Tolong kosongkan meja ini demi keutuhan rumah tangga kami, saya sangat mencintainya dan saya tidak bisa hidup tanpa Naina." ujar Bryan memasang ekspresi muram yang sangat menyedihkan.
"Kasihan sekali kamu nak, ya sudah kami akan pergi, kamu harus berhasil ya bujuk istrimu untuk duduk bersama dan membicarakan masalah kalian dengan kepala dingin." ucap wanita paruh baya menasehati Bryan karena merasa kasihan setelah mendengar ceritanya.
"Semoga kamu dan istrimu bisa kembali berdamai, dalam rumah tangga memang banyak sekali cobaannya, yang terpenting tetap sabar dan menghadapi masalah dengan sikap tenang." sahut pria paruh baya yang ikut menasehati Bryan.
"Terima kasih Bapak dan Ibu, kalian sudah mau mengerti kesusahanku, hati-hati di jalan." ujar Bryan menyeringai setelahnya, saat melihat satu keluarga pergi meninggalkan resto dan mengosongkan meja makan yang ia incar.
Bryan kembali ke mejanya dan mengajak Elvia untuk pindah selagi pesanan belum tersaji, ia juga memberi tahu Mike, Alice dan kedua rekannya Raees.
"Kita pindah ke meja panjang yuk, sudah kosong tuh." ujar Bryan pada Naina dan Raees yang tengah mengobrol serius.
Naina mengikuti ajakan dari Bryan, ini juga kesempatannya agar bisa mejaga jarak dari orang berbahaya seperti Raees.
Makanan tersaji di atas meja, mereka semua menyantapnya dengan nikmat, sesekali diiringi dengan obrolan ringan. Setelah kenyang dan merasa pertemuan kali ini cukup, Raees dan kedua rekannya pamit undur diri, Bryan dan rekan-rekannya kembali ke kantor.
*
*
*
Setelah tiba di ruangan kerjanya, Naina menghempaskan tubuhnya di atas sofa, sesekali ia memijat pelipisnya secara perlahan, setelah berbicara empat mata dengan Raees malah membuatnya pusing.
"Naina, simpan rapat-rapat rahasia besar saya pada semua orang, termasuk pada Bryan. Kalau sampai rahasia saya terbongkar, kamu akan tanggung sendiri akibatnya." ancam Raees dengan nada penuh penekanan hingga membuat nyali Naina menciut.
Naina masih terus terbayang-bayang dengan ancaman Raees saat di restaurant tadi, ia merasa menyesal telah menerima ajakan untuk makan siang bersama, ia kesal kenapa harus dilibatkan dalam rahasia Raees.
Pintu ruangan Naina terbuka, Naina mengira bahwa yang masuk adalah Alice, tapi saat mendengar suara pintu terkunci tiba-tiba Naina ketakutan kalau itu adalah Raees.
"Naina..." sapa suara laki-laki yang ternyata adalah Bryan.
"Ngapain kamu ke sini?" ketus Naina seraya membenarkan posisinya.
"Kamu sengaja menghindar dari aku setelah bertemu dengan Raees." kata Bryan duduk menghadap Naina dan menatap mata Naina.
"Dari mata Naina terlihat ia ketakutan akan sesuatu, wajahnya juga terlihat pucat sejak dari restaurant. Ada yang tidak beres dengan Raees hingga membuat Naina ketakutan seperti ini." gumam Bryan menangkap kegelisahan dari tatapan mata Naina.
"Bukan urusan kamu, sana pergi, aku sedang ingin sendiri." kata Naina mengusir Bryan secara paksa.
Naina berdiri dan menarik tangan Bryan untuk menyuruhnya keluar dari ruangan kerjanya, namun tenaga Bryan terlalu kuat hingga tidak bergeser sedikitpun dari posisinya.
"Bryan aku bilang keluar, sana keluar." kata Naina masih terus berusaha menarik tangan Bryan.
Bryan menarik tangannya ke arah berlawanan hingga membuat Naina hilang keseimbangan, lalu ia terjatuh hingga menindihi tubuh Bryan di atas sofa. Mata mereka saling bertemu hingga beberapa detik saja, karena Naina segera bangun dan membenarkan posisinya.
"Menyebalkan." umpat Naina kesal.
Bryan ikut terduduk dan membenarkan posisinya, ia menatap Naina dengan tatapan kilat untuk memastikan bahwa Naina benar berada dalam bahaya sejak bertemu Raees.
"Apa yang Raees ucapkan sampai kamu ketakutan seperti ini?" tanya Bryan penunuh selidik.
"Apa sih yang kamu ucapkan Bryan!" kata Naina beranjak pergi dan duduk di bangku kerjanya.
"Mulutmu bisa berbohong, tapi mata dan mimik wajahmu tidak bisa berbohong. Naina katakan padaku apa saja yang dikatakan Raees hingga kamu tertekan seperti ini," air muka Bryan sudah berubah, tidak seperti biasanya saat bersama Naina yang selalu berseri.
Bryan sudah mencari tahu tentang Raees tapi hasil pencariannya mengatakan bahwa Raees orang baik yang cukup disegani, ia tidak memiliki jejak kriminal ataupun berita buruk mengenai dirinya, ia belum menikah dan ia seorang pengusaha tersukses di India dengan memiliki puluhan usaha dalam bidang yang berbeda-beda.
Tapi Bryan tidak semudah itu percaya, karena ia merasa ada yang janggal dari sikap Raees ketika menatap Naina sewaktu di ruang meeting dan obsesinya yang ingin menjadikan Naina terlibat dalam iklan rokok terbarunya, Bryan merasa Raees memiliki rencana terselubung yang ingin menjadikan Naina sebagai mainannya.
"Pergi Bryan, pergi!" kata Naina mengusir.
Bryan berjalan menghampiri Naina dan duduk di atas kerja meja Naina yang membuat mereka saling berhadapan. Bryan meraih dagu Naina hingga membuat Naina menengadah.
"Kenapa kamu mengusirku? Ini kantorku bukan?" tanya Bryan.
"Dasar Bos tidak punya hati, kemarin kau mengajak aku bekerja di sini di hadapan Ayahku dengan bahasa manis, lalu di ruang meeting di hadapan orang-orang kau bilang aku ini bukan siapa-siapa, seakan aku ini sangat rendah dengan bahasa pahitmu. Aku akan urus surat pengunduran diri secepatnya!" kata Naina dengan menahan isak tangisnya.
"Maaf, bukan maksud aku berbicara seperti itu untuk merendahkan kamu, aku hanya tidak ingin kamu terperangkap dalam bidang yang tidak kamu kuasai yang nantinya malah menjadi tekanan untuk kamu," kata Bryan mencoba menjelaskan dan perlahan tangannya melepaskan dagu Naina dari genggamannya.
Terlihat dagu Naina meninggalkan bekas merah karena Bryan terlalu kencang saat memeganginya tadi.
Tok-tok-tok!
Terdengar pintu ruangan Naina diketuk oleh seseorang yang mungkin Alice hendak kembali bekerja di ruangannya. Naina berdiri untuk membukakan pintu, tapi tubuhnya ditahan oleh Bryan memaksanya untuk kembali duduk.
Bryan meraih wajah Naina dengan kedua tangannya, lalu ia melum*t bibir Naina. Naina terkejut bukan main kalau Bryan akan berani melakukan hal segila ini padanya. Naina menatap tajam mata Bryan dan memejamkan matanya.
*
"Suruh Alice untuk membelikan kamu sesuatu, agar aku bisa pergi tanpa ada yang melihat," kata Bryan berlalu menuju toilet.
Naina mengeluarkan uang dan selembar kertas kecil dari dalam tasnya, kemudian ia membuka pintu menuruti perintah Bryan.
"Bu, kok tumben banget pintunya di kunci?" tanya Alice heran.
"Al kepalaku sakit banget, boleh minta tolong belikan aku obat yang biasa aku minum di apotik?" kata Naina sembari memberikan Alice dua lembar uang dan selembar kertas.
"Saya akan membelikan obatnya, sekarang Ibu istirahat dulu di sini sampai saya kembali ya," ujar Alice khawatir, ia membaringkan tubuh Naina di atas sofa ruangannya dan pergi dengan tergesa-gesa.
Setelah pintu ruangan ditutup oleh Alice, Bryan keluar dari toilet dan ia menghampiri Naina kembali. Naina masih berbaring di atas sofa sambil memijat pelipisnya pelan dengan menggunakan dua jari.
"Nai..."
"Bryan pergilah sebelum Alice kembali," ucap Naina dengan suara lemah tanpa membuka mata.
Bryan mengurungkan niatnya untuk menanyai Naina dengan pertanyaan yang sama, ia pergi meninggalkan ruangan kerja Naina dan kembali ke ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
kayaknya bakal gk jadi nikah nih Bryan ma tunangannya Krn udh jatuh cinta ma nai
2022-06-29
0
Elina💞
wah briyan mulai tergoda sm naina😁
2021-12-11
0
ģüę ģâķ Püňýâ ňâMâ
kek judull lagu thor 1001 alasan😅🤭
2021-09-13
0