"Buk, buk, buk,"
Berulang kali tangan itu mendarat ke perut seseorang.
Merasa dikhianati oleh temannya sendiri, membuat kak Micky tak dapat berfikir jernih. Emosinya meledak-ledak rasanya.
Dia sedang memukul teman karibnya sendiri yaitu kak Lucky.
"Keterlaluan Kamu Luck. Keterlaluan" kata kak Micky.
Kak Lucky hanya pasrah dipukul dengan sahabatnya. Dia tak menepis bahwa dia juga menyukai Milanie. Membuat kak Micky mendadak brutal. Di selimuti oleh emosinya.
Awalnya tangan itu menuju ke perut. Kemudian melayang ke pipinya. Hingga sudut bibir itu mengeluarkan darah dan memar berkat hantaman yang keras tadi.
Setelah hantaman terakhir itu meluncur, kak Micky akhirnya berhenti.
"Kenapa Luck?" tanya kak Micky.
Kak Lucky hanya diam. Tentu tak ada gunanya menjawab seseorang yang sedang di kuasai oleh emosinya.
Setelah emosi reda, kak Lucky dibawanya ke ruangan PMR. Lalu mengobatinya dengan p3k selayaknya seorang PMR.
Mereka berdua berhadapan. Suasana hening. Lalu kak Lucky melontarkan suara dan memecahkan keheningan itu.
"Dia, tak menyukaiku Mick. Dan menganggapku hanya sahabatnya" kata kak Lucky.
"Kenapa kamu bilang seperti itu?" tanya kak Micky.
"Aku menembaknya" jawab kak Lucky.
Seketika tangan yang memegang pinset dan mencapit kapas yang diberi obat merah itu terhenti.
"Sebaiknya jangan banyak bicara. Lukamu agar cepat sembuh" kata kak Micky.
Kemudian kak Micky meletakkan pinset itu. Dan meninggalkan kak Lucky sendirian di ruangan PMR.
Semenjak itu, Aku tak ingin memilih salah satu diantara Mereka.
...****************...
2 tahun telah berlalu....
"Selamat, anak Ibu dapat juara 1" kata guru wali kelasku.
Mendadak wajah ibuku menjadi sangat senang dan bangga.
Melihatku sebagai anak yang juara. Membuat raut wajahnya bagaikan bunga yang sedang merekah itu tak dapat disembunyikan.
Dalam hatiku, Aku sangat senang. Setidaknya memberikan senyuman kepada Ibuku yang telah melahirkanku.
Inilah jawaban dari usaha tak akan mengkhianati hasil.
Mendadak terbesit dalam pikiranku teringat dengan nama seseorang yang Aku jadikan panutan.
Namun dia telah menghilang, jauh, dan sepertinya tak akan kembali lagi. Seperti seekor burung cenderawasih.
Yang tadinya dapat ku genggam, sekarang terbang entah kemana dan meninggalkan habitatnya.
Sudah sejak 3 tahun, Aku sekolah. Akhirnya hari ini adalah kelulusanku.
Rasanya ada sedikit beban yang telah terlepas dari fikiranku.
...----------------...
Setelah hari kelulusanku,,,
Di sebuah ruangan keluarga. Aku duduk di bangku sebelah barat. Tepat di depanku telah duduk 2 orang paruh baya.
Mereka adalah orang tuaku, Ayah dan Ibuku.
"Ibu, Milanie ingin kuliah jurusan Dokter" kataku.
"Bagaimana Yah? Milanie ingin kuliah" kata ibuku.
Ayahku hanya terdiam. Dia tak mengucapkan sepatah katapun.
"Tanya pada Ayahmu Mil, apakah Ayahmu memiliki uang untuk membiayaimu" kata Ibuku.
Aku melakukan apa yang dikatakan oleh ibuku.
"Ayah, bagaimana?" tanyaku.
Ayahku tetap diam. Ayahku hanya memutar-mutar jari telunjuknya bergesekkan dengan jari yang lain.
"Ibu?" tanyaku lagi, berharap kali ini mendapat jawaban setuju dari Mereka.
Namun tak ada jawaban tentang persetujuan ini padaku.
Aku sadar, jika ekonomi keluargaku saat ini sedang sekarat.
Usaha Ayahku telah bangkrut tepat pada tahun ini.
Tanpa memaksa, karena tak ada persetujuan dari orang tuaku. Semangatku seketika luntur.
Tapi Aku percaya, pasti ada jalan lain. Aku meneguhkan hatiku untuk tak ingin tumbang di sini.
Aku memutuskan, setelah lulus ini untuk bekerja dan menabung. Agar suatu saat bisa berkuliah dengan biayaku sendiri.
Itulah harapanku.
Akhirnya Aku mencari pekerjaan.
"Ibu, Aku dipanggil untuk interview di Malang" kataku dengan senang.
"Kamu mau kerja apa?" tanya ibuku.
"Di sana ada lowongan untuk bekerja di perkebunan" kataku.
"Kamu itu perempuan Mil. Di rumah saja!" kata kakak laki-lakiku.
"Tapi kak, kenapa jika Aku perempuan?" penolakanku.
"Tugas perempuan itu di rumah. Memasak di dapur, mengurus anak dan mengurus suaminya" kata kakak laki-lakiku.
Seketika mendengar perkataan kakakku dadaku terasa sangat sesak.
"Kenapa jika Aku perempuan?" batinku.
"Tak memiliki hak kah Aku jika ingin menghasilkan sesuatu sendiri?" batinku.
Sedangkan Ibuku tak bisa mengantarku.
Tak ada yang mendukungku di keluarga ku sendiri.
Rasanya Aku frustasi.
Tak berdaya.
Putus asa.
Harapanku terasa pupus.
Tak ada yang bisa mengerti tentang keinginanku.
Aku hanya bisa menangis semalaman.
Andai Aku pernah berpengalaman keluar jauh.
Andai Ayah tak mengalami kebangkrutan.
Andai Aku tak di tahan seperti ini.
Andai Aku diizinkan dan semua mendukung keinginanku.
Andai,,, semua berjalan sesuai rencanaku.
Tapi semua hanya menjadi mimpi semata. Yang Aku indah membayangkannya, namun pahit saat bangun dari kenyataan.
Sedangkan saat itu Aku tak diizinkan keluar kemanapun dari Rumah.
Hingga seketika, suatu hari Aku dilamar dengan seseorang. Dan dari situlah hidupku berubah 360 derajat.
...****************...
"Tok, tok, tok"
Terdengar ketukan pintu di kamarku.
Pelan-pelan Aku membukakan pintu itu.
"Mil, besok ada yang akan menanyakanmu" kata Ibu.
"Maksudnya apa Ibu?" tanyaku.
"Ada yang akan meminangmu" kata Ibuku.
"Oh, " jawabku.
"Bersiap-siaplah besok. Dan Kamu harus mengeluarkan teh nanti untuknya" kata Ibuku.
Aku hanya mengangguk kepala satu kali tanpa expresi dan lesu.
"Bukan ini yang Aku harapkan. Kenapa ada yang meminangku. Padahal Aku bukanlah gadis Idaman" batinku.
Dengan mulut yang manyun, Aku menghempaskan tubuhku kembali ke ranjang.
Meraih ponsel, sekilas teringat saat Aku sedang ada masalah. Pasti bercerita dengan kak Lucky.
Namun, sekarang keadaanya telah berbeda. Hanya tersisa kenangan-kenangan manis antara kita.
Kenangan manis yang bahagia itu sekarang berubah menjadi duri yang beracun.
Apalagi jika tidak dapat diolah dengan baik.
Sudah lama kami tak saling menghubungi. Sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing.
Ponsel yang dulu selalu ramai berbunyi.
Yang dulunya justru Aku yang tak terlalu menanggapi.
Kini ponsel itu sepi bagaikan kuburan.
Semua telah berubah. Hatiku rasanya kosong. Kecewa, retak dan benci dengan keadaanku yang sekarang.
Benar-benar jauh dari rencana. Rencana yang Aku inginkan.
"Meminang?" gumamku.
Boneka yang berada diranjang yang selalu mendampingiku tidur itu Aku raih.
Aku hadapkan tepat di depanku.
Dan Aku berbincang seakan-akan dia adalah laki-laki yang akan meminangku tersebut.
"Heh, Mas, Tuan Atau Kakek? Apalah itu. Kamu yakin mau meminangku?" gumamku.
"Ha, ha, ha, Kamu lihat saja akan menyesal jika meminangku" gumamku.
"Aku akan menjadi istri yang bar-bar. Dan mempermalukanmu. Lihat saja nanti..." gumamku.
"Awas saja jika tidak mau menerima penolakanku" gumamku.
"Ha, ha, ha," ketawa jahatku keluar bersama taring kebencian.
Langsung Aku melempar boneka itu ke dinding kamarku.
"Buk"
Lalu Aku memapahkan badanku kembali ke ranjang.
Tak terasa, saat Aku melihat langit-langit. Air mataku mengalir.
Dari mata menetes ke telinga.
"Kak Luck, Aku sangat merindukanmu. Apakah memang hanya sebatas itu rasamu kepadaku? Tanpa ingin memperjuangkanku dengan lebih" gumamku.
"Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Dan siapa yang harus Aku sandari" gumamku.
Dengan memeluk guling dengan erat. Aku menumpahkan seluruh rasa kecewa, putus asa, frustasi, semua mengalir bersama air mata itu.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
mom mimu
yg sabar ya Mil, semoga semua indah pada waktunya, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2022-12-22
2
Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)
Iya nih si Micky, hanya karena sudh bilang ke Lucky jika punya perasaan ke Milanie, eh, dia marah saat tahu si Lucky mulai punya perasaan hihi
2022-12-12
1
linda sagita
bukan menghianati, kan memang sebelumnya Micky kamu bukan pCarnya
2022-12-12
1