Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun

"Buk, buk, buk,"

Berulang kali tangan itu mendarat ke perut seseorang.

Merasa dikhianati oleh temannya sendiri, membuat kak Micky tak dapat berfikir jernih. Emosinya meledak-ledak rasanya.

Dia sedang memukul teman karibnya sendiri yaitu kak Lucky.

"Keterlaluan Kamu Luck. Keterlaluan" kata kak Micky.

Kak Lucky hanya pasrah dipukul dengan sahabatnya. Dia tak menepis bahwa dia juga menyukai Milanie. Membuat kak Micky mendadak brutal. Di selimuti oleh emosinya.

Awalnya tangan itu menuju ke perut. Kemudian melayang ke pipinya. Hingga sudut bibir itu mengeluarkan darah dan memar berkat hantaman yang keras tadi.

Setelah hantaman terakhir itu meluncur, kak Micky akhirnya berhenti.

"Kenapa Luck?" tanya kak Micky.

Kak Lucky hanya diam. Tentu tak ada gunanya menjawab seseorang yang sedang di kuasai oleh emosinya.

Setelah emosi reda, kak Lucky dibawanya ke ruangan PMR. Lalu mengobatinya dengan p3k selayaknya seorang PMR.

Mereka berdua berhadapan. Suasana hening. Lalu kak Lucky melontarkan suara dan memecahkan keheningan itu.

"Dia, tak menyukaiku Mick. Dan menganggapku hanya sahabatnya" kata kak Lucky.

"Kenapa kamu bilang seperti itu?" tanya kak Micky.

"Aku menembaknya" jawab kak Lucky.

Seketika tangan yang memegang pinset dan mencapit kapas yang diberi obat merah itu terhenti.

"Sebaiknya jangan banyak bicara. Lukamu agar cepat sembuh" kata kak Micky.

Kemudian kak Micky meletakkan pinset itu. Dan meninggalkan kak Lucky sendirian di ruangan PMR.

Semenjak itu, Aku tak ingin memilih salah satu diantara Mereka.

...****************...

2 tahun telah berlalu....

"Selamat, anak Ibu dapat juara 1" kata guru wali kelasku.

Mendadak wajah ibuku menjadi sangat senang dan bangga.

Melihatku sebagai anak yang juara. Membuat raut wajahnya bagaikan bunga yang sedang merekah itu tak dapat disembunyikan.

Dalam hatiku, Aku sangat senang. Setidaknya memberikan senyuman kepada Ibuku yang telah melahirkanku.

Inilah jawaban dari usaha tak akan mengkhianati hasil.

Mendadak terbesit dalam pikiranku teringat dengan nama seseorang yang Aku jadikan panutan.

Namun dia telah menghilang, jauh, dan sepertinya tak akan kembali lagi. Seperti seekor burung cenderawasih.

Yang tadinya dapat ku genggam, sekarang terbang entah kemana dan meninggalkan habitatnya.

Sudah sejak 3 tahun, Aku sekolah. Akhirnya hari ini adalah kelulusanku.

Rasanya ada sedikit beban yang telah terlepas dari fikiranku.

...----------------...

Setelah hari kelulusanku,,,

Di sebuah ruangan keluarga. Aku duduk di bangku sebelah barat. Tepat di depanku telah duduk 2 orang paruh baya.

Mereka adalah orang tuaku, Ayah dan Ibuku.

"Ibu, Milanie ingin kuliah jurusan Dokter" kataku.

"Bagaimana Yah? Milanie ingin kuliah" kata ibuku.

Ayahku hanya terdiam. Dia tak mengucapkan sepatah katapun.

"Tanya pada Ayahmu Mil, apakah Ayahmu memiliki uang untuk membiayaimu" kata Ibuku.

Aku melakukan apa yang dikatakan oleh ibuku.

"Ayah, bagaimana?" tanyaku.

Ayahku tetap diam. Ayahku hanya memutar-mutar jari telunjuknya bergesekkan dengan jari yang lain.

"Ibu?" tanyaku lagi, berharap kali ini mendapat jawaban setuju dari Mereka.

Namun tak ada jawaban tentang persetujuan ini padaku.

Aku sadar, jika ekonomi keluargaku saat ini sedang sekarat.

Usaha Ayahku telah bangkrut tepat pada tahun ini.

Tanpa memaksa, karena tak ada persetujuan dari orang tuaku. Semangatku seketika luntur.

Tapi Aku percaya, pasti ada jalan lain. Aku meneguhkan hatiku untuk tak ingin tumbang di sini.

Aku memutuskan, setelah lulus ini untuk bekerja dan menabung. Agar suatu saat bisa berkuliah dengan biayaku sendiri.

Itulah harapanku.

Akhirnya Aku mencari pekerjaan.

"Ibu, Aku dipanggil untuk interview di Malang" kataku dengan senang.

"Kamu mau kerja apa?" tanya ibuku.

"Di sana ada lowongan untuk bekerja di perkebunan" kataku.

"Kamu itu perempuan Mil. Di rumah saja!" kata kakak laki-lakiku.

"Tapi kak, kenapa jika Aku perempuan?" penolakanku.

"Tugas perempuan itu di rumah. Memasak di dapur, mengurus anak dan mengurus suaminya" kata kakak laki-lakiku.

Seketika mendengar perkataan kakakku dadaku terasa sangat sesak.

"Kenapa jika Aku perempuan?" batinku.

"Tak memiliki hak kah Aku jika ingin menghasilkan sesuatu sendiri?" batinku.

Sedangkan Ibuku tak bisa mengantarku.

Tak ada yang mendukungku di keluarga ku sendiri.

Rasanya Aku frustasi.

Tak berdaya.

Putus asa.

Harapanku terasa pupus.

Tak ada yang bisa mengerti tentang keinginanku.

Aku hanya bisa menangis semalaman.

Andai Aku pernah berpengalaman keluar jauh.

Andai Ayah tak mengalami kebangkrutan.

Andai Aku tak di tahan seperti ini.

Andai Aku diizinkan dan semua mendukung keinginanku.

Andai,,, semua berjalan sesuai rencanaku.

Tapi semua hanya menjadi mimpi semata. Yang Aku indah membayangkannya, namun pahit saat bangun dari kenyataan.

Sedangkan saat itu Aku tak diizinkan keluar kemanapun dari Rumah.

Hingga seketika, suatu hari Aku dilamar dengan seseorang. Dan dari situlah hidupku berubah 360 derajat.

...****************...

"Tok, tok, tok"

Terdengar ketukan pintu di kamarku.

Pelan-pelan Aku membukakan pintu itu.

"Mil, besok ada yang akan menanyakanmu" kata Ibu.

"Maksudnya apa Ibu?" tanyaku.

"Ada yang akan meminangmu" kata Ibuku.

"Oh, " jawabku.

"Bersiap-siaplah besok. Dan Kamu harus mengeluarkan teh nanti untuknya" kata Ibuku.

Aku hanya mengangguk kepala satu kali tanpa expresi dan lesu.

"Bukan ini yang Aku harapkan. Kenapa ada yang meminangku. Padahal Aku bukanlah gadis Idaman" batinku.

Dengan mulut yang manyun, Aku menghempaskan tubuhku kembali ke ranjang.

Meraih ponsel, sekilas teringat saat Aku sedang ada masalah. Pasti bercerita dengan kak Lucky.

Namun, sekarang keadaanya telah berbeda. Hanya tersisa kenangan-kenangan manis antara kita.

Kenangan manis yang bahagia itu sekarang berubah menjadi duri yang beracun.

Apalagi jika tidak dapat diolah dengan baik.

Sudah lama kami tak saling menghubungi. Sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Ponsel yang dulu selalu ramai berbunyi.

Yang dulunya justru Aku yang tak terlalu menanggapi.

Kini ponsel itu sepi bagaikan kuburan.

Semua telah berubah. Hatiku rasanya kosong. Kecewa, retak dan benci dengan keadaanku yang sekarang.

Benar-benar jauh dari rencana. Rencana yang Aku inginkan.

"Meminang?" gumamku.

Boneka yang berada diranjang yang selalu mendampingiku tidur itu Aku raih.

Aku hadapkan tepat di depanku.

Dan Aku berbincang seakan-akan dia adalah laki-laki yang akan meminangku tersebut.

"Heh, Mas, Tuan Atau Kakek? Apalah itu. Kamu yakin mau meminangku?" gumamku.

"Ha, ha, ha, Kamu lihat saja akan menyesal jika meminangku" gumamku.

"Aku akan menjadi istri yang bar-bar. Dan mempermalukanmu. Lihat saja nanti..." gumamku.

"Awas saja jika tidak mau menerima penolakanku" gumamku.

"Ha, ha, ha," ketawa jahatku keluar bersama taring kebencian.

Langsung Aku melempar boneka itu ke dinding kamarku.

"Buk"

Lalu Aku memapahkan badanku kembali ke ranjang.

Tak terasa, saat Aku melihat langit-langit. Air mataku mengalir.

Dari mata menetes ke telinga.

"Kak Luck, Aku sangat merindukanmu. Apakah memang hanya sebatas itu rasamu kepadaku? Tanpa ingin memperjuangkanku dengan lebih" gumamku.

"Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Dan siapa yang harus Aku sandari" gumamku.

Dengan memeluk guling dengan erat. Aku menumpahkan seluruh rasa kecewa, putus asa, frustasi, semua mengalir bersama air mata itu.

...----------------...

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

yg sabar ya Mil, semoga semua indah pada waktunya, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻

2022-12-22

2

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Iya nih si Micky, hanya karena sudh bilang ke Lucky jika punya perasaan ke Milanie, eh, dia marah saat tahu si Lucky mulai punya perasaan hihi

2022-12-12

1

linda sagita

linda sagita

bukan menghianati, kan memang sebelumnya Micky kamu bukan pCarnya

2022-12-12

1

lihat semua
Episodes
1 Aku adalah Milanie
2 Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3 Bab 2 Menghindari Pertemuan
4 Bab 3 Naik ke Menara
5 Bab 4: Persiapan Diklat
6 Bab 5: Diklat
7 Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8 Bab 7: Makan di Kantin
9 Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10 Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11 Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12 Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13 Bab 12: Dia Menerorku
14 BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15 Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16 Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17 Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18 Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19 Bab 18: Keputusanku
20 Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21 Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22 Bab 21: Bertemu dengannya
23 Bab 22: Bermimpi
24 Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25 Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26 Bab 25: Mencari Pekerjaan
27 Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28 Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29 Bab 28: Laporan Salah
30 Bab 29: Meeting
31 Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32 Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33 Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34 Bab 33: Akhirnya bertemu
35 Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36 Bab 35: Rencananya yang Gagal
37 Bab 36: Pulang Malam
38 Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39 Bab 38: Dia Kembali
40 Bab 39: Dia Menculikku
41 Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42 Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43 Bab 42: Pertimbangan
44 Bab 43: Dia Datang Bertamu
45 Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46 Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47 Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48 Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49 Bab 48: Berunding
50 Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51 Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52 Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53 Bab 52: Cokelat Misterius
54 Bab 53: Kecewa
55 Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56 Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57 Bab 56: Deal
58 Bab 57: Pernikahan
59 Bab 58: Berkemas dan Pindah
60 Bab 59: Melampiaskan Marah
61 Bab 60: Fitnah
62 Bab 61: Adaptasi
63 Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64 Bab 63: Kembali Bekerja
65 Bab 64: Ibuku Marah
66 Bab 65: Derita Fitnah
67 Bab 66: Pelaku Terungkap
68 Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69 Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70 Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71 Bab 70: Kesiangan
72 Bab 71: Cemburu
73 Bab 72: Mengandung
74 Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75 Bab 74: Sarapan Bersama
76 Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77 Bab 76: Mati Rasa
78 Salam dari Penulis
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Aku adalah Milanie
2
Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3
Bab 2 Menghindari Pertemuan
4
Bab 3 Naik ke Menara
5
Bab 4: Persiapan Diklat
6
Bab 5: Diklat
7
Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8
Bab 7: Makan di Kantin
9
Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10
Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11
Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12
Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13
Bab 12: Dia Menerorku
14
BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15
Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16
Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17
Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18
Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19
Bab 18: Keputusanku
20
Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21
Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22
Bab 21: Bertemu dengannya
23
Bab 22: Bermimpi
24
Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25
Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26
Bab 25: Mencari Pekerjaan
27
Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28
Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29
Bab 28: Laporan Salah
30
Bab 29: Meeting
31
Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32
Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33
Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34
Bab 33: Akhirnya bertemu
35
Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36
Bab 35: Rencananya yang Gagal
37
Bab 36: Pulang Malam
38
Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39
Bab 38: Dia Kembali
40
Bab 39: Dia Menculikku
41
Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42
Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43
Bab 42: Pertimbangan
44
Bab 43: Dia Datang Bertamu
45
Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46
Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47
Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48
Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49
Bab 48: Berunding
50
Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51
Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52
Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53
Bab 52: Cokelat Misterius
54
Bab 53: Kecewa
55
Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56
Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57
Bab 56: Deal
58
Bab 57: Pernikahan
59
Bab 58: Berkemas dan Pindah
60
Bab 59: Melampiaskan Marah
61
Bab 60: Fitnah
62
Bab 61: Adaptasi
63
Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64
Bab 63: Kembali Bekerja
65
Bab 64: Ibuku Marah
66
Bab 65: Derita Fitnah
67
Bab 66: Pelaku Terungkap
68
Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69
Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70
Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71
Bab 70: Kesiangan
72
Bab 71: Cemburu
73
Bab 72: Mengandung
74
Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75
Bab 74: Sarapan Bersama
76
Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77
Bab 76: Mati Rasa
78
Salam dari Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!