Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR

"Ikut Aku sekarang!" perintah kak Lucky.

Aku menurutinya dan berjalan di belakangnya. Dia berjalan menuju lapangan voli yang di sebelahnya ada sebuah pohon besar.

Pohon besar itu memiliki daun yang bergerombol, batangnya kokoh dan tegak. Membuat di bawahnya terasa sangat sejuk dan rindang. Bersama dengan angin sore yang menghembus sepoi-sepoi. Hingga berhasil menyibak jilbab segi empatku sedikit.

Kak Lucky berdiri tepat di bawah pohon besar itu. Dengan tubuhnya yang tinggi dan proposional. Dengan suara yang tegas dia melontarkan suaranya padaku.

"Sekarang, cari bendera itu lagi. Aku memberi kesempatan padamu. Dalam 20 menit, temukan benderanya" kata kak Lucky.

Aku langsung berlari dan mencari kesana sini. Sedangkan kak Lucky terlihat menungguku di bawah pohon yang besar itu.

Dengan sebuah ponsel, kak Lucky mengaktifkan timer waktunya.

Lagi-lagi Aku berlari kesana kemari. Mencari kesana kesini.

"Hoz, hoz, hoz"

Nafasku hingga terengah-engah. Mencari barang yang tak kunjung ketemu membuatku lelah dan sedikit frustasi.

Lagi-lagi waktuku habis dan Aku tidak bisa menemukannya.

Aku kembali di tempat dimana kak Lucky berdiri. Dengan wajahku yang takut, Aku mengakui jika tak dapat menemukan benderanya.

"Maaf kak, Aku belum bisa menemukannya" kataku dengan tertunduk.

"Apa kamu tidak bosan dengan kata maaf?" tanyanya.

"Junior yang payah" katanya lagi.

"Sekarang lihatlah keatasmu!" kata kak Lucky.

Aku melihat ke atas kak Lucky.

"Bukan atasku tapi atasmu bodoh" kata kak Lucky.

Kemudian Aku lihat kearah atasku. Tak kuduga, tepat di atasku ada bendera yang tergantung di ranting pohon. Ini berjarak 2 meter dari tinggi badanku.

"Kamu menemukannya?" tanya kak Lucky.

"Iya kak" jawabku.

"Kamu boleh mengambilnya setelah mengangkat 1 kakimu dengan tangan bersilang memegang telingamu. Selama 30 menit" kata kak Lucky.

"Apa?" tanyaku.

"Telingamu tuli ya?" tanya kak Lucky.

"Nggak kak" jawabku.

"Lakukan dan itu dimulai dari sekarang" kata kak Lucky.

"Aku akan mengawasimu dari sana!" kata kak Lucky dengan menunjuk ke arah ruangan C.

Aku melakukan sesuai perintahnya. Mengangkat 1 kakiku dan menyilangkan tanganku memegang kedua telinga. Yah,,, inilah hukumanku karena tak dapat menemukan benderanya. Kemudian kak Lucky kembali ke ruangan C lagi.

"Astaga kejam sekali dia" gumamku.

Saat kak Lucky kembali ke ruangan. Di sana sudah tak ada Kiki. Menandakan Kiki telah berhasil merakit tandunya.

Di kejauhan kak Micky melihatku. Sudah lama sekali Aku berdiri dengan posisi ini. Membuat kak Micky melontarkan pertanyaan kepada kak Lucky.

"Hukuman apa yang kamu berikan padanya?" tanya kak Micky.

"Kamu bisa melihatnya" jawab kak Lucky.

"Berapa lama?" tanya kak Micky.

"30 menit" jawab kak Lucky.

"Astaga, kamu mau membuat anak orang pingsan?" tanya kak Micky.

"Micky, jangan mencampurkan rasa pribadimu dengan situasi ini. Dia memang harus dihukum" kata kak Lucky.

"Iya tapi 30 menit itu terlalu lama dengan posisi seperti itu" kata kak Micky.

Kak Micky langsung beranjak pergi ke arahku. Dan memerintahkan Aku untuk berhenti.

"Cukup Mil, kamu sudah bisa kembali ke ruangan" kata kak Micky.

"Benarkah? Syukurlah kalau begitu" kata ku.

Kemudian Aku melihat ke atasku dan mencari kayu di sekitarku untuk bisa meraihnya.

"Menunggu apa? Ayo kembali" kata kak Micky.

"Aku harus mengambil benderanya kak" kata ku.

Kak Micky melihat ke arah dimana Aku melihat benderanya. Akhirnya Dia membantuku untuk mengambilnya.

Di kejauhan, kak Lucky melihat apa yang kami lakukan.

Akhirnya Aku mendapatkan benderanya.

"Yeee,,, akhirnya Aku dapat. Makasi ya kak sudah membantu" kata ku dengan wajah yang sumringah.

Akhirnya Aku masuk ke ruangan C.

Di sana ada wawancara lagi.

"Kamu sudah mendapatkannya?" tanya kak Lucky.

"Iya kak" jawabku.

"Hah,,,, Mencari bendera satu saja susahnya minta ampun. Bagaimana jika ada korban yang kehilangan barangnya? Pasti Dia tak bisa membantunya" kata kak Riris.

Aku hanya terdiam dengan segala komentar mereka.

"Kamu bisa keluar sekarang" perintah kak Lucky.

...****************...

Tepat jam 15.00 WIB diklat sudah selesai.

"Belikan konsumsi roti dan minuman kepada mereka Ris" perintah kak Lucky.

"Pakai kas PMR" kata tambahan kak Lucky.

"Baik kak" jawab kak Riris.

Kak Riris segera menyiapkan roti dan minuman gelas Aqua. Kemudian membagikan kepada seluruh anggota PMR.

"Makanlah konsumsinya" kata kak Riris.

"Bersama roti dan air ini, saya akan mengumumkan bahwa mulai hari ini kalian semua telah resmi menjadi anggota PMR" kata Kak Riris.

Seketika kami semua langsung bertepuk tangan secara serentak.

"Prok, prok, prok"

"Oleh karena itu, kami selaku senior yang tadi menjadi sedikit menyebalkan pada kalian. Mengucapkan minta maaf pada kalian semua ya?" kata kak Riris.

"Dimaafkan tidak?" tanya kak Riris.

Salah satu Junior bersuara.

"Bukan sedikit menyebalkan kak, tapi memang menyebalkan banget kakaknya tadi" kata salah satu junior.

"Ha, ha, ha, semua adalah drama semata"

"Kami senior di sini melakukan diklat ini bertujuan untuk melatih mental kalian agar lebih kuat, tanggap dan cekatan dengan situasi. Serta bisa focus dengan hal yang kita cari" kata Kak Riris.

"Jadi, kalian boleh pulang sekarang dan silahkan beristirahat" kata kak Riris.

"Iya kak terimakasih" kata ucapan junior.

Seketika semua anggota Junior bubar. Dan mereka pulang.

Kecuali Aku dan Kiki. Kami masih di masjid sekolah untuk melakukan sholat ashar.

Di masjid, terlihat para senior juga sedang melakukan sholat.

Setelah sholat ashar, Aku duduk di teras masjid dengan memakai sepatuku. Bersama dengan Kiki.

"Hei, kenapa kamu merakit tandu saat di ruangan C tadi?" tanyaku.

"Aku gagal menyelesaikannya secara tepat waktu selama 3X, itu membuatku frustasi dan sedikit ditekan saat di ruangan C" jawabnya.

"Seharusnya ditali saja sesuai lubang" kataku.

"Iya tapi Aku bingung banget"

"Eh, sumpah kak Riris menakutkan sekali tadi. Buat Aku hampir menangis tau nggak" kata Kiki.

"Ha, ha, ha, sabar" kataku.

Mataku melirik ke arah rombongan senior yang telah selesai sholat.

Saat kami berbincang di teras, para senior keluar dari masjid dan segera bersiap-siap pulang.

"Heh, syuuuut mereka mendekat" bisikku pada Kiki. Memperingatinya agar tak berkata sembarangan.

Kemudian Kami berjalan bersama keluar dari gerbang masjid. Kiki selalu naik sepeda saat pergi ke sekolah. Sedangkan Aku adalah pejalan kaki. Jadi Kami harus berpisah di sepertiga jalan sekolah. Kiki menuju parkiran, sedangkan Aku langsung berjalan menuju gerbang keluar.

"Mick, lihat!" kak Lucky memajukan wajahnya ke arahku berjalan.

"Apa?" tanya kak Micky dengan menolehkan wajahnya ke arah mata kak Lucky melihat.

"Kamu tak mengantarnya?" tanya kak Lucky.

Dengan segera kak Micky mengambil motornya dan menyusul langkah jalan kakiku.

"Mil, ayo Aku antar. Naiklah!" kata kak Micky.

Diperbincangan Kami, terlihat kak Lucky lewat dengan motornya. Dengan sombongnya dia mengegas stirnya.

"Aku duluan Mick!" katanya.

"Iya" jawab kak Micky.

"Beda banget sama Kak Micky, Kak Lucky nggak ada pedulinya sama orang" batinku.

"Ayo cepat naik, keburu sore" kata kak Micky.

Seketika perintah kak Micky membubarkan pikiranku yang jelek.

Karena ada sebuah penawaran. Jadi tak apalah Aku menerimanya. Aku naik di boncengan dengan jarak 50 cm dari tempat duduk kak Micky.

"Makasi kak telah mengantarku!" kataku.

"Iya, Aku pulang dulu" kata kak Micky.

Kak Micky langsung pergi menuju pulang ke rumah.

Setelah dari diklat, Aku langsung mandi. Dan merebahkan badanku ke ranjang.

"Hah,,, akhirnya punggungku bisa diluruskan" gumamku.

"Capek sekali rasanya. Tapi seru sekali" gumamku.

"Akhirnya Aku resmi jadi anggota PMR"

"Horeee"

Teriakanku karena senang.

...****************...

Terpopuler

Comments

꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂

꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂

hore... 👏👏👏

2023-03-07

1

auliasiamatir

auliasiamatir

semangat yah mil

2023-02-08

1

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Aku mampir lagi Kak... Semangat 💪🏻

2023-01-30

1

lihat semua
Episodes
1 Aku adalah Milanie
2 Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3 Bab 2 Menghindari Pertemuan
4 Bab 3 Naik ke Menara
5 Bab 4: Persiapan Diklat
6 Bab 5: Diklat
7 Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8 Bab 7: Makan di Kantin
9 Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10 Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11 Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12 Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13 Bab 12: Dia Menerorku
14 BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15 Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16 Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17 Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18 Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19 Bab 18: Keputusanku
20 Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21 Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22 Bab 21: Bertemu dengannya
23 Bab 22: Bermimpi
24 Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25 Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26 Bab 25: Mencari Pekerjaan
27 Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28 Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29 Bab 28: Laporan Salah
30 Bab 29: Meeting
31 Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32 Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33 Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34 Bab 33: Akhirnya bertemu
35 Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36 Bab 35: Rencananya yang Gagal
37 Bab 36: Pulang Malam
38 Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39 Bab 38: Dia Kembali
40 Bab 39: Dia Menculikku
41 Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42 Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43 Bab 42: Pertimbangan
44 Bab 43: Dia Datang Bertamu
45 Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46 Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47 Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48 Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49 Bab 48: Berunding
50 Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51 Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52 Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53 Bab 52: Cokelat Misterius
54 Bab 53: Kecewa
55 Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56 Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57 Bab 56: Deal
58 Bab 57: Pernikahan
59 Bab 58: Berkemas dan Pindah
60 Bab 59: Melampiaskan Marah
61 Bab 60: Fitnah
62 Bab 61: Adaptasi
63 Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64 Bab 63: Kembali Bekerja
65 Bab 64: Ibuku Marah
66 Bab 65: Derita Fitnah
67 Bab 66: Pelaku Terungkap
68 Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69 Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70 Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71 Bab 70: Kesiangan
72 Bab 71: Cemburu
73 Bab 72: Mengandung
74 Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75 Bab 74: Sarapan Bersama
76 Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77 Bab 76: Mati Rasa
78 Salam dari Penulis
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Aku adalah Milanie
2
Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3
Bab 2 Menghindari Pertemuan
4
Bab 3 Naik ke Menara
5
Bab 4: Persiapan Diklat
6
Bab 5: Diklat
7
Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8
Bab 7: Makan di Kantin
9
Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10
Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11
Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12
Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13
Bab 12: Dia Menerorku
14
BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15
Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16
Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17
Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18
Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19
Bab 18: Keputusanku
20
Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21
Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22
Bab 21: Bertemu dengannya
23
Bab 22: Bermimpi
24
Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25
Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26
Bab 25: Mencari Pekerjaan
27
Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28
Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29
Bab 28: Laporan Salah
30
Bab 29: Meeting
31
Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32
Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33
Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34
Bab 33: Akhirnya bertemu
35
Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36
Bab 35: Rencananya yang Gagal
37
Bab 36: Pulang Malam
38
Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39
Bab 38: Dia Kembali
40
Bab 39: Dia Menculikku
41
Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42
Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43
Bab 42: Pertimbangan
44
Bab 43: Dia Datang Bertamu
45
Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46
Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47
Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48
Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49
Bab 48: Berunding
50
Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51
Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52
Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53
Bab 52: Cokelat Misterius
54
Bab 53: Kecewa
55
Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56
Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57
Bab 56: Deal
58
Bab 57: Pernikahan
59
Bab 58: Berkemas dan Pindah
60
Bab 59: Melampiaskan Marah
61
Bab 60: Fitnah
62
Bab 61: Adaptasi
63
Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64
Bab 63: Kembali Bekerja
65
Bab 64: Ibuku Marah
66
Bab 65: Derita Fitnah
67
Bab 66: Pelaku Terungkap
68
Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69
Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70
Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71
Bab 70: Kesiangan
72
Bab 71: Cemburu
73
Bab 72: Mengandung
74
Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75
Bab 74: Sarapan Bersama
76
Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77
Bab 76: Mati Rasa
78
Salam dari Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!