Bab 3 Naik ke Menara

Hari ini adalah hari Jum'at. Hari dimana tak ada jadwal perkumpulan extrakulikuler lagi.

Siang itu, seperti biasa aku berjalan dengan kelompok boyband ku. Teman sekelasku dengan 3 anggota.

Di jurusan lain, Aku terkenal dengan cewek yang kegatelan dengan menempel ke semua cowok dalam satu sekolah.

Terlihat sekali mata-mata itu memandang sinis dan tak suka padaku. Apalagi Aku anak yang perasa. Membuatku merasa sedikit tak percaya diri dan terkucilkan.

Padahal, aku hanya berteman dengan beberapa cowok saja.

"Ah, masa bodoh. Tak peduli kata mereka, yang terpenting aku tidak melakukan kesalahan. Atau menyakiti hati orang lain"

Pikiran itulah yang kuteguhkan hingga aku dapat menikmati hari-hariku bersama teman-temanku.

...****************...

Kedua temanku ini mereka sangat nakal. Melakukan sholat pun jarang. Mereka juga tak peduli dengan nilai mereka dalam pelajaran. Tapi jika dengan teman. Merekalah yang paling setia dan siap membela kapan pun teman itu saat jatuh. Aku memanggil mereka dengan nama Encung dan A'ad. Encung yang memiliki kulit yang putih. Sedangkan A'ad memiliki kulit coklat dengan wajah yang manis.

Namun, karena Aku teman yang baik. Tak bosan Aku selalu menyuruh mereka untuk mengerjakan sholat.

Berteman dengan mereka bukan untuk ikut kemalasan mereka. Tapi justru ingin membangkitkan semangat mereka. Setidaknya kewajiban sholat mereka laksanakan. Itu saja.

Waktu telah memasuki sholat jum'at.

"Sholatlah, sebelum kamu di sholatkan!" celotehku kepada mereka.

"Oh, sepertinya aku lupa dengan kaos kakiku di kelas" kata temanku A'ad.

"Aku juga lupa topiku saya taruh dimana tadi" disusul dengan alasan temanku satunya yaitu Encung.

Mereka berdua langsung beranjak pergi menjauhi masjid sekolah.

"Astaga,,, Entah setan model apa yang berhasil membuat mereka seperti ini. Mereka sangat bandel sekali" gumamku.

Yah,, begitulah teman cowokku. Nakal, tapi mereka menjaga dan setia kawan.

Meski seperti itu, Aku tetap ingin terus mengingatkan mereka tentang hal ini.

...****************...

Lagi-lagi pikiranku sekarang termakan oleh racun yang tak terlihat oleh mata.

Meski Aku telah meneguhkan perasaanku untuk merasa masa bodoh. Mendengar seseorang menjelekkanku di belakang. Membuat badanku merasa lemas. Kata-kata yang dirangkai oleh mereka telah berhasil melemaskan semua otot di tubuhku. Dengan sedikit suntikan itu membuat segala kepercayaan diriku turun.

"Sepertinya memang Aku butuh sedikit refreshing saat ini" pikirku.

Mengetahui jika hari ini jadwal extraku kosong. Akhirnya aku putuskan untuk menjenguk pemandangan menara.

"Setidaknya pikiran jelek itu tersingkirkan dari benakku sejenak" pikirku.

Berhubung badanku pendek, tentu Aku butuh seseorang yang dapat mengulurkan tangannya saat di tangga bagian 2 yang jaraknya lebih jauh dibandingkan dengan tinggi badanku.

Akhirnya Aku harus mengajak sahabat kakak seniorku, yaitu kak Micky untuk naik menara air sekolah.

Sudah sejak 1 bulan Aku disibukan dengan persiapan anggota baru di extra yang kuikuti. Membuatku tak ada waktu untuk naik ke menara air selama ini.

"Kak Mick, bisa ke menara?" pesanku lewat Whats up.

"Bisa. Kamu dimana? " jawab kak Micky.

"Aku di Perpustakaan" jawab pesanku.

Hanya dalam 2 menit kak Micky telah muncul dari arah depan.

"Ayo!" ajaknya.

Aku langsung berdiri dan mulai menaiki tangga menara.

Dimulai dengan kak Micky yang naik duluan memanjat. Kemudian disusul denganku.

Seperti biasa, saat di kedua tangga bagian atas. Aku tak mampu meraihnya. Jadi Aku membutuhkan bantuan sedikit untuk dapat berhasil masuk ke menara atas.

"Kak Micky, tolong Aku!" kataku.

"Ayo" katanya dengan mengulurkan tangannya untuk meraih tanganku.

Dengan sedikit menahan, badanku dapat menjangkau tangga atas berikutnya.

"Hah,,, akhirnya berhasil. Makasih kak. Kakak memang yang terbaik deh" sedikit kata manis untuk membuatnya senang.

Saat aku menoleh ke arah kiri. Aku benar-benar terkejut. Ternyata kak Lucky juga sedang ada di sini. Dia sedang duduk di sebelah kiri menghadap arah utara.

"Astaga" kata spontanku.

Kak Lucky hanya melihatku dan melihat kearah kak Micky.

"Loh Luck, sudah lama kamu di sini?" tanya kak Micky.

"Iya rumayan. Kalian pacaran?" kata kak Lucky.

"Apa terlihat seperti itu?" tanya kak Micky balik. Dengan menyiratkan rambutnya. Seperti orang yang paling tampan sedunia.

"Iya" jawab kak Lucky.

"Tidak, kami hanya sahabat kok kak" jawabku ketus.

Disela-sela keheningan ini bersama angin yang berkeliaran pada sore hari. Aku telah menyiapkan beberapa cemilan gorengan di dalam tas ranselku.

Kemudian Aku mengeluarkannya, agar dimakan bersama dengan duduk melihat pemandangan.

"Ini kak Mick, makan" kataku dengan menyodorkan makanan kepada mereka.

"Kak Luck, makan" kataku agar aku tak terlihat mengacuhkan seseorang. Meski Aku tahu kak Lucky tak akan mengambilnya.

Tak ku sangka, setelah kak Micky mengambil satu makanan. Di susul oleh tangan yang lain yaitu tangan Kak Lucky.

"Kamu anak PMR juga kan?" tanya Kak Lucky dengan memakan 1 buah gorengan dariku.

"Haduh,,, pasti dia masih mengingat kebohonganku waktu itu" batinku.

"Hah,,, ke sini tujuanku mencari ketenangan, tapi kenapa justru bertemu kakak ini sih" batinku.

"Iya kak" jawabku berpura-pura tenang.

"Dengan tinggimu yang sejengkal lutut. Nekat sekali hingga datang ke sini" kata kak Lucky.

"Apa katanya? Tinggi sejengkal lutut? Ternyata selain dia cuek. Dia juga orang yang memiliki sisi yang menyebalkan" batinku.

"Ini bukan tentang nekat atau tentang tinggi badan. Tapi melihat ketinggian adalah hobyku kak" kataku menjelaskan.

"Apa sebaiknya aku meminta maaf saja ya? Bagaimana pun dia Senior yang paling berperan di anggota PMR." batinku.

"Kak, untuk waktu itu. Saya meminta maaf telah berbohong kepada kakak Senior" kataku lirih.

"Apa maksudmu?" tanya kak Lucky.

"Tentang kecoak itu" kataku.

"Oh itu, iya" jawab kak Lucky.

"Huffffft" nafasku langsung lega mendengar jawabannya..

Bagaimana pun PMR adalah extra yang paling aku sukai. Jadi Aku tak mau meninggalkannya karena ketakutan ini.

"Tapi bersiap-siaplah untuk diklat minggu depan" kata kak Lucky. Dengan tersenyum tipis. Dan ini pertama kalinya Aku melihatnya tersenyum.

"Apa? Diklat?" tanyaku.

"Kak, apakah memang ada diklat?" tanyaku kepada kak Micky.

"Iya, setiap junior akan dilakukan diklat penerimaan anggota baru. Dan untuk angkatan kamu kalau nggak salah akan dilakukan minggu depan" jawab kak Micky.

" Apa maksudnya dengan bersiap-siap?"

Pikiranku bertanya-tanya. Bukankah diklat adalah kesempatan pelampisan emosi senior ke juniornya?

"Astaga, ini mengerikan" gumamku.

"Apa yang mengerikan?" tanya kak Micky.

"Bagaimana jika Aku tidak usah ikut diklat kak. Gak papa kan? Kak Micky kan sahabatku. Jadi cukup Aku saja yang tidak perlu melakukan Diklat ya?" rengekku kepada kak Micky.

"Ini bukan tentang sahabat atau bukan Mil. Tapi memang ini peraturannya. Jika kamu tak ikut seperti yang lain. Takutnya akan ada yang iri" jawab kak Micky.

"Kalau begitu Aku izin sakit saja kalau begitu ya" kata Milanie.

"Izin sakit pun kamu akan tetap melakukan diklat. Dan akan dilakukan diklat susulan. Justru bisa jadi diklat susulan itu kamu lakukan sendiri" kata Kak Micky.

Mataku melirik ke tempat duduk kak Lucky. Dan Aku membayangkan betapa Dia akan mengambil kesempatan emas ini untuk membalasku.

"Astaga, Kalo gitu Aku izin keluar saja dari PMR" kata spontanku.

"Kenapa?" tanya kak Micky.

"Keluar ya keluar. Belum dilakukan saja mentalmu sudah keriput. Tidak main sama sekali" kata kak Lucky.

"Mental keriput?" batinku meluap-luap mendengar kata ketusnya.

"Aku bukan mental keriput kak. Tapi Aku,,, baiklah! Aku pastikan akan ikut diklat junior minggu depan" kata tegasku dengan sedikit mengerem emosi.

"Hah,,, daripada dicap mental keriput. Jadi apapun yang terjadi akan Aku hadapi" batinku.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

aku mampir lagi Kak di karyamu...

aku kasih 🌹 untukmu Thor bias makin semangat menulisnya hehhehe

2024-04-27

0

Sunmei

Sunmei

ssmangat kaka. 2like hadir

2023-02-02

1

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Enak dingin2 makan gorengan

2023-01-25

1

lihat semua
Episodes
1 Aku adalah Milanie
2 Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3 Bab 2 Menghindari Pertemuan
4 Bab 3 Naik ke Menara
5 Bab 4: Persiapan Diklat
6 Bab 5: Diklat
7 Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8 Bab 7: Makan di Kantin
9 Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10 Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11 Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12 Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13 Bab 12: Dia Menerorku
14 BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15 Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16 Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17 Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18 Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19 Bab 18: Keputusanku
20 Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21 Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22 Bab 21: Bertemu dengannya
23 Bab 22: Bermimpi
24 Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25 Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26 Bab 25: Mencari Pekerjaan
27 Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28 Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29 Bab 28: Laporan Salah
30 Bab 29: Meeting
31 Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32 Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33 Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34 Bab 33: Akhirnya bertemu
35 Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36 Bab 35: Rencananya yang Gagal
37 Bab 36: Pulang Malam
38 Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39 Bab 38: Dia Kembali
40 Bab 39: Dia Menculikku
41 Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42 Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43 Bab 42: Pertimbangan
44 Bab 43: Dia Datang Bertamu
45 Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46 Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47 Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48 Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49 Bab 48: Berunding
50 Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51 Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52 Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53 Bab 52: Cokelat Misterius
54 Bab 53: Kecewa
55 Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56 Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57 Bab 56: Deal
58 Bab 57: Pernikahan
59 Bab 58: Berkemas dan Pindah
60 Bab 59: Melampiaskan Marah
61 Bab 60: Fitnah
62 Bab 61: Adaptasi
63 Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64 Bab 63: Kembali Bekerja
65 Bab 64: Ibuku Marah
66 Bab 65: Derita Fitnah
67 Bab 66: Pelaku Terungkap
68 Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69 Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70 Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71 Bab 70: Kesiangan
72 Bab 71: Cemburu
73 Bab 72: Mengandung
74 Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75 Bab 74: Sarapan Bersama
76 Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77 Bab 76: Mati Rasa
78 Salam dari Penulis
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Aku adalah Milanie
2
Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3
Bab 2 Menghindari Pertemuan
4
Bab 3 Naik ke Menara
5
Bab 4: Persiapan Diklat
6
Bab 5: Diklat
7
Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8
Bab 7: Makan di Kantin
9
Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10
Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11
Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12
Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13
Bab 12: Dia Menerorku
14
BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15
Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16
Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17
Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18
Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19
Bab 18: Keputusanku
20
Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21
Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22
Bab 21: Bertemu dengannya
23
Bab 22: Bermimpi
24
Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25
Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26
Bab 25: Mencari Pekerjaan
27
Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28
Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29
Bab 28: Laporan Salah
30
Bab 29: Meeting
31
Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32
Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33
Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34
Bab 33: Akhirnya bertemu
35
Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36
Bab 35: Rencananya yang Gagal
37
Bab 36: Pulang Malam
38
Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39
Bab 38: Dia Kembali
40
Bab 39: Dia Menculikku
41
Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42
Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43
Bab 42: Pertimbangan
44
Bab 43: Dia Datang Bertamu
45
Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46
Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47
Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48
Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49
Bab 48: Berunding
50
Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51
Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52
Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53
Bab 52: Cokelat Misterius
54
Bab 53: Kecewa
55
Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56
Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57
Bab 56: Deal
58
Bab 57: Pernikahan
59
Bab 58: Berkemas dan Pindah
60
Bab 59: Melampiaskan Marah
61
Bab 60: Fitnah
62
Bab 61: Adaptasi
63
Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64
Bab 63: Kembali Bekerja
65
Bab 64: Ibuku Marah
66
Bab 65: Derita Fitnah
67
Bab 66: Pelaku Terungkap
68
Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69
Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70
Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71
Bab 70: Kesiangan
72
Bab 71: Cemburu
73
Bab 72: Mengandung
74
Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75
Bab 74: Sarapan Bersama
76
Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77
Bab 76: Mati Rasa
78
Salam dari Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!