Musim kemarau telah berlalu. Kini telah datang musim dimana langit sering kali menangis menumpahkan airnya. Musim hujan adalah waktu yang tepat, dimana pohon mangga mengeluarkan hasilnya.
Dengan bentuknya yang mungil, mangga-mangga itu berjajaran rapi tergeletak di teras kelas. Sekitar ada 7 hingga 10 buah yang berhasil didapatkan. Dengan kulitnya yang semburat hijau tua. Ada yang masih meneteskan getahnya, ada pula yang sudah tidak mengeluarkan getah apapun. Ada juga teksturnya yang sedikit empuk.
Dalam sekejab, di bawah pohon kasturi itu telah berserakan banyak dedaunan hijau yang masih segar hasil dari kekreatifan sang kakak-kakak Senior.
Bisa dibilang, kami adalah murid yang sedikit nakal dalam hal makanan gratis. Ya,,, anggap saja ini harga setimpal dengan pembiayaan uang gedung sekolah Kami.
Karena telah banyak pengalaman tentang budidaya ini setiap musim hujan. Kak Micky dan kak Lucky telah faham dimana letak pisau jika mereka membutuhkan.
Di ruangan dekat greenhouse, terdapat pisau yang kadang digunakan untuk proses pembibitan.
Saat akan memakan buah mangga ini, Kami membutuhkannya. Sehingga kami harus berpindah tempat ke sana.
Dengan mengambil kantong plastik seadanya. Lalu memasukkan ke dalamnya. Kemudian membawanya ke arah greenhouse.
Kami menikmati mangga itu di depan teras ruangan kak Micky dan kak Lucky.
Memakan buah yang manis, segar dan renyah. Ditemani dengan pemandangan lahan produksi Agrikultura. Bersama angin yang berhembus sepoi-sepoi. Ini adalah seuah aktifitas yang hampir sama dengan rekreasi. Alias nikmat alam.
Aku menggigit buah mangga itu yang telah kukupas dan ku irisi bentuk sepertiga setengah dari bagian setengahnya.
"Krezzzhhh"
Hem,,,, rasanya manis, renyah dan unik berpadu menjadi satu di indra pengecapku. Cita rasanya sungguh luar biasa. Membuat 1 suapan menagih ke suapan yang berikutnya. Membuatku kikuk dan tak peduli lainnya lagi selain memakannya.
"Wah,,, ini rasanya enak sekali kak" kataku dengan menikmati mangga yang berada di depanku.
Karena Aku merasa Kami berempat adalah teman sekarib. Sudah tak ada malu-malu kucing lagi bagiku kepada kakak seniorku. Dengan lahap Aku memakannya. Seperti kucing gelandangan yang sedang kelaparan.
"Hfffftt,,, Memang sering kali yang memiliki tubuh kecil yang paling banyak makannya" kata kak Lucky sedikit menahan tertawanya.
Tak ku sadari Dia memperhatikan tingkahku sejak tadi.
Mendengar perkataannya Aku menoleh ke Kiki dan kak Micky. Dibandingkan Mereka, memang ukuran tubuhku lebih kecil dari Mereka. Sudah jelas jika kak Lucky sengaja menyindirku.
"Justru yang kecil harus lebih banyak makan, biar cepat tambah besar tahu" jawabanku tak mau kalah.
"Dari dulu badanmu juga segitu. Lari kemana makanan yang selama ini kamu makan. Atau jangan-jangan kamu cacingan ya?" kata kak Lucky.
"Apa cacingan? Ya nggak lah" jawabku.
"Kamu pernah meminum obat cacing?" tanyanya.
"Nggak ngapain?" tanyaku.
"Hewan saja butuh 6 bulan sekali diberi obat cacing. Itu juga berlaku pada manusia. Mick, lain kali belikan Milanie obat cacing geh! " kata kak Lucky.
"Ih, apaan sih kenapa kak Micky yang harus beli. Aku sendiri juga bisa" jawabku sedikit kesal dengan sikap kak Lucky yang suka bersikap seolah kak Micky adalah pacarku.
"Ha, ha, ha, ha, ha," kak Lucky terkekeh melihat expresi sebalku.
Aku duduk bersebelahan dengan Kiki. Sedangkan kak Micky duduk di sebelah kananku bersama kak Lucky di samping kanannya.
Sedangkan kak Micky dan Kiki Mereka hanya memandangi keakrabanku sama kak Lucky.
Karena semenjak kak Micky berteman dengan kak Lucky, selama ini dia tidak pernah menawarkan perkataan yang ramah. Terutama kepada perempuan. Dia hanya berkata sepentingnya saja. Namun saat denganku, baru ini kak Lucky melontarkan candaan. Seperti tak ada batasan yang dipasang antara Aku dan kak Lucky.
Apakah memang karena kak Micky telah memberitahu kak Lucky tentang perasaannya. Sehingga kak Lucky menganggap Milanie teman akrabnya juga? Atau memang ada alasan yang lain?
Pertanyaan itulah yang dipikirkan kak Micky melihat sikap teman karibnya yang tak seperti biasanya itu.
...****************...
Hari semakin gelap, membuat Kami terpaksa harus pulang dari sana. Dengan berat hati Aku melangkah pulang.
Kiki yang pergi sekolah berkendara sepeda motor itu menawarkan tumpangan kepadaku. Kebetulan teman yang selalu diboncengnya tidak masuk hari ini karena dia sakit. Kiki dan teman tetangganya selalu berboncengan setiap pergi ke sekolah. Dengan bensin yang bergantian pula. Sistem ini lebih hemat dari pada harus naik sepeda sendiri-sendiri.
"Mil, bareng Aku saja." kata Kiki.
Aku mengangguk-anggukkan kepala, menyetujui ajakan Kiki. Melihat hari semakin gelap. Segera pulang adalah pilihan terbaik.
Menyetir sepeda motor dengan memakai helmnya yang dibuka kaca depannya. Suara yang terbawa angin itu menyapa telingaku.
"Mil, sumpah hari ini Aku seneng banget" kata Kiki.
"Sama, Aku juga senang dengan mangganya" jawabku.
"Iya mangganya memang enak. Tapi Aku lebih seneng banget bisa main bareng sama kak Lucky. Jantungku rasanya sangat berdebar tadi. Senyumnya, suaranya, bolamatanya yang bulat namun sipit seperti kelinci itu mampu menggugat nadiku untuk berhenti bekerja" kata Kiki.
"Ah, lebay banget sih lo Ki" kataku.
"Beneran Mil, lain kali kalo ada kak Lucky ajak Aku lagi ya Ki hehe" kata Kiki.
"Iya" jawabku.
"Ya udah Aku masuk, mampir dulu yuk!" kataku.
"Sudah mau gelap Mil, kapan-kapan aja. Aku langsung pulang ya!" kata Kiki.
"Iya hati-hati" kataku.
"Dah"
"Dah"
Aku berjalan masuk ke lorong gang antara perumahan menuju tempat kamar kosku dengan menggenggam kantong plastik berwarna merah jambu. Yang di dalamnya terisi 3 buah mangga. Sisa yang tak termakan karena waktu berlalu sangat cepat.
Dengan senyum-senyum Aku memeganginya erat-erat. Karena Aku terlanjur jatuh cinta untuk pertama kali dengan rasanya.
Membuat ku memegang erat kantongnya saat dibonceng oleh Kiki. Antisipasi agar tak ada satu pun buah yang jatuh.
Aku melanjutkanku kegiatan rutinku dengan mengaji setelah membersihkan badanku.
Di dekat kos ku terdapat sebuah masjid yang terletak di dalam gang. Masjid ini sangat dekat berjarak 1 meter dari kamar kos ku. Setiap maghrib Aku selalu mengikuti sholat berjamaah di sana. Lalu dilanjutkan dengan mengaji tentang membaca dan tafsir Al-qur'an.
Murid yang mengaji tak terlalu banyak. Berjumlah 6 orang untuk putrinya dan 15 untuk laki-lakinya. Bangku antara laki-laki dan perempuan dipisah. Dengan 1 orang ustad yang berada di depan. Kami selalu mendengarkan setiap perkataannya.
Guru ngajiku ini kira-kira telah menginjak usia 65 tahun. Dia tak dapat melihat, namun Dia hafal hadits dan tafsir Al-qur'an. Penglihatannya ini telah diambil sejak 2 tahun yang lalu. Jadi matanya tak dapat melihat bukan dari Dia lahir. Melainkan ada penyakit yang disebut katarak mata yang berhasil menggerogoti matanya.
Dengan bersilih ganti kami membaca Al-qura'an secara bergiliran.
Lalu ustadku membunyikan arti ayat yang telah kami baca.
Sungguh Aku kagum, sudah 2 tahun tak melihat, namun dia masih dapat membunyikan arti ayat Al-qur'an dengan tepat dan kata-kata yang sama persis yang ditulis di mushaf Al-qur'an.
Membuatku ingin berlomba menghafalkan nya juga.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
tanggung jawab kak, aku jadi kepengen makan buah mangga juga nih.. ☹️☹️☹️
2023-03-07
1
mom mimu
jadi tamparan buat diri sendiri yang masih susah hafal dan ngerti kalo masalah ngaji Al Qur'an 😢😢
semangat kakak... 💪🏻💪🏻💪🏻
aku hadiahi satu iklan deh...
2022-12-13
2
linda sagita
nggak asyik ah, sahabat tp kayak nggak akur, jangan dwkat2 lah am si lucky
2022-12-06
1