Aku Bukan Menantu Idaman

Aku Bukan Menantu Idaman

Aku adalah Milanie

Prolog

Di sebuah ruangan keluarga. Aku duduk di bangku sebelah barat dan di depanku telah duduk 2 orang paruh baya.

Mereka adalah orang tuaku, Ayah dan Ibuku.

"Ibu, Milanie ingin kuliah jurusan Dokter" kataku.

"Bagaimana Yah? Milanie ingin kuliah" kata ibuku.

Ayahku hanya terdiam. Dia tak mengucapkan sepatah katapun.

"Tanya pada Ayahmu Mil, apakah Ayahmu memiliki uang untuk membiayaimu" kata ibuku.

Aku melakukan apa yang dikatakan oleh ibuku.

"Ayah, bagaimana?" tanyaku.

Ayahku tetap diam. Ayahku hanya memutar-mutar jari telunjuknya bergesekkan dengan jari yang lain.

"Ibu?" kataku berharap agar mendapat jawaban dari Mereka.

Namun tak ada jawaban tentang persetujuan ini padaku.

Aku sadar, jika ekonomi keluargaku saat ini sedang sekarat.

Tanpa memaksa, karena tak ada persetujuan dari orang tuaku. Semangatku seketika luntur. Tapi Aku tak ingin tumbang di sini.

Aku memutuskan, setelah lulus ini untuk bekerja dan menabung. Agar suatu saat bisa berkuliah dengan biayaku sendiri.

Itulah harapanku.

"Ibu, Aku dipanggil untuk interview di Malang" kataku dengan senang.

"Kamu mau kerja apa?" tanya ibuku.

"Di sana ada lowongan untuk bekerja di perkebunan" kataku.

"Kamu itu perempuan Mil. Di rumah saja!" kata kakak laki-lakiku.

Seketika mendengar perkataan kakakku dadaku terasa sangat sesak.

"Kenapa jika Aku perempuan?" batinku.

"Tak memiliki hak kah Aku jika ingin menghasilkan sesuatu sendiri?" batinku.

Sedangkan Ibuku tak bisa mengantarku.

Tak ada yang mendukungku di keluarga ku sendiri. Rasanya Aku frustasi. Tak ada yang bisa mengerti tentang keinginanku.

Sedangkan Aku tak diizinkan keluar kemanapun saat itu. Bagaikan tahanan yang tak bergelar.

Hingga seketika, suatu hari Aku dilamar dengan seseorang. Dan dari situlah hidupku berubah 360 derajat.

...****************...

Di depan kotak persegi panjang itu memantulkan wajah seorang gadis yang berkulit putih, dengan dihiasi kelopak mata yang bulat, diikuti dengan rambut yang lurus dan terlihat kecil. Dengan bajunya yang bergaya casual dan sederhana.

Itu adalah Aku. Aku sedang duduk di depan kaca.

Saat ini, pikiranku terasa terombang-ambing bagaikan angin topan. Batinku berkecambuk. Serasa ada peperangan yang sedang terjadi di dalam tubuhku.

Saat aku menyadari ada seseorang yang serius ingin menikahiku. Rasanya aku takut. Badanku menggigil. Dengan umurku yang masih muda belia. Kenapa pernikahan ini terjadi begitu cepat?

Disisi lain, cinta yang ku inginkan juga menghilang karena kulepas demi impianku. Tapi, pada kenyataannya impianku hancur saat seseorang hadir di kehidupanku. Rasanya hidupku sangat putus asa.

Peperangan antara pikiran dan hatiku mulai meledak.

Aku ingin menolak semua ini. Tapi tanpa secara langsung, keadaanku lah yang memaksaku untuk menerima pinangan ini.

"Astaga, bagaimana ini?"

"Apa aku kabur saja dari rumah?"

"Tapi jika aku melakukannya, bagaimana dengan nama orang tuaku?"

Itulah hal yang aku fikirkan pertama kali saat mendapat pinangan dari seseorang yang berambisi memilikiku.

Sepertinya Nafsu telah menguasainya hingga ingin segera menikah cepat denganku.

Dia adalah laki-laki berumur 15 tahun lebih tua dariku.

Aku benar-benar sangat bingung bagaimana caranya menolak situasi ini.

Mundur aku tak bisa. Maju hatiku berteriak jika aku tidak menginginkannya.

"Lalu bagaimana? Rasanya aku ingin menghilang dari bumi saja?" gumamku.

...****************...

.

.

.

Kenalan dulu yuk!!!

Namaku adalah Melanie. Aku adalah anak gadis semata wayang dari keluargaku.

Tentu, dari kecil orang tuaku membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

Melihat kasih sayang mereka yang besar, membuatku ingin sekali menjadi seorang anak yang dapat dibanggakan oleh mereka.

Untuk itu, aku selalu rajin belajar dalam sekolahku. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh semua yang diberikan oleh guruku. Demi mendapat peringkat dalam kelasku.

Tanpa kusadari, aku adalah anak yang termasuk ambisius hehe...

Ambisius menjadi orang yang sukses dengan cita-cita yang setinggi langit.

Yah,,, selagi tak merugikan orang lain. Menurutku itu, tidak masalah.

...****************...

Orang tuaku memfokuskan aku untuk lebih hidup mandiri. Yang terpenting dapat menghasilkan uang dari hasil jerih keringat sendiri. Tanpa harus berharap atau menjadi benalu orang lain.

Saat masa sekolah SMA, temanku banyak yang cowok. Jadi, bisa dibilang aku gadis yang tomboy. Tapi juga gadis yang pemalu.

Gimana ya,,, iya itu dah. Intinya melakukan hal-hal seperti cewek umumnya itu aku males. Kayak belanja, memasak, suka make-up. Kegiatan itu semua. Duh,,, bukan aku banget. Soalnya semua itu butuh uang yang banyak. Karena aku terdidik untuk terbiasa hidup sehemat mungkin untuk keperluanku.

Jadi Aku lebih suka ke penampilan apa adanya dan pakai Baju apa adanya.

Hobyku itu berjalan-jalan. Hal yang sangat aku sukai adalah ketinggian. Aku lebih suka dengan hal yang seru dan menantang. Daripada duduk diam di rumah. Bagiku itu sangat membosankan.

Jadi bisa dibilang, memanjat adalah aktifitas wajib bagiku. Atau melakukan perjalanan di bukit itu adalah duniaku.

Bisa dibilang juga,,, aku anak yang menyukai kebebasan.

...****************...

.

.

.

Masa-masa Sekolah

Langit cerah itu bagaikan laut luas yang berada di atas tubuhku. Menatapku dengan gambar ombak putih yang menggumpal di beberapa bagian. Bersama Mentari yang sedang melihatku, dengan warna sedikit kemerahan dari arah Barat. Mentari itu terlihat sangat malu hingga dia akan sembunyi di balik pegunungan.

Musim hujan telah berlalu, sekarang beranjak masuk di awal musim panas.

Di bawah kakiku, terlihat banyak tumbuhan yang berwarna hijau sedang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya menjulang kokoh keatas dengan tegapnya. Digerumuni oleh daun-daun hijau yang segar. Memberi perpaduan warna yang sempurna di mataku yang sedang aku lihat saat ini.

.

Di sana, juga ada beberapa bangunan diantara tumbuhan itu. Terlihat persegi panjang yang kecil dari sini sedang berjajar rapi. Itulah bangunan kelas dari sekolahku.

Saat ini, Aku duduk di antara 2 pria cakep yang merupakan kakak seniorku. Salah satu dari Mereka adalah sahabatku. Namanya adalah Micky.

Sudah sering kali Aku dan sahabat kakak seniorku ini memanjat menara air di sekolah.

Hal yang membuatku candu di sana adalah suguhan pemandangan yang mampu menyegarkan mata. Serta mendamaikan jiwa. Yah,,,, hitung-hitung wisata gratis hehe,,,,

Ditambah lagi ada seseorang yang cakep dan siaga selalu menjagaku.

Membuat hidupku terasa sangat sempurna untuk aku jalani.

Namun, kali ini ada laki-laki lain yang juga ikut memanjat di menara air itu. Dia laki-laki yang sangat pendiam. Dan saat itu, aku belum mengenalnya.

"Wah,, sepertinya masih silau" kataku.

"Kemarilah, di sini lebih teduh!" jawab micky.

Micky menepuk-nepukkan tangannya di semen menara air bagian bawah itu. Kode agar aku duduk di tempat yang teduh itu.

Disisi menara lainnya, aku melihat seseorang yang lebih suka menyendiri. Dia hanya diam dan tak menggubris tentang keberadaanku.

Aku memiliki beberapa kelebihan. Yaitu dapat merasakan apa yang dirasakan orang itu saat melihat wajahnya.

Aku melihat pemuda penyendiri itu terlihat kesepian. Di raut wajahnya tertulis bahwa ada suatu tanggung jawab yang harus dia selesaikan.

Pantulan rasa ini yang mendorongku untuk ingin menghiburnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk menyapanya terlebih dahulu.

"Hei kak siapa namamu?" tanyaku.

Mendengar sapaku dia hanya melirikkan matanya dan tetap diam.

"What? Aku dikacangin?" batinku.

Membuatku merasa habis menanyai sebuah dinding.

"Hah, kenapa aku peduli? Lagian siapa dia?" batinku.

Aku duduk kembali di tempat yang teduh itu bersama Micky.

Micky itu sangat ramah kepada siapapun. Jadi sudah wajar jika aku bisa bersahabat akrab dengannya.

"Siapa namanya?" tanyaku kepada Micky.

"Dia Lucky, teman sekelasku" jawab Micky.

"Owh" jawabku.

Saat sunset itu akan tenggelam. Aku melihatnya, dan mendadak menjadi orang yang paling ramai di sana.

Dengan membawa ponsel aku bersiap-siap memfoto pemandangan yang indah itu. Tak ingin terlewat melihat moment yang paling menakjubkan ini.

"Wah,,, bagus sekali kak!" kataku.

"Cekreek"

"Cekreeek"

"Cekreeek"

Aku memfoto setiap perubahan yang ada. Tak apa itu membuat memoriku penuh. Nanti jika ada waktu luang, akan aku pilih lagi foto yang paling bagus.

Tak lupa juga aku mengajak sahabatku Micky untuk berfoto juga.

Dan karena aku bukan orang yang suka mengucilkan yang lain. Akhirnya pemuda yang bernama Lucky itu aku ajak sekalian foto.

"Kak ayo foto bareng?" ajakku.

"nggak usah" jawabnya.

"Baiklah, yang penting aku sudah mengajaknya dengan baik. Kalo dia menolak juga nggak apa-apa" batinku.

Hari semakin larut, membuat kami semua terpaksa harus meninggalkan menara itu.

Kami menuruni tangga. Micky yang selalu memperhatikanku. Karena dia tahu aku kecil. Jadi ada 2 bagian tangga yang tidak dapat aku raih.

Saat aku hendak turun, kebetulan pemuda yang bernama Lucky itu yang ada di sebelahku. Aku sempat meminta tolong padanya. Tapi dia tidak peduli.

Dengan menyodorkan tanganku berharap diraih olehnya.

"Hei, tolong aku" kataku.

Dia tak merespon apapun. Aku tak tahu dia memang tak mendengar atau memang tak mau mendengar.

"Ha,,, dasar menyebalkan. Cuek sekali" batinku

Akhirnya Micky yang membantuku untuk meraih tanganku. Agar aku turun dengan selamat.

Ketinggian 10 meter telah kami lalui.

Waktu terasa sangat cepat. Mendadak sudah waktu maghrib saja.

Setelah itu kami melakukan sholat di masjid sekolah.

Sekolahku sudah memakai sistem full day. Jadi pulang sore hari sudah biasa. Apalagi untuk para murid yang mengikuti kegiatan extrakulikuler.

Rumahku jauh dari sekolah. Tapi aku adalah anak kos. Jadi selalu berjalan kaki jika hendak pulang pergi sekolah.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

Hay Thor aku mampir niih, salam kenal yaa...

2024-04-21

1

վմղíα | HV💕

վմղíα | HV💕

salam kenal dari yunia mampir juga kecerita ku ya

2023-03-29

1

jangan lupa mampir di karyaku juga ya dan beri dukungannya. sekalian boleh minta folback nya agar bisa berteman

2023-03-13

1

lihat semua
Episodes
1 Aku adalah Milanie
2 Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3 Bab 2 Menghindari Pertemuan
4 Bab 3 Naik ke Menara
5 Bab 4: Persiapan Diklat
6 Bab 5: Diklat
7 Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8 Bab 7: Makan di Kantin
9 Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10 Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11 Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12 Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13 Bab 12: Dia Menerorku
14 BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15 Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16 Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17 Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18 Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19 Bab 18: Keputusanku
20 Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21 Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22 Bab 21: Bertemu dengannya
23 Bab 22: Bermimpi
24 Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25 Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26 Bab 25: Mencari Pekerjaan
27 Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28 Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29 Bab 28: Laporan Salah
30 Bab 29: Meeting
31 Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32 Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33 Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34 Bab 33: Akhirnya bertemu
35 Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36 Bab 35: Rencananya yang Gagal
37 Bab 36: Pulang Malam
38 Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39 Bab 38: Dia Kembali
40 Bab 39: Dia Menculikku
41 Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42 Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43 Bab 42: Pertimbangan
44 Bab 43: Dia Datang Bertamu
45 Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46 Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47 Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48 Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49 Bab 48: Berunding
50 Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51 Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52 Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53 Bab 52: Cokelat Misterius
54 Bab 53: Kecewa
55 Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56 Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57 Bab 56: Deal
58 Bab 57: Pernikahan
59 Bab 58: Berkemas dan Pindah
60 Bab 59: Melampiaskan Marah
61 Bab 60: Fitnah
62 Bab 61: Adaptasi
63 Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64 Bab 63: Kembali Bekerja
65 Bab 64: Ibuku Marah
66 Bab 65: Derita Fitnah
67 Bab 66: Pelaku Terungkap
68 Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69 Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70 Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71 Bab 70: Kesiangan
72 Bab 71: Cemburu
73 Bab 72: Mengandung
74 Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75 Bab 74: Sarapan Bersama
76 Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77 Bab 76: Mati Rasa
78 Salam dari Penulis
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Aku adalah Milanie
2
Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3
Bab 2 Menghindari Pertemuan
4
Bab 3 Naik ke Menara
5
Bab 4: Persiapan Diklat
6
Bab 5: Diklat
7
Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8
Bab 7: Makan di Kantin
9
Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10
Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11
Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12
Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13
Bab 12: Dia Menerorku
14
BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15
Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16
Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17
Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18
Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19
Bab 18: Keputusanku
20
Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21
Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22
Bab 21: Bertemu dengannya
23
Bab 22: Bermimpi
24
Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25
Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26
Bab 25: Mencari Pekerjaan
27
Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28
Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29
Bab 28: Laporan Salah
30
Bab 29: Meeting
31
Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32
Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33
Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34
Bab 33: Akhirnya bertemu
35
Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36
Bab 35: Rencananya yang Gagal
37
Bab 36: Pulang Malam
38
Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39
Bab 38: Dia Kembali
40
Bab 39: Dia Menculikku
41
Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42
Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43
Bab 42: Pertimbangan
44
Bab 43: Dia Datang Bertamu
45
Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46
Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47
Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48
Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49
Bab 48: Berunding
50
Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51
Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52
Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53
Bab 52: Cokelat Misterius
54
Bab 53: Kecewa
55
Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56
Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57
Bab 56: Deal
58
Bab 57: Pernikahan
59
Bab 58: Berkemas dan Pindah
60
Bab 59: Melampiaskan Marah
61
Bab 60: Fitnah
62
Bab 61: Adaptasi
63
Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64
Bab 63: Kembali Bekerja
65
Bab 64: Ibuku Marah
66
Bab 65: Derita Fitnah
67
Bab 66: Pelaku Terungkap
68
Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69
Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70
Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71
Bab 70: Kesiangan
72
Bab 71: Cemburu
73
Bab 72: Mengandung
74
Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75
Bab 74: Sarapan Bersama
76
Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77
Bab 76: Mati Rasa
78
Salam dari Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!