Bab 18: Keputusanku

Aku berlatih dengan kak Lucky di aula seperti yang telah diputuskan.

Aku sangat nyaman bercakap dengan kak Lucky. Sehingga banyak hal pribadiku yang Aku ceritakan kepadanya. Tanpa batas apapun.

Kami saling bercanda, tertawa dan saling menatap.

Wajah merah terlukis pada kedua pipi kak Lucky bagaikan buah jambu. Sedangkan Aku menunduk bagaikan putri malu.

Kami sadar saat itu, bahwa Kami saling menyukai.

Ditengah kedekatanku dengan kak Lucky. Ternyata ada sebuah cctv yang sedang mengawasi Kami dari jauh. Dia adalah kak Micky.

Seketika tanganya mengepal. Dia hantamkan ke tembok yang sedang berdiri kokoh di samping.

Tanpa memperdulikan rasa sakit yang ditimbulkan akibat hantaman itu. Kak Micky sedang melampiaskan emosinya.

"Sial, kenapa Luck? Kenapa harus kamu? Aku membencimu" gumam kak Micky.

"Benci" gumam kak Micky.

Saat kak Micky menghantam tembok. Dari kejauhan kak Riris melihatnya.

Saat itu kak Riris sedang selesai keluar dari ruangannya.

Lalu kak Riris menghampiri dan khawatir dengan sikap kak Micky yang temperamen dan tak seperti biasanya itu.

"Kak Mick, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya kak Riris.

Melihat kakak senior PMRnya itu emosional. Membuat kak Riris meraih tangannya dan memberanikan diri untuk menghentikannya.

"Cukup, apa yang sedang kakak lakukan?" tanya kak Riris.

Dilihatnya tangan itu telah memar dengan warna keunguan.

Kak Micky berhenti dengan nafas yang tak terkontrol dan bengis.

"Ayo Aku kompres dulu tanganmu Kak" kata kak Riris.

"Tak perlu" jawabnya ketus.

Lalu kak Micky berjalan ke depan Aula. Lalu memandang sinis ke arah kak Lucky.

Kak Lucky dan Aku melihatnya. Di ikuti dengan kak Riris di belakangnya.

"Apakah perempuan itu alasannya?" batin kak Riris.

Kak Lucky segera menyusul sahabatnya itu.

"Mick" panggil kak Lucky.

Kak Micky terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan itu.

"Aku pulang dulu ya Mil" kata kak Lucky.

"Iya kak" jawabku.

Seketika kak Lucky berlari dan menyusul kak Micky.

Sedangkan Kak Riris tertinggal. Dan dia menghampiriku.

Tanpa suara, dia menyenggol lenganku dengan keras. Aku merasa inilah gambaran kecemburuannya. Hatiku bergemuruh, dan hanya terdiam.

"Seharusnya Kamu cukup memilih satu. Jangan semuanya kamu ambil. Kamu suka sekali membuat Mereka bertengkar?" kata kasar itu langsung terlontar dari mulut ketua extrakulikulerku.

Betapa gemetarnya Aku mendengarnya. Tak bisa Aku bantah. Aku tak cukup berani menjawabnya.

Semenjak kejadian itu, Aku tak pernah bertemu dengan kedua sahabatku lagi.

...****************...

Hari kelulusan.

Hari ini adalah hari dimana Aku menjadi host acara bersama kak Lucky.

Rasa gugup, takut, deg-degan, semua tercampur aduk dalam jiwaku. Ditambah lagi Aku takut dengan para senior yang membenciku. Membuat nyaliku tersudut seperti di pojok sebuah ruangan.

Seperti biasanya, kak Lucky selalu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Beberapa kali perkataanku tersandung, Namun kak Lucky selalu menutupinya dengan keramahan.

"Wahh,,,, kak Lucky tampan sekali" teriak semua penonton tertuju kepada host yang tampan.

Rasanya Aku seperti tak ada di sana.

"Baguslah, setidaknya membuatku tak merasa gugup berlebihan" batinku.

"Haaahhhhh" nafas lega.

Akhirnya acara selesai. Semua kegundahan dan kegelisahanku mendadak hilang seketika.

Lagi-lagi Aku memulai hari-hariku seperti awal.

Dari kejauhan, kak Lucky memandangku dengan tatapan yang sayu.

Seperti tidak rela harus berpisah denganku.

Dia melambai-lambaikan tangan.

Tentu karena perkatan ulat itu Aku tak mau menghampirinya terlebih dahulu.

Jadi Aku membalas melambaikan tanganku.

Akhirnya kak Lucky yang mengalah dan menghampiriku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Nanti malam ikut denganku" kata kak Lucky.

Tepat setelah ba'dha maghrib. Aku membolos ngaji dan menerima ajakan kak Lucky.

...****************...

Langit yang hitam itu dihiasi dengan bintang yang tampak bertaburan.

Di dalam kegelapan malam, terlihat lampu-lampu itu menyala tak kalah indahnya dengan bintang.

Dedaunan yang terlihat hijau nan redup kehitaman, sedang menari-nari dan melambai-lambai ke kanan dan ke kiri.

Semua panorama itu, diikuti dengan angin yang menusuk kulit dan mampu menghempaskan jilbabku. Menyapaku dengan syahdunya. Membuatku terlena dengan keindahan yang mereka kini suguhkan.

Malam ini aku memakai baju kaos yang dilapisi jaket warna biru. Jaket itu berukuran lebih besar dari badanku. Badanku yang mungil itu tertutup oleh jaket dan membuat tanganku tenggelam olehnya.

Saat ini, Aku berdiri bersama seseorang yang sangat aku cintai.

Dia orang yang paling mengerti tentangku. Tanpa aku meminta, dia selalu melakukan sesuatu yang membuatku senang.

Kami juga memiliki hoby yang hampir sama. Banyak kesamaan diantara kami. Mungkin salah satu alasannya karena kami sama-sama anak terakhir di sebuah keluarga. Hingga mendapatkan kecocokan yang selaras.

Dan Dia adalah sahabatku sejak selama 1 tahun.

Di dekat jembatan atas. Dia berusaha menyiapkan dirinya agar tidak gugup. Terlihat dia mengumpulkan segala keberaniannya saat itu.

"Maukah kamu menjadi pacarku?" ungkap Dia.

Diaaaaaarrrrr,,,,,,

Hatiku benar-benar terasa mau pecah mendengar pengakuannya. Terlihat sekali bahwa dia berusaha untuk memberanikan diri untuk melontarkan kata yang sedikit itu.

Aku yang merupakan anak yang tak terlalu peduli dengan penampilan. Tak menyangka jika ada yang menyatakan perasaanya padaku. Yaitu sahabatku sendiri.

Jujur, disisi lain perasaanku senang. Karena aku juga menyukainya. Tapi, aku juga tidak menyukai hal ini. Karena tak sedikit ada sebuah persahabatan yang hancur karena sebuah perasaan.

Aku terdiam sejenak. Dan memikirkannya. Bagiku sahabat lebih penting dari pacar. Sahabat tak ada kata pisah. Tapi pacar masih ada kata putus. Dan karena dia orang yang special bagiku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak ingin pacaran. Dan tidak ingin ada kata putus darinya.

"Kita adalah sahabat" jawabku.

Dia langsung menundukkan wajahnya. Menggambarkan betapa kecewanya dia dengan jawabanku.

Aku yang masih berumur 16 tahun. Tentu aku masih belum mahir untuk menjelaskan situasiku saat itu. Membuat semua salah paham ini terjadi.

Setelah itu kami pulang. Dia memboncengku dengan memutar gas sepedanya yang paling kencang.

Terlihat Dia sedang melampiaskan emosinya saat itu pada sepeda hitamnya. Kecewa dengan jawabanku.

Banyak sekali yang aku pertimbangkan tentang hal ini. Disisi lain, Aku teringat dengan kak Riris yang menyukainya. Dia terlihat iri padaku. Karena selama ini hanya aku yang bisa dekat dengannya. Karena Dia sangat cuek dengan gadis lainnya.

Karena Aku adalah orang yang memiliki hati lembut. Aku merasa tak tega, jadi Aku memutuskan untuk mengalah tentang percintaan ini. Dan lebih focus untuk meraih cita-citaku.

Karena kejadian ini, aku kehilangan sahabat yang sangat aku cintai selama-lamanya.

Cintaku telah ku matikan dalam-dalam.

Semenjak hari kelulusan, tak ada lagi orang yang sangat peduli padaku lagi.

Aku telah kehilangan 2 orang yang sangat berati dalam hidupku.

Membuat Aku merasa sepi. Hari-hari sekolahku menjadi tak berwarna seperti dulu lagi.

...----------------...

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

mampir nyicil kak...
lanjut lagi, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻

2022-12-22

1

mom mimu

mom mimu

keputusan kamu udah bener ko Mil, jatuh cinta itu bisa kapan aja, yg harus kamu kejar emang cita2 dulu sekarang, karena kesempatan untuk mendapatkannya gak akan datang kapan pun semau kamu...

Semangat terus Kak 💪🏻💪🏻💪🏻

2022-12-22

1

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Iya nih wkwkwk

2022-12-10

1

lihat semua
Episodes
1 Aku adalah Milanie
2 Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3 Bab 2 Menghindari Pertemuan
4 Bab 3 Naik ke Menara
5 Bab 4: Persiapan Diklat
6 Bab 5: Diklat
7 Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8 Bab 7: Makan di Kantin
9 Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10 Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11 Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12 Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13 Bab 12: Dia Menerorku
14 BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15 Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16 Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17 Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18 Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19 Bab 18: Keputusanku
20 Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21 Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22 Bab 21: Bertemu dengannya
23 Bab 22: Bermimpi
24 Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25 Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26 Bab 25: Mencari Pekerjaan
27 Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28 Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29 Bab 28: Laporan Salah
30 Bab 29: Meeting
31 Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32 Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33 Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34 Bab 33: Akhirnya bertemu
35 Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36 Bab 35: Rencananya yang Gagal
37 Bab 36: Pulang Malam
38 Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39 Bab 38: Dia Kembali
40 Bab 39: Dia Menculikku
41 Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42 Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43 Bab 42: Pertimbangan
44 Bab 43: Dia Datang Bertamu
45 Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46 Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47 Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48 Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49 Bab 48: Berunding
50 Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51 Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52 Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53 Bab 52: Cokelat Misterius
54 Bab 53: Kecewa
55 Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56 Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57 Bab 56: Deal
58 Bab 57: Pernikahan
59 Bab 58: Berkemas dan Pindah
60 Bab 59: Melampiaskan Marah
61 Bab 60: Fitnah
62 Bab 61: Adaptasi
63 Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64 Bab 63: Kembali Bekerja
65 Bab 64: Ibuku Marah
66 Bab 65: Derita Fitnah
67 Bab 66: Pelaku Terungkap
68 Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69 Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70 Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71 Bab 70: Kesiangan
72 Bab 71: Cemburu
73 Bab 72: Mengandung
74 Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75 Bab 74: Sarapan Bersama
76 Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77 Bab 76: Mati Rasa
78 Salam dari Penulis
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Aku adalah Milanie
2
Bab 1 Hari Pertama Mengikuti Extrakulikuler
3
Bab 2 Menghindari Pertemuan
4
Bab 3 Naik ke Menara
5
Bab 4: Persiapan Diklat
6
Bab 5: Diklat
7
Bab 6: Resmi menjadi Anggota PMR
8
Bab 7: Makan di Kantin
9
Bab 8: Peduli tapi Tak ingin dilihat
10
Bab 9: Memetik Mangga Kasturi
11
Bab 10: Sikap yang tak Biasa
12
Bab 11: Mereka menganggap hubunganku apa?
13
Bab 12: Dia Menerorku
14
BAB 13: Dia mengajakku Pergi
15
Bab 14: Mendadak menjadi Singa
16
Bab 15: Dia Cemburu pada Mereka
17
Bab 16: Bertengkar dengan diri sendiri
18
Bab 17: Rindu yang mulai melambai-lambai
19
Bab 18: Keputusanku
20
Bab 19: Kuputuskan, Aku tak memilih siapapun
21
Bab 20: Aku kabur dari Rumah
22
Bab 21: Bertemu dengannya
23
Bab 22: Bermimpi
24
Bab 23: Jawaban yang Menggantung
25
Bab 24: Menyambut Kedatangan Tamu
26
Bab 25: Mencari Pekerjaan
27
Bab 26: Hari Pertama Aku Bekerja
28
Bab 27: Ternyata Dia Bozku
29
Bab 28: Laporan Salah
30
Bab 29: Meeting
31
Bab 30: Memilih Design yang Terbaik
32
Bab 31: Design Rumah Persyaratan
33
Bab 32: Menyukai Pekerjaan
34
Bab 33: Akhirnya bertemu
35
Bab 34: Kustomer yang Menyebalkan
36
Bab 35: Rencananya yang Gagal
37
Bab 36: Pulang Malam
38
Bab 37: Sedikit ucapan Terimakasih
39
Bab 38: Dia Kembali
40
Bab 39: Dia Menculikku
41
Bab 40: Dia Ingin Menolongku
42
Bab 41: Dia Menyelamatkanku Lagi
43
Bab 42: Pertimbangan
44
Bab 43: Dia Datang Bertamu
45
Bab 44: Rasa Jengkel dan Takut yang sedang Menyelimuti
46
Bab 45: Dia Menyuruhku Lembur
47
Bab 46: Makan Malam di Dini hari
48
Bab 47: Syarat yang Dipenuhi
49
Bab 48: Berunding
50
Bab 49: Bertemu Calon Mertua
51
Bab 50: Bentakan yang Menusuk
52
Bab 51: Aku Tidak Memiliki Pilihan
53
Bab 52: Cokelat Misterius
54
Bab 53: Kecewa
55
Bab 54: Dia Melampiaskan Amarahnya
56
Bab 55: Rasa Bersalah dan Terimakasih
57
Bab 56: Deal
58
Bab 57: Pernikahan
59
Bab 58: Berkemas dan Pindah
60
Bab 59: Melampiaskan Marah
61
Bab 60: Fitnah
62
Bab 61: Adaptasi
63
Bab 62: Rasa Syukur dan Menghargai
64
Bab 63: Kembali Bekerja
65
Bab 64: Ibuku Marah
66
Bab 65: Derita Fitnah
67
Bab 66: Pelaku Terungkap
68
Bab 67: Bunga yang Mendatangi Taman
69
Bab 68: Ibu Mertua Berkunjung
70
Bab 69: Pesta Perayaan Adik Ipar
71
Bab 70: Kesiangan
72
Bab 71: Cemburu
73
Bab 72: Mengandung
74
Bab 73: Saat menjadi Satu Atap
75
Bab 74: Sarapan Bersama
76
Bab 75: Selalu menjadi Tempat Salah
77
Bab 76: Mati Rasa
78
Salam dari Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!