Ingin punya anak

Beberapa hari telah berlalu. Si kembar sudah diambil oleh orang tua mereka. Erlangga juga sudah pulang ke rumahnya karena Alea dan Reyza sudah pulang.

Safira tengah duduk tepi ranjang sambil melamun. Hingga ketika Rayden masuk, ia tak menyadari keberadaannya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Rayden memecah keheningan dan juga lamunan Safira.

"Eh, Mas, sudah pulang?" Safira menghampiri, lalu mencium punggung tangan Rayden.

"Apa yang kau pikirkan sehingga tidak mengetahui keberadaan ku?"

"Aku hanya kesepian saja. Biasanya aku mendengar tawa mereka di sini. Tapi semenjak mereka pulang, rumah serasa sepi dan hambar." Mengambil tas kerja dari tangan Rayden, lalu menaruhnya di tempat biasa.

Safira duduk di tepi ranjang sambil memandangi foto-foto si kembar yang ia ambil melalui ponselnya.

Rayden meregangkan dasinya, lalu ikut duduk di samping Safira. Ia tersenyum dengan begitu lembutnya. Ia pun mengusap kepala Safira dengan pelan seraya berkata, "Ayo kita hadirkan bayi kecil di rumah ini."

Safira terkejut dengan perlakuan Rayden. Terlebih dengan apa yang Rayden katakan. Apa ia tidak salah dengar? Rayden ingin punya anak?

Melihat keterkejutan Safira, Rayden langsung menyadari ucapannya.

"Ma-maksudku ki-kita bisa membawa anak tetangga untuk main di sini."

"Mas, tetangga kita semua anaknya sudah sekolah. Ada yang masih bayi, tapi ada di ujung komplek ini." Safira mengingatkan.

"Ka-kalau begitu, kau bisa sering main ke rumah Kak Alezha."

"Aku inginnya begitu. Tapi aku tidak boleh mengganggu keharmonisan keluarga dengan kehadiran ku yang mungkin membuat si kembar teralihkan."

Rayden hanya terdiam. Ia tidak berani mengatakan apapun lagi. Ucapannya yang keceplosan itu membuatnya gugup.

Safira menatap Rayden dengan lekat. "Mas, bagaimana kalau kita yang punya anak."

Gila! Safira benar-benar kehabisan akal. Bisa-bisanya ia berkata begitu pada Rayden.

"Maaf, kau sudah tahu jawabannya. Aku tidak mencintaimu. Aku hanya mencintai Hana seumur hidupku."

"Kau menyiksa ku, Mas."

"Kau yang memilih masuk ke dalam hidupku. Aku pernah memperingatkan dirimu, tapi kau tetap ingin menikah denganku," jelas Rayden.

"Setidaknya berikan aku teman di rumah ini. Apa arti pernikahan tanpa anak. Jika kau tidak mau memikirkan aku, pikirkan saja mama dan papa yang selalu menanyakan cucu pada kita. Mau sampai kapan kau akan begini? Apa kau tahu, Mas. Mama pernah berkata padaku jika beliau ingin cucu secepatnya darimu. Jika kita tidak memiliki anak? Bagaimana cara menjelaskannya? Apa kau ingin bilang pada mereka bahwa kau mencintai Hana, wanita yang sudah meninggal dan tak mungkin hidup lagi?" Safira berapi-api. Tampak jelas ia sangat kesal dengan Rayden.

Rayden terdiam sejenak. Ia mulai berpikir bahwa yang dikatakan Safira memang benar. Apa arti pernikahan tanpa anak? Bagaimana dengan keluarganya? Apa kata orang nanti?

"Jadi, kau ingin kita mempunyai anak meski tidak ada cinta diantara kita?" Rayden menatap serius.

"Itu lebih baik, daripada melihat mama dan papa kecewa." Safira berkata tanpa menoleh.

"Tapi waktu itu kau menolak saat aku ingin menyentuh mu." Rayden mengingatkan saat ia hendak memperkosa Safira.

"Kau melakukannya dengan emosi. Siapa juga yang mau disentuh dalam keadaan seperti diperkosa?"

Rayden menatap lekat Safira yang menyamping.

"Baiklah, kita akan melakukannya. Katakan kapan masa subur mu, dan kita akan melakukannya."

Deg, ucapan Rayden mampu membuat darah Safira berdesir. Seketika jantungnya berdegup kencang.

"Bagaimana, Safira?" Rayden kembali bertanya.

"Ma-masa subur ku sekitar seminggu lagi." Safira masih tidak menoleh.

"Kita akan melakukannya seminggu lagi. Persiapkan dirimu. Aku juga akan mempersiapkan diriku." Rayden bangkit dari duduknya. Ia pun berlalu menuju kamar mandi.

Jantung Safira kembali berdegup kencang. Ia dan Rayden akan melakukan malam pertama Minggu depan. Ada sedikit rasa penyesalan dalam dirinya karena mengatakan hal itu padahal dirinya belum siap. Ia belum siap melepaskan kehormatannya, apalagi terhadap suami yang tidak mencintainya.

Karena perkataan Alezha dan ibu mertuanya pagi tadi, membuat Safira jadi kepikiran.

Pagi tadi, saat Alezha dan Alea datang mengambil si kembar, mereka banyak mengobrol.

"Tidak disangka kau tidak kerepotan menjaga mereka. Ini pertanda bahwa kau itu calon ibu yang baik," puji Alezha.

"Benar, mereka menurut padamu padahal baru kenal. Kau mempunyai hati yang baik sehingga anak-anak sangat menyukaimu." Alea menambahkan.

"Mama dan Kakak terlalu berlebihan." Safira tersipu malu.

"Oh ya, kapan kau akan menyusul?" tanya Alezha.

"Menyusul apa, Kak?"

"Punya anak. Tidak baik menunda-nunda." Alezha menjelaskan.

Safira tampak bingung. "Aku masih kuliah, Kak."

"Kan tinggal sidang saja. Setelah itu wisuda. Setelah melahirkan, beberapa tahun kemudian kau bisa bekerja."

Safira semakin bingung. Bukan karena hal itu, melainkan karena Rayden yang tak akan mau menyentuhnya.

"Apa yang kau pikirkan, Sayang? Apa alasan kalian untuk menunda lagi? Rayden sudah hampir kepala tiga, kasihan jika dia mempunyai anak saat umurnya sudah semakin tua." Alea menimpali.

"I,,,iya, Ma, Kak, akan kami pikirkan lagi." Hanya itu kalimat yang dapat Safira ucapkan.

Safira menyesap teh yang baru dibuatnya. Ia masih kepikiran tentang pembicaraannya dengan Rayden tadi. Apa yang harus ia persiapkan? Merasa tidak mengerti apapun, Safira akhirnya membuka situs internet. Ia mengetikkan judul 'persiapan malam pertama'. Mengetikkannya saja ia sudah merasa sangat malu.

Ia pun membaca perlahan isi artikel tersebut.

*Perawatan tubuh

*Setting kamar yang romantis

*Pakaian yang menggoda

*Foreplay atau pemanasan sebelum berhubungan intim.

*Bersihkan organ intim

Mata Safira membola saat membaca isi artikel tersebut. Isinya membuat ia merasa jijik.

"Aduh, bagaimana ini." Ia menggigit kuku-kukunya dengan perasaan cemas.

"Aku yang memulai, aku juga yang bingung. Kalau tahu begini, lebih baik tadi tidak aku katakan saja pada Mas Rayden. Terlebih lagi, banyak orang mengatakan bahwa rasanya akan sakit." Safira menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Merasa semakin frustrasi, ia memilih pergi ke taman belakang saja sambil membawa tehnya.

Saat sedang duduk, tiba-tiba saja salah satu pelayan yang kelihatan masih muda menawarkan cemilan kepada Safira.

Safira pun mengiyakan, namun ia juga menyuruh sang pelayan duduk di sampingnya.

"Apa kau sudah menikah?" tanya Safira.

"Sudah, Nona. Saya menikah tahun lalu."

"Apa yang terjadi pada saat malam pertama?"

Mendengar pertanyaan Safira, pelayan tadi merasa sangat malu.

"Katakan, apa yang kau dan suami lakukan malam itu." Safira bertanya lagi.

Membuat sang pelayan semakin kikuk.

"Jangan salah sangka, aku tidak menanyakan kegiatan inti yang kalian lakukan. Maksud ku, persiapan apa saja yang kau lakukan sebelum malam pertama?"

Pelayan tadi menghembuskan napas lega. "Yang paling utama, saya memantapkan hati, merawat diri, berpakaian bagus, dan mengucapkan kalimat-kalimat cinta."

"Kalimat cinta yang seperti apa? Aku mencintaimu? Atau Aku menyayangimu?" tanya Safira yang semakin penasaran.

"Bukan, Nona. Maksud saya kalimat yang mampu membangun perasaan lebih dari suami kita."

"Contohnya?"

"Aku adalah milikmu. Tubuh ini untukmu. Segalanya yang ada padaku hanya milikmu seorang. Kau bebas menguasau tubuhku malam ini." Pelayan mengucapkan dengan gamblang. Ia menahan rasa malunya karena ingin memberikan edukasi pada majikan yang mungkin saja akan melakukan hal itu nanti.

Semua pelayan di rumah itu juga tahu kalau mereka tidak saling mencintai karena hasil dari perjodohan.

"Bukankah itu kata-kata yang terlalu vulgar?"

"Tidak, selama hanya suami kita saja yang mendengarnya, Nona. Kalimat itu dapat merangsang suami hingga ia semakin ingin memiliki tubuh kita."

"Lalu?"

"Lalu apa, Nona?"

"Apa saja yang dilakukan istri ketika suaminya sedang,,,,,,," Safira menghentikan ucapannya saat menyadari arah pertanyaannya. Tidak mungkin ia bertanya apa yang dilakukan istri ketika suaminya sedang melakukan hubungan intim dengannya. Pertanyaan gila!

"Sudah, terima kasih telah menjawab pertanyaan ku." Safira mengakhiri obrolan mereka.

Sang pelayan pun pamit pergi.

"Jadi begitu? Baiklah, seminggu ini aku akan memantapkan hati dulu. Lalu, tiga hari sebelum hari H, aku akan melakukan perawatan diri." Safira sudah bertekad dalam hati.

Ya, setidaknya, dalam pernikahannya memiliki anak meskipun ia tidak akan mendapatkan cinta Rayden yang hanya untuk Hana.

Terpopuler

Comments

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

sedihnya ngebayangin situasi Safira spt itu .... 😢
tapi jangan khawatir Fir .... pelan tapi pasti ... bikin Ray melupakan Hana ..
kamu pasti bisa 💪💪✊️✊️🌹🌹

2023-08-22

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

luluh bos ? udah siap mengkhianati janji kamu dgn Hana ya ? 🤪🤪

2023-08-22

0

renita gunawan

renita gunawan

syukurlah.rayden menyetujui usul safira untuk mempunyai anak

2023-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!