Hari Pernikahan

Beberapa minggu telah berlalu. Hari ini, tepatnya di gedung Armadja, telah diselenggarakan sebuah pesta pernikahan antara Rayden dan Safira.

Rayden hanya pasrah ketika mamanya mengatakan tanggal pernikahan mereka. Mau tidak mau, ia pun terpaksa menurut. Lagipula, menikah dengan Safira tidak buruk juga. Selain membungkam omongan keluarganya tentang jodoh, ia juga bisa memanas-manasi Davin, begitu pikirnya.

Pesta begitu mewah. Banyak tamu undangan yang datang ke acara tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah rekan kerja dan teman-teman Rayden maupun Safira.

Awalnya mereka tidak percaya jika Safira adalah calon menantu keluarga Armadja. Namun, setelah menyaksikan sendiri, barulah mereka percaya.

Banyak yang menyindir bahwa Safira tidak pantas untuk Rayden yang kaya raya. Ya, jelas itu adalah cibiran para wanita yang sebenarnya iri.

Namun tak sedikit pula, pujian yang dilontarkan kepada Safira yang berprestasi dan Sholehah. Ya, jelas itu pujian dari para lelaki, termasuk Davin sendiri.

Ia kini menyaksikan saat Rayden selesai mengucapkan ijab kabul pagi tadi, menyematkan cincin di jari manis Safira. Lalu setelahnya, Safira pun turut menyematkan cincin di jari manis Rayden. Mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri.

Davin hanya tersenyum pahit. Penantiannya sudah berakhir. Safira tak mungkin menjadi miliknya. Mungkin memang benar, ia harus menerima perjodohan antara dirinya dengan wanita pilihan orang tuanya yang kemarin-kemarin selalu menyodorkan beberapa foto gadis cantik. Tapi entah yang mana yang akan dipilih, ia pun bingung. Semua gadis sama saja baginya. Tak ada yang spesial seperti Safira sendiri.

Rayden dan Safira tengah berfoto dengan keluarga mereka. Begitu juga dengan media. Setiap detik, ada saja kilatan kamera yang mengabadikan momen Rayden dan Safira

"Safira, selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian berbahagia." Davin menatap Safira dengan lembut. Tampak jelas binar tatapan kekaguman pada Safira, namun berganti menjadi tatapan kekecewaan kala menyadari siapa Safira sekarang.

"Terimakasih, Kak," sahut Safira dengan nada suara pelan.

Davin mengulas senyum kecil. Ia pun perlahan pergi dari tempat tersebut. Hilang dari kerumunan, membawa luka hati yang kini semakin menganga. Menyaksikan cinta pertamanya menikah dengan orang yang tak lain adalah sepupunya sendiri. "Safira, aku mencintaimu. Semoga kau selalu berbahagia." Davin yang sudah berada di dalam mobil pun langsung melajukan mobilnya menembus jalanan yang ramai pengandara.

Tak ingin berlama-lama di acara pesta yang menyakitkan, ia beralasan ingin melanjutkan pekerjaan di rumah. Nyatanya tidak, ia pergi ke jembatan penyeberangan. Ingin melihat indahnya jalanan yang ada di bawahnya. Berisik ditelinga tidak masalah, yang penting bayang-bayang Safira tak lagi mengganggu dirinya.

Kembali ke Rayden dan Safira. Mereka masih sibuk menyalami para tamu undangan yang tak ada habisnya. Rayden yang sibuk menyalami, teralihkan saat melihat sosok yang ia rindukan melintas di tengah kemeriahan pesta. Sosok yang seperti Hana itu memakai gaun berwarna putih.

Hingga seseorang menyikut Rayden karena disangka melamun, pandangan Rayden pun terhenti. Dan saat ia melihat lagi, sosok itu tak nampak lagi. Kini ia yakin, bahwa dirinya baru saja berhalusinasi atau mungkin memang didatangi roh Hana.

'Hana? Jadi kau datang ke sini, ya? Kau ingin melihat pengganti mu? Tenang saja, hanya kau yang ada di hatiku. Aku tidak akan pernah mencintai Safira. Hanya kau yang ada di dalam hidupku,' batin Rayden.

Hingga saat pesta pernikahan selesai, para tamu undangan pun bubar. Tinggallah keluarga Armadja dan Safira. Mereka melepas kepergian Safira dan Rayden ke sebuah hotel berbintang untuk menikmati malam pertama meskipun itu tidak akan terjadi.

Tak lupa, orang tua mereka memberikan nasihat-nasihat untuk pengantin baru itu. Karena setelah esok, mereka akan menempati rumah baru yang merupakan hadiah dari orang tua Rayden. Mereka akan tinggal terpisah dari orang tua mereka.

Tentu saja Rayden senang, karena dengan begitu, orang tua mereka tidak akan tahu bagaimana kehidupan rumah tangga mereka nantinya.

*****

Safira terus saja meremas ujung kabayanya. Rasanya ia sangat gugup menghadapi situasi ini. Dimana dirinya dan Rayden sedang berada di atas ranjang yang sama. Di dalam sebuah hotel yang sudah didekorasi seromantis mungkin.

Rayden keheranan melihat Safira yang diam saja. "Apa kau tidak berniat mengganti bajumu?" Melirik sekilas, lalu kembali memainkan ponselnya.

"Eh, iya, Mas, nanti saja. Jika kau sudah tidur. Ma-maksudku, jika kau ingin tidur duluan, silakan saja." Safira menatap dengan gugup.

"Kau jangan khawatir, aku tidak akan melakukan apa-apa padamu. Di hatiku hanya ada Hana. Aku tidak akan membiarkan hatiku terbuka untuk siapapun."

Ucapan Rayden lagi-lagi menusuk relung hati Safira. Bukan itu yang ia ingin dengar. Kenapa Rayden bisa setega itu? Menolak dengan terang-terangan tanpa memperdulikan perasaan Safira saat ini.

"Gantilah bajumu, Hana bukan tipe orang yang suka berlama-lama memakai pakaian resmi seperti ini." Rayden mengingatkan.

'Hana? Kenapa malah menyebut namanya lagi? Aku Safira, Mas, bukan Hana,' batin Safira dengan perasaan yang amat terluka karena merasa menjadi bayang-bayang Hana, almarhumah kekasih Rayden.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***