Baby sitter

Malam pun tiba, tepat di jam ini, Rayden tengah duduk berhadapan dengan seorang wanita seksi dan merupakan model cantik dan terkenal yaitu Carissa, gadis yang dulu hampir dijodohkan dengannya.

Rayden tengah membaca berkas-berkas yang akan ia tanda tangani. Terlihat sekali Clarissa menatap Raiden dengan senyuman di wajahnya.

"Kau tampan," ucapnya.

"Ha?" Rayden menatap Clarissa heran. "Apa katamu?"

"Kau tampan, tapi sayang, aku tidak jadi menikah denganmu." Clarissa menatap Rayden dengan tatapan menggoda. Bibir merah merekah lagi-lagi tersenyum melihat Rayden.

"Nona Clarissa, saya sudah membaca semua berkas ini. Saya setuju dengan syarat yang Anda berikan agar mau menjadi model produk perusahaan kami." Rayden mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kau sengaja mengalihkan pembicaraan, ya. Sepertinya istrimu yang jelek itu sangat berarti untukmu." Clarissa mencebikkan bibirnya. Berekspresi seolah-olah kecewa.

'Jelek? Tapi dia sangat cantik. Semua rekan bisnis ku bahkan memuji kecantikannya,' batin Rayden.

"Kenapa diam? Benarkan kau sangat mencintai wanita jelek itu."

"Kalau aku tidak mencintainya, untuk apa aku menikah dengannya?"

"Tapi rumor beredar kalau kalian menikah karena mertuamu membutuhkan biaya untuk perusahaan yang hampir gulung tikar."

"Aku kira dunia entertainment telah mengajarimu untuk menjadi lebih pintar menanggapi rumor." Rayden menyunggihkan senyumannya.

"Aku begitu tertarik dengan rumor itu, makanya aku ingin percaya."

"Sudahlah, Clarissa, tidak ada untungnya mencari tahu kehidupan rumah tangga ku."

"Jadi benar, kalau semua karena uang?"

"Tanda tangani saja." Rayden menyerahkan berkas yang harus ditanda tangani Clarissa.

"Katakan dulu yang sebenarnya, baru aku akan tanda tangan." Clarissa mendorong berkas itu ke tengah meja.

Rayden menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Dia wanita yang Solehah."

"Solehah bisa saja dari penampilan luar. Bagaimana dengan hatinya? Kau yakin dia benar-benar Solehah?" Clarissa menatap curiga. Rasa ingin memprovokasi Rayden sangatlah besar.

"Hanya aku yang tahu, kau tidak perlu ikut campur."

"Bilang saja kalau kalian memang dijodohkan karena uang."

"Clarissa cukup! Rumah tangga ku bukan urusanmu dan selamanya tidak ada hubungannya denganmu. Dan perlu kau tahu, satu hal yang membuat Safira lebih unggul darimu. Dia tidak memakai pakaian terbuka seperti mu. Dia tidak memamerkan tubuhnya ke muka umum."

Mendengar ucapan Rayden, Clarissa pun menjadi emosi. "Tahu apa kau? Aku begini juga karena tuntutan pekerjaan! Demi melangsungkan hidup ku yang sebatang kara ini!"

Beruntung mereka sedang berada di ruangan khusus restoran yang kedap suara, sehingga teriakan Clarissa tidak terdengar.

"Kenapa kau yang jadi emosi? Sejak tadi kau menghina istriku, apa kau pikir aku tidak emosi? Aku berusaha menahannya, tapi kau terus saja memancing."

Clarissa kembali diam. Ia menatap berkas yang ada di atas meja. Ia pun langsung menandatanganinya, lalu berdiri hendak pergi. Namun sebelum itu, ia menatap Rayden dengan datar. "Terima kasih, karena setelah ini, aku tidak akan menyukaimu lagi." Pergi dari hadapan Rayden yang kini mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apa-apaan ini. Hanya karena Safira, aku dan Clarissa bertengkar. Lagipula, kenapa aku malah membelanya? Seharusnya ku biarkan saja. Tapi tidak bisa begitu juga. Kalau dia menghina istriku, jelas sekali dia juga menghinaku. Ah sudahlah, aku jadi semakin kesal. Lebih baik aku pulang saja." Rayden menyimpan berkas, lalu keluar menemui sekretarisnya untuk membawa semua berkas.

Memang, tadi ia datang bersama sang sekretaris, namun karena Clarissa butuh privasi, ia tidak ingin sekretaris Rayden juga ikut. Padahal, tujuannya hanyalah ingin menggoda Rayden.

*****

Rayden sudah sampai di rumah. Baru saja ia melangkah, tiba-tiba saja Safira datang dan mencium punggung tangannya.

Rayden merasa aneh dengan tindakan Safira. Namun, saat ia melihat kedua orang tuanya ada di dalam rumah itu, ia pun sadar kalau Safira bersikap seperti itu karena sedang bersandiwara.

"Mama, Papa." Rayden menghampiri kedua orang tuanya, lalu mencium punggung tangan mereka.

"Baru pulang?" tanya Alea sedikit menyelidik.

"Iya, Ma, baru saja bertemu dengan klien."

"Oh, ya sudah, ganti baju sana, kita akan makan malam bersama, ada yang ingin Mama dan Papa katakan." Alea pergi setelah mengatakan hal itu.

Selesai mandi dan berganti baju, Rayden pun turun ke bawah. Di meja makan, sudah tersedia beragam lauk dan pauk yang terlihat sangat lezat.

"Ini semua Safira dan Mama yang memasak, ayo makan." Alea mengambil nasi serta lauk pauk untuk suaminya. Sementara Safira juga melakukan hal yang sama.

"Mas, mau makan pakai yang mana?" tanya Safira.

"Daging saja," ujar Rayden.

Safira mengangguk, lalu mengambil sepotong daging.

"Sayurnya tidak, Mas?" tanya Safira lagi.

"Rayden ini sejak dulu paling anti makan sayur. Hanya sesekali ketika dipaksa. Mama sudah lelah menasihati, tapi tetap saja begitu," jelas Alea.

"Oh, maaf, Mas." Safira meletakkan piring Rayden yang sudah terisi nasi serta lauk pauk.

"Rayden, harusnya kau menghargai usaha Safira. Dia yang memasak sayur-mayur ini."

"Benar, sedikit saja." Reyza menambahkan.

Rayden terlihat sedikit kesal. Ia pun mengambil sesendok sayur, lalu menaruhnya di piring. Ia pun menyuap nasi, daging, serta sayur ke mulutnya. Ia mengunyah dan langsung terdiam.

'Bagaimana sayuran bisa seenak ini?' batin Rayden.

"Kenapa berhenti mengunyah? Tidak enak, Mas? Maaf ya, Mas." Safira memberikan segelas air minum untuk Rayden.

"Tidak, bukan karena itu. Gigiku sedang sedikit sakit."

Safira mengembalikan gelas ke tempatnya.

"Kalau sakit gigi, harus banyak makan sayur untuk menambah kalsium pada gigimu," ujar Alea yang tahu bahwa Rayden sedang berbohong. Dari kecil, ia sudah tahu ekspresi ketika Rayden berhenti mengunyah selama beberapa detik. Artinya, makanan itu sangatlah enak, sehingga ia ingin meresapi rasanya lebih lama.

"Apa? Bukankah aduh,,,," Reyza meringis kesakitan saat Alea mencubit pinggangnya.

"Diam saja, Pa." Alea berbisik.

"Ma, kalau sakit gigi kan harusnya,,,,"

"Iya, Mama tahu, Papa diam saja."

Reyza hanya diam mengangguk.

"Makan lagi sayurnya, Mas, agar lekas sembuh." Safira menawarkan.

"Ya sudah, berikan agak banyak, agar sembuhnya cepat." Rayden memberikan piringnya pada Safira.

Safira mengambilkan lumayan banyak sayur. Setelah itu, Rayden pun melahapnya dengan penuh rasa nikmat.

'Safira sangat polos," batin Alea sembari tersenyum kecil.

Selesai makan, mereka pun berkumpul di ruang keluarga.

Alea menatap Rayden dan Safira secara bergantian.

"Alezha dan Kaysan harus ke luar negeri karena nenek Kaysan sedang sakit keras. Mereka tidak bisa membawa si kembar karena perjalanan yang sangat jauh dan juga kondisi nenek Kaysan yang butuh ketenangan."

"Lalu?" Rayden menatap serius mamanya.

"Si kembar akan Mama titipkan pada kalian besok pagi." Alea menimpali.

"Apa?" Rayden terkejut dengan ucapan mamanya. Bisa-bisanya ia harus menjadi baby sitter ketiga bocah kembar yang sedang menurutnya sangat nakal itu.

"Lalu, Mama dan Papa?"

"Mama dan Papa akan ke Amerika karena urusan pekerjaan."

"Tapi, Ma, mereka itu,,,,,,sangat merepotkan." Rayden memelankan suaranya di dua kata terakhir.

"Kau ini, hanya tiga hari saja. Sama kakakmu sendiri masa perhitungan." Alea mulai menunjukkan kecerewetannya.

"Bukan begitu, Ma. Hanya saja, mereka tidak menyukaiku. Mereka sama seperti ayahnya. Setiap bersamaku selalu menangis dan bertingkah nakal. Dan aku juga harus bekerja."

"Karena itu, bantuan Safira pasti akan sangat membantu." Alea beralih menatap Safira yang hanya tersenyum. Ia sangat tidak sabar menantikan si kembar datang ke rumah mereka.

"Safira? Dia itu masih muda, belum punya pengalaman. Dan dia kuliah."

"Tidak, Mas. Aku sedang skripsi, jadi lebih banyak waktu di rumah."

"Di rumah? Bukankah kau harus menyelesaikan skripsi mu?"

"Aku sudah selesai dengan skripsi ku. Hanya tinggal menunggu meja hiaju saja. Aku baru menyerahkannya kemarin, Alhamdulillah, sudah ACC."

Semua menatap kagum pada Safira. Benar dugaan Alea, Safira memang gadis yang cerdas dan tidak suka menyusahkan orang lain.

"Kalau begitu, sudah disepakati bahwa besok si kembar akan ke sini." Alea membuat pernyataan.

Rayden hanya bisa mengangguk pasrah. Mulai besok, hari-harinya yang tenang akan berubah menjadi kekacauan. Kalau begini, ia akan berlama-lama di kantor saja agar tidak repot.

"Rayden, jangan mencoba untuk membebani Safira. Kau juga harus ikut membantu."

"Ma, bagaimana dengan baby sitter mereka? Bawa saja sekalian ke sini." Rayden menawarkan.

"Mereka istirahat selama Alezha pergi. Menjaga mereka setiap hari, sudah cukup menguras tenaga. Di sini, kalian bisa meminta bantuan pelayan rumah ini. Tapi Mama yakin, Safira pasti bisa mengurus mereka." Alea tersenyum pada Safira.

"Insyaallah, Ma, Pa." Safira mengangguk sambil tersenyum.

Dan malam ini, Rayden tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan kehidupannya selama tiga hari ke depan.

Terpopuler

Comments

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

pasti Rayden bakalan terolohok liat si kembar bisa tenang main sama Safira .... 😅

2023-08-22

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

gak bisa bohong .... 🤣🤣... kebaca tingkah kamu sama mama, Ray ... 🤪🤪

2023-08-22

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

kena "jampi jampi" nya Safira tuh .. 🤪🤪🤣🤣🤣

2023-08-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!