"Lo masih nggak mau ngomong sama gue Ra?" tanya Azmi pada adiknya. "Ini udah tiga hari pas loh, lo diemin gue gini," katanya lagi. "Gue kan udah ngakuin kalo gue salah Ra. "Ko lo masih marah si, lagian gue sama dia juga atas dasar mau sama mau. Gue nggak maksa dia dan dia juga nggak maksa gue,"
Tara mengangkat wajahnya dari layar laptop yang ada di depannya. "Elo udah pikirkan matang-matang? Menikah bukan sekedar ikatan antara laki-laki sama perempuan aja. Lo tau itu kan?" tanya Tara.
Azmi mengangguk. Pemuda itu tersenyum kecil setelah kembali mendengar suara adiknya. "Gue tau Ra, gue juga udah pikirin matang-matang semua ini,"
"Gue mau tanya satu hal," kata Tara. "May i?"
"Of course,"
"Kalau seandainya nanti kak Iqbal sama mbak Kayra berpisah apa lo yakin nggak akan nyesel?" tanya Tara. Pertanyaan yang sangat menjebak Azmi yang masih terjebak masa lalu dengan Kayra. "Nggak bisa jawab kan lo?" tanyanya karena sudah hampir lima menit pemudanya itu hanya diam.
"Gue belum bisa jawab itu Ra,"
"Lo cuma mau jadiin Clara pelampiasan karena lo yakin dia masih suka sama elo dan nggak akan nolak lo makanya lo ajak dia nikah,"
"Lo tau dari mana,"
"Gue tau semuanya,"
"Lo tau dari mana Ra?" tanya Azmi lagi.
"Bukan urusan elo gue tau dari mana," jawab Tara yang enggan menjawab pertanyaan Azmi.
"Shilla?"
"Jawab aja,"
"Ember banget dia,"
"Gue bilang jawab pertanyaan gue," tandas Tara karena sudah mulai kesal dengan kakaknya yang seakan menghindari pertanyaannya.
"Bisa dibilang iya bisa juga dibilang enggak," jawab Azmi.
"Kenapa gitu?"
"Gue akuin gue emang bukan laki-laki baik, dan gue juga udah cerita ke elo masa lalu gue sama Clara yang nggak semua orang tau. Dan elo juga udah tau sebagian cerita gue dari Shilla. Gue emang sempet deket sama dia, sebelum gue deket sama Kayra. Tapi saat itu gue sama sekali nggak ada perasaan sama Clara, gue cuma mau buat dia cerita siapa Mr. X itu. Tapi sayangnya sampai sekarang dia sendiri nggak mau cerita apapun sama kita," kata Azmi.
"Karena itu lo manfaatin dia?"
"Gue nggak manfaatin dia Tara, lo dengerin gue dulu bisa nggak si?"
"Iya okay okay, lanjut,"
"Ya udah gitu aja, yang jelas gue emang tulus mau ngajak Clara nikah biar kita bisa sama-sama belajar untuk lebih baik lagi. Gue udah bilang kan kita sama-sama bukan orang baik dan punya masa lalu yang buruk. Mungkin dengan itu juga kita bisa belajar buat lebih baik lagi,"
"And how about my question?"
"Pertanyaan yang mana lagi si Ra?"
"Gimana kalo nanti pas elo sama Clara nikah dan mba Kay sama kak Iqbal malah pisah?"
"Nggak mungkin,"
"Kenapa nggak mungkin?"
"Bang Iqbal nggak mungkin menjatuhkan talak ke Kayra Ra,"
"We never know," kata Tara.
*****
Kayra menghabiskan waktunya sendiri di perpustakaan ibu kota. Gadis itu baru saja mengantarkan Raissa ke rumah orang tua Acha karena permintaan dari Abah.
Kayra sama sekali tidak peduli dengan keadaan disekitarnya yang meskipun ramai tapi tidak ada satu suara pun yang terdengar. Mereka semua fokus dengan kegiatannya masing-masing.
"Boleh saya duduk disini?"
Kayra mengangkat wajahnya, gadis itu tidak langsung menjawab melainkan menoleh ke kanan dan kirinya. Memastikan jika memang sudah tidak ada satupun kursi yang kosong selain kursi yang ada di depannya. "Silahkan," jawabnya singkat. Tanpa ingin terlibat obrolan lebih lama lagi, Kayra memilih untuk mengenakan earphonenya. Dan detik berikutnya gadis itu kembali sibuk dengan dunianya sendiri.
Dimas. Dia Dimas, pemuda yang dulu sempat mengenal Iqbal dan Acha, juga pemuda yang pernah bertemu dengan Kayra di sebuah rumah sakit.
Pemuda itu tersenyum kecil, dia mengabaikan buku yang dia pilih sebelumnya dan lebih memilih untuk memperhatikan Kayra yang masih terlihat cantik meskipun hanya mata hazel gadis itu yang terlihat.
"Kamu ada perlu sama saya?"
"Eh?" Dimas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pemuda itu gelagapan sendiri tertangkap basah sedang memperhatikan Kayra.
"Saya tau dari tadi kamu memperhatikan saya," kata Kayra. Gadis itu lalu menutup bukunya, dia juga melepaskan earphone yang belum lama dia pakai.
"Kamu nggak ingat sama saya?" tanya Dimas. Mencoba memancing Kayra, ya meskipun mereka hanya pernah bertemu satu kali.
"Apa kita pernah mengenal sebelumnya?"
"Kita pernah bertemu di rumah sakit," jawab Dimas. "Waktu itu kamu kasih aku air mineral,"
Kayra mengerutkan keningnya, mencoba mengingat kembali ingatannya tentang rumah sakit. "Kapan?" tanya gadis itu karena sama sekali tidak menemukan ingatan tentang pemuda yang mengaku pernah bertemu dengannya.
"Mungkin sekitar enam atau tujuh bulan yang lalu," jawab Dimas. "Di taman rumah sakit," katanya menambahkan.
Kayra meringis kecil, gadis itu lalu mengambil tasnya, bersiap untuk beranjak dari tempat ini. "Maaf, saya nggak ingat tentang itu," kata Kayra. "Saya permisi dulu,"
Dimas tersenyum kecil, ternyata benar dugaannya. Gadis itu adalah karya, gadis yang sudah lama dia cari. "Cincin apa yang dia pakai?"
*****
Kayra melepas jilbabnya, sebelumnya gadis itu sudah mengunci pintu kamarnya. Takut-takut jika tiba-tiba Iqbal masuk dan mendapati dirinya tidak mengenakan jilbab.
Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin, tidak ada yang berubah dengan Kayra, sebelum atau sesudah menikah dengan Iqbal, semuanya masih sama.
Ingatannya kembali memutar kejadian di perpustakaan siang tadi, pemuda yang tiba-tiba menghampirinya memang terlihat tidak asing baginya. Seperti dia pernah bertemu, tapi Kayra sama sekali tidak mengingat hal itu.
"Apa dia temen Acha?"
"Kay," panggilan dari depan pintu kamar menyadarkan Kayra dari lamunannya.
"Iya pak sebentar," gadis itu bergegas mengambil jilbabnya dan menghampiri Iqbal.
"Saya mau ngomong sama kamu," kata Iqbal. Nadanya terdengar berbeda dari sebelumnya, terselip amarah yang Kayra tidak tau karena apa.
"Apa pak?"
Iqbal mengunci pintu kamar mereka, membuat Kayra bingung sendiri ada apa dengan laki-laki di di depannya ini.
"Jelasin ke saya, ini punya siapa?" tanyanya.
Mendadak kamar mereka terasa dingin meskipun Kayra tidak menyalakan AC-nya, gadis itu menggigit bibir bawahnya ketika Iqbal masuk dengan wajah merah dan testpack yang ada di tangannya.
"Bapak dapet dari mana?" tanya Kayra.
"Jelasin ke saya ini punya siapa!" katanya lagi. "Ini bukan punya kamu kan Kay? Kita sama sekali belum pernah melakukan hubungan itu," kata Iqbal lagi.
Kayra menundukkan kepalanya dalam-dalam, riwayatnya sudah tamat kini. Tidak mungkin dia berbohong pada Iqbal, dirinya belum punya pengalaman berbohong. Selama ini dia tidak bercerita karena memang tidak ada satu orangpun yang tau tentang kejadian itu.
"Kay," kata Iqbal lagi, pemuda itu memohon atas kejujuran Kayra. "Jujur sama saya,"
"Itu punya aku pak," jawab Kayra. Gadis itu menutup matanya rapat-rapat, dia sangat takut melihat ekspresi marah yang akan Iqbal keluarkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sadiah
rumit anget ya ceritanya... berusaha memahami lagi
2022-12-16
2