"Kayraa," umi menghambur ke pelukan Kayra, memeluk gadis itu erat. Air matanya menetes melihat gadis yang sudah dia anggap seperti putrinya sendiri. "Kenapa baru kesini si Kay?" tanya umi. Suara umi yang tidak pelan juga membuat Abah yang sedang berada di lantai dua lantas turun.
"Ko baru kelihatan to nak?" tanya Abah. Abah juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. "Sini duduk dulu," kata Abah. Menuntut Kayra untuk duduk di tengah-tengah mereka.
"Abah sama umi sehat?" tanya Kayra. Dia juga tidak bisa membendung air matanya. Melihat dua sosok yang begitu baik padanya dan pada keluarganya.
Abah menganggukkan kepalanya, menepuk bahu Kayra pelan. "Gimana keadaan kamu?" tanya Abah. Sorot matanya terlihat khawatir, tiga bulan semenjak Kayra dan Iqbal menikah, gadis itu belum sama sekali mengunjungi kediaman orang tua Acha. "Kenapa lama sekali nggak main kesini Kay? Liat tuh Raissa udah tumbuh besar begitu loh," katanya lagi. Tangan Abah melambai pelan, mengisyaratkan pada suster yang mengasuh Raissa sejak empat bulan yang lalu untuk mendekat.
Abah menerima Rissa, menidurkannya di lengannya yang kokoh. "Mau gendong Kay?" tanya abah.
Tanpa perlu ditanya dua kali, Kayra mengambil alih Raissa dari tangan Abah. Menggendongnya, seolah dia sudah terbiasa menggendong bayi.
"Raissa pasti seneng di gendong sama bundanya," kata Umi, tangannya mengelus rambut hitam Raissa.
"Bunda?"
Umi tersenyum, mengangguk kecil mengiyakan pertanyaan Kayra. "Iya," jawab Umi. "Kata Acha, dia udah mengenalkan Raissa ke kamu semenjak di kandungan. Acha sendiri udah ngajarin Raissa buat manggil kamu Bunda loh katanya,"
"Dia cerita itu sama umi?" tanya Kayra.
"Iya Kay," Umi memeluk pundak Kayra. Pandangannya kali ini tertuju pada Iqbal yang hanya memperhatikan interaksi mereka bertiga tanpa memberikan komentar apapun. "Kalo kamu masih berpikir Umi, Abah dan keluarga kamu nggak setuju dengan pernikahan kalian berdua, itu salah besar. Kamu semua setuju dengan pilihan Acha. Acha sudah mengambil keputusan yang baik, dia menitipkan Raissa pada seseorang yang sudah sangat jelas bisa menjaga dan mendidiknya dengan baik. Acha aja belajar banyak hal dari kamu, maka Raissa juga akan mengerti banyak hal dari kamu,"
"Jadi Umii sama Abah tau kalo Acha jodohin aku sama pak Iqbal?" tanya Kayra.
Abah dan Umi sontak menggeleng. "Nggak tau sama sekali Kay, nggak ada satupun dari kita yang tau itu,"
"Sudah sudah. Yang jelas sekarang hubungan kita sudah baik lagi. Kayra sudah mau main ke rumah ini lagi, dan pertanyaan yang ingin ditanyakan Kayra sebelumnya juga sudah terjawab kan?" tanya Abah.
Kayra mengangguk kecil. "Sudah bah," jawab gadis itu pelan.
Dan sekarang pandangannya fokus pada bayi cantik yang sudah membuka matanya, matanya berwarna hazel Raissa kecil sangat mirip dengan Raissanya. Hidungnya, buku matanya yang lentik, alisnya yang tebal, warna kulitnya bahkan iris matanya saja sangat mirip dengan Acha. Benar-benar duplikat dari Acha. Berbeda dengan dirinya yang memiliki mata berwarna hazel, Raissa kecil memiliki mata berwarna coklat terang, yang akan semakin indah dilihat ketika terkena cahaya.
"Sesuai dengan pesan dari Acha, yang ingin putrinya dirawat oleh suami dan juga sahabatnya. Maka hari ini juga Raissa akan ikut dengan kalian," kata Abah.
Kayra melebarkan bola matanya, baru saja dia membatin ingin membawa Raissa pulang bersamanya. "Bener bah?" tanya Kayra, meyakinkan sekali lagi jika dirinya tidak salah dengar.
"Bener dong," jawab Umi. "Tapi meskipun begitu kalian juga wajib main kesini,"
Kayra mengangguk yakin. "Pasti mi," jawab gadis itu. Karena rasa bahagianya bertemu dengan Raissa kecil, dia bahkan sampai tidak sadar jika suaminya hanya diam mendengarkan interaksi mereka dan menjawab hanya ketika di tanya oleh Abah atau umi.
"Tapi Kayra belum pinter ngerawat bayi mi," kata Kayra.
"Tenang aja, nanti suster Lala ikut kamu kok," jawab Umi membuat Kayra tersenyum lega.
"Abah yakin, kalian berdua pasti bisa menjadi orang tua yang hebat," kata Abah. Membuat Iqbal yang sebelumnya menunduk dalam kini mengangkat kepalanya. "Terutama Kayra, kamu pasti bisa jadi ibu sambung yang baik untuk Raissa nantinya,"
*****
Kayra tidak hentinya memandangi wajah mungil Raissa yang ada di tengah-tengah mereka berdua. Jemari lentiknya tidak berhenti mengelus pipi gembul Raissa.
"Mashaallah, kamu gemes banget si dek," kata Kayra. Bibirnya terus menyunggingkan senyum sejak pulang dari rumah Umi dan Abah.
"Pengen gigit deh pipinya," kata Kayra. Dia tidak sadar jika ada seseorang yang sedang memperhatikannya sejak tadi dari balik meja kerjanya.
Iqbal. Meskipun pemuda itu terlihat fokus dengan layar laptopnya. Tapi nyatanya sedari tadi dia terus tersenyum, meskipun senyuman tipis yang dua tunjukan. Dia tidak menyangka jika Kayra akan menyambut putrinya dengan raut bahagia itu. Satu hal yang sangat dia takutkan ketika Acha pergi meninggalkannya adalah hal ini.
Namun di luar dugaan, ternyata Acha sudah menyiapkan semuanya. Gadis itu bahkan sudah memilihkan perempuan yang memiliki kepribadian tidak kalah baik dengan dirinya. Meskipun Iqbal belum bisa menerima gadis yang saat ini sedang mengenakan jilbab instan berwarna navy itu, tapi dia sudah terikat janji dengan orang tua Kayra untuk menjaganya sampai nanti dia menyerah.
Ya setidaknya untuk sekarang dia masih berusaha. Ketika nanti saatnya dia merasa belum juga menerima Kayra dan hanya akan berujung menyakiti gadis itu, maka dengan sangat terpaksa dia akan mengembalikan Kayra ke orang tuanya. Sesuai permintaan mereka beberapa bulan yang lalu.
Iqbal menutup laptopnya, pemuda itu berjalan pelan ke arah kasur dimana Kayra dan Raissa berada. "Kenapa nggak tidur Kay?" tanya Iqbal.
"Nanti pak," jawab Kayra bahkan tanpa memandang wajah Iqbal.
"Udah hampir jam sebelas loh Kay,"
"Nggak papa pak, saya belum ngantuk," jawab gadis itu lagi.
Entahlah Iqbal merasa Kayra lebih dingin dari sebelumnya. Karena adanya Raissa atau memang gadis itu yang sedang berusaha membatasi interaksi dengan dirinya.
"Nanti kalo Raissa bangun kamu bakal susah tidur lagi," kata Iqbal mengingatkan.
"Nggak papa pak, saya juga seneng,"
"Nanti biar saya saja yang gantiin pempersnya, kamu tidur aja,"
"Nggak usah pak,"
"Gantian Kay, kamu kan dari tadi juga belum istirahat," kata Iqbal. "Nanti kamu kecapean,"
Kayra mengangkat wajahnya. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Pak Iqbal nggak usah khawatir, kalo saya cape saya juga pasti istirahat tanpa disuruh. Kalo saya sakit pun saya nggak akan ngerepotin pak Iqbal. Jadi tenang aja, nggak usah khawatir dibuat repot gara-gara saya sakit," kata Kayra menjelaskan tanpa diminta. Pasha bukan itu maksud Iqbal.
"Bukan itu maksud saya Kay," kata Iqbal berusaha menjelaskan. "Mak-"
"Udahlah pak, kalo mau tidur tinggal tidur aja," kata Kayra.
Iqbal mendesah pelan. Ternyata ada juga perbedaan sifat Kayra dan Acha yang dia temukan. Kayra ternyata begitu berani, sangat berbeda dengan Acha yang selalu bersifat lemah lembut padanya.
"Kenapa?" tanya Kayra dengan sorot mata yang terlihat kesal. "Mau bandingin saya sama Acha?" tanyanya lagi.
"Nggak Kay, saya cu-,"
"Ya jelas beda lah," kata Kayra yang kini sudah kembali fokus pada pipi gembul Raissa. "Nggak ada yang sama dari kita selain nama kita yang belakangnya sana-sini huruf a dan suami kita yang sama,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments