“Permisi mbak,” panggil bi Surti. Membuatnya Kayra yang baru saja selesai sholat beranjak.
“Iya bi gimana?” tanpa menunjukkan lama Kayra lalu membukakan pintu kamarnya.
"Mas Iqbal nunggu mbak Kay di ruang tv mbak," kata bi Surti. Nadanya terdengar biasa saja, tidak ada raut khawatir.
Kayra terdiam cukup lama, gadis itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Aku pake jilbab dulu ya bi," jawab gadis itu. Meskipun saat ini hanya ada Iqbal dan bi Surti tapi Kayra tidak pernah membiarkan dirinya keluar dari kamar tanpa menggunakan jilbabnya.
"Baik mbak nanti bibi sampaikan ke mas Iqbal ya," kata bi Surti. "Oh iya, bibi mau ke toko depan, mbak Kay ada mau nitip sesuatu nggak?"
Kayra menggeleng pelan. "Nggak deh bi,"
Kayra menghentikan langkahnya, dia berdiri beberapa meter di belakang Iqbal yang fokus dengan berita di televisi. Gadis itu meraba dadanya, jantungnya berdegup kencang.
"It's okay Kay, lo nggak melakukan kesalahan apapun. You don't have to be worry okay," kata Kayra pada dirinya sendiri. Semoga saja mantra yang dia ucapkan berhasil membuat dirinya sedikit lebih tenang.
Tepat sebelum Kayra menanyakan apa maksud Iqbal memintanya untuk datang ke ruang tv, pemuda itu sudah lebih dulu sadar dan menoleh ke gadis itu.
"Duduk dulu Kay," kata Iqbal pelan. "Ada yang mau saya obrolin,"
Tanpa menjawabnya Kayra duduk di sofa yang kosong, tentu saja dengan jarak yang lumayan jauh. "Gimana pak?" tanya Kayra hati-hati. "Saya berbuat salah?" tanya gadis itu.
Untuk pertama kalinya semenjak acara pernikahan mereka berdua Kayra melihat kembali senyum yang sempat redup karena perginya Acha dari hidup mereka berdua. Iqbal menunjukkan senyum manis dibibirnya, meskipun tidak secerah dulu tapi ini adalah sesuatu yang patut untuk disyukuri. Setidaknya pemuda itu sudah bisa sedikit menerima apa yang terjadi dengan mereka.
"Saya tahu apa yang terjadi sama kita sama sekali bukanlah keinginan kita berdua," kata Iqbal. Persis dengan apa yang dikatakan oleh bapak kemarin. "Tujuan kita itu sama, buat Acha senang dan tenang di atas sana," Iqbal menatap Kayra intens. "Tapi memang kenyataannya tidak semudah itu kan Kay? Baik saya ataupun kamu pasti masih berat, saya jelas masih sering kepikiran tentang Acha dan pengen Acha tetep disini bareng-bareng sama kita semua. Dan kamu," Iqbal menghentikan kalimatnya sebentar. "Kamu juga sudah punya rencana mau ke jenjang yang lebih serius kan sama Azmi?"
Kayra sedikit tersentak dengan apa yang dikatakan Iqbal. Bagaimana pemuda itu tau tentang rencananya dengan Azmi?
"Azmi udah cerita semuanya ke saya," kata Iqbal menjawab rasa penasaran Kayra. "Jujur saya nggak mengira kalo kamu akan menerima permintaan Acha, saya kira kamu akan menolak permintaan Acha,"
"Kenapa bukan bapak yang nolak?" tanya Kayra.
"Saya nggak tega Kay lihat Acha, dan ternyata dia sudah menyiapkan ini semua dari lama. Tanpa satupun dari kita yang tau,"
Kayra tercengang mendengar itu, bagaimana bisa Acha memiliki rencana untuk menjodohkan dirinya dengan Iqbal sejak lama.
"Terus mau bapak sekarang gimana?" tanya Kayra. Jujur saja dirinya sudah terlalu lelah, dia seperti disalahkan dari banyak sudut. "Saya ikut keputusan bapak," katanya lagi.
"Kay," panggil Iqbal pelan. "Saya masih sulit sekali buat menerima orang baru," katanya hati-hati. "Tapi benar apa yang dikatakan bi Surti, kamu juga tidak berhak diperlukan buruk sama saya," kata pemuda itu lagi.
"Kita sama-sama mau Acha senang di atas sana kan?" tanya Iqbal. Kayra mengangguk pelan. "Kita harus memaafkan satu sama lain dulu, mungkin akan lama untuk saya bisa jatuh cinta ke kamu begitu juga dengan kamu,"
"Bapak masih suka liat Acha di diri aku kan?"
Iqbal terlihat terkejut mendengar apa yang ditanyakan Kayra. "Kamu tau?"
"Kata orang aku sama Acha memang mirip, bahkan orang yang baru kenal kita mengira kalau kita kakak adik,"
Iqbal akhirnya menganggukkan kepalanya. "Itu yang membuat saya semakin sulit menerima kamu Kay," kata Iqbal. "Jadi nggak papa kan kalo kita masih pisah ranjang meskipun kita sudah berbaikan?" tanya Iqbal.
Kayra mengangguk. Sesuai pesan dari bapaknya dia ingin menjadi istri yang taat meskipun bukan dengan lelaki yang dia inginkan untuk menjadi imamnya.
*****
"Gimana?" tanya Shilla. Semenjak mereka pergi ke rumah orang tua Kayra gadis itu semakin sering menjenguk Kayra. "Ada perubahan?"
"Perubahan apa?" Kayra balik bertanya tanpa mengangkat wajahnya, gadis itu fokus dengan tabletnya. Setelah lulus dia justru bingung harus melakukan apa lagi, memang beberapa perusahaan sudah menjawabnya lamaran yang dia kirimkan. Tapi ternyata setelah dia baca kembali jobdesknya sama sekali tidak sesuai dengan apa yang dia sukai.
"Kak Iqbal nggak ada perubahan sama lo?" tanya Shilla langsung pada intinya.
"Perubahan seperti apa yang lo maksud?" Kayra menyesap kopinya, americano berwarna hitam pekat yang selama ini dia hindari.
"Apa aja," jawab Shilla. Gadis itu berbeda dengan Kayra, Shilla bahkan bergidik ngeri menyaksikan ekspresi Kayra yang tetap tenang setelah menyesap minuman yang pasti sangatlah pahit. "Hidup lo udah pahit kali Kay," kata Shilla karena Kayra begitu menikmati minumannya. "Lo nggak harus buat makin pahit sama minuman lo itu,"
Mendengar apa yang dikatakan Shilla Kayra mengangkat wajahnya, gadis itu meletakkan kembali tabletnya. "Gimana caranya gue jelasin ke elo ya?" kata Kayra.
"Jelasin apaan? Pertanyaan gue aja belum lo jawab,"
"Hidup sama minuman ini memang ada korelasinya, dan menurut gue dengan kopi ini justru akan membuat gue sadar kalo kita menerima rentetan ujian yang Tuhan kasih buat kita, kita juga akan sampai pada titik menikmati. Kaya kopi ini, mungkin pada awalnya akan terasa aneh di lidah, bahkan yang nggak cocok akan ngaruh ke lambungnya. Tapi coba dirasakan pelan-pelan dinikmati setiap hisapnya, pasti lo bakalan suka. Karena secara nggak langsung juga akan ngaruh ke otak lo," kata Kayra.
"Tapi kan nggak se-,"
"Sekali lagi, itu menurut gue ya," kata Kayra kembali mengambil tabletnya. "Buat orang-orang yang suka makanan dan minuman manis pasti akan aneh, kaya lo ini,"
"Ya hidup udah pahit ngapain dibuat makin pahit coba?"
"Bukan dibuat makin pahit Shill, tapi membiasakan aja," kata Kayra.
"Oke deh oke. Dah sekarang lo jawab pertanyaan gue,"
"Apa?"
"Kak Iqbal udah ada perubahan?"
"Sedikit lebih baik lah,"
"Jujur ya Kay, bunda gue itu khawatir banget sama elo,"
"Kenapa?"
"Ya khawatir lah, bunda orang yang paling tahu kakak gue dulunya kaya apa. Dan dia takut kalo elo diperlakukan nggak baik karena belum bisa menerima elo sebagai istrinya," kata Shilla. "Bunda sama ayah juga tanya terus kapan lo mau ke rumah,"
"Keluarga elo nerima gue?" tanya Kayra ragu.
Shilla justru bingung dengan pertanyaan Kayra, gadis itu mengerutkan keningnya. "Maksudnya?" tanya Shilla.
"Ya ayah sama bunda lo, mereka bisa nerima gue sebagai menantunya?"
"Ya iyalah Kay," jawab Shilla. "Emang siapa si yang nggak nerima lo masuk keluarga kita?" tanya Shilla bingung. "Baik dari keluarga gue ataupun keluarga mba Acha semua menerima elo dengan baik Kay," lanjut Shilla.
Kali ini Kayra benar-benar menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu memasukan kembali tabletnya ke dalam tas.
"Sekarang gue nggak tahu harus seneng atau sedih Shill,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments