"Tadi ngobrol lama sama Azmi?" tanya Iqbal ketika keduanya sudah berada di kamar mereka.
Kayra yang sedang menggunakan skincarenya melirik Iqbal sebentar. Gadis itu masih menggunakan hijabnya, dia sama sekali belum pernah menunjukan rambut indahnya di hadapan pemuda itu. "Kenapa?"
"Nggak papa," jawab Iqbal santai. "Kalo ngobrol lama tandanya kamu tau apa maksud tujuan dia kesini," katanya lagi. Tangannya terulur untuk meletakan kacamata bacanya, melihat putri kecilnya yang sudah terlelap di tengah-tengah dirinya dan Kayra. "Nggak mungkin kan dia kesini tanpa cerita apapun ke kamu?"
"Emang dia cerita apa ke bapak?" tanya Kayra. Saat ini gadis itu sudah benar-benar menyelesaikan kegiatannya, dia menyimpan kembali semua skincarenya dan berjalan ke ranjangnya. "Cerita kalo dia mau nikah sama Clara?" tebak Kayra.
Iqbal berdehem pelan, pemuda itu menoleh sebentar ke arah Kayra yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya. "Iya," jawab pemuda itu pelan, nyaris bergumam. "Are you okay?" tanyanya. Meskipun status mereka kini sebagai suami istri tapi karena belum adanya cinta yang tumbuh diantara keduanya membuat Iqbal merasa jika saat ini keadaan Kayra sedang tidak baik-baik saja. Pasti gadis itu menyimpan semuanya sendiri, tanpa mau berbagi kepadanya karena status yang mereka miliki.
"Emang aku boleh nggak baik-baik aja?" tanya Kayra pelan.
"Boleh," jawab Iqbal. "Kamu boleh cerita apapun ke saya Kay," katanya lagi.
Kayra melihat ke atas, gadis itu melihat stiker bintang dan bulan yang dulu pernah dipasang Acha. Tiba-tiba dia sangat merindukan sahabatnya itu.
"Aku nggak tau,"
"Nggak tau apa? Nggak tau sama perasaan kamu sendiri?"
"Pak," panggil Kayra pelan, gadis itu merubah posisinya. "Aku nggak tau harus merespon seperti apa, aku nggak tau harus jawab apa untuk pertanyaan bapak. Dan aku sendiri masih bingung sama semuanya. Kenapa dia tiba-tiba dateng, kenapa dia tiba-tiba cerita kalo mau nikah sama Clara? Kenapa?"
"Kenapa?" tanya Iqbal membeo. "Dia mau nunjukin kalo dia udah bisa baik-baik aja atas pernikahan kita Kay," kata Iqbal. "Dia sedang berusaha untuk menerima kalo kalian sudah nggak bisa sama-sama lagi," jawabnya lagi.
"Sedangkan bapak?" tanya Kayra. "Apa bapak sendiri sudah bisa menerima aku sebagai istri?"
"Bukannya kita udah sepakat buat nggak jatuh cinta satu sama lain?"
"Iya, memang," jawab Kayra. "Aku juga nggak ada perasaan apapun sama bapak, begitu juga dengan bapak bukan? Lantas kalo suatu saat nanti bapak sudah nggak sanggup dengan sikap aku dan pergi meninggalkan aku, aku harus siap dengan segala konsekuensinya bukan?" tanya Kayra. "Aku belum menemukan laki-laki yang bisa menerima masa lalu buruk aku sebaik Azmi pak," kata Kayra.
"Masa lalu buruk apa? Saya tau kamu sama baiknya sama Acha Kay,"
"Nggak pak," Kayra menggeleng pelan, air matanya turun membasahi pipinya. Ternyata malam-malam begini menghabiskan banyak tenaga untuk mengobrol dengan Iqbal. "Bapak nggak tau cerita masa lalu aku, nggak ada yang tau satupun,"
"Dan kamu nggak mau kasih tau saya?"
"Apa aku perlu kasih tau bapak sedangkan kita sendiri entah sedang menjalin hubungan seperti apa meskipun status kita sah sebagai suami istri dimata agama dan negara," kata Kayra.
Iqbal menghembuskan nafasnya pelan, dia sendiri tidak tau harus menjawab apa untuk pertanyaan yang sudah kesekian kalinya ditanyakan oleh Kayra. Dirinya dan Kayra sudah sepakat untuk tidak jatuh cinta satu sama lain, fokus membesarkan Raissa dan belajar menerima semuanya. Namun disisi lain dia sendiri juga bimbang, dia yang masih sering kali memikirkan mantan istrinya dan dia juga yang suka kewalahan menghadapi hasrat biologisnya. Tapi Iqbal tidak mungkin melakukan itu tanpa dasar cinta pada Kayra, meskipun mereka sangat diperbolehkan untuk melakukan hubungan itu.
"Sudahlah pak, nggak usah dibahas lagi," kata Kayra. Gadis itu mengecup kening Raissa dan menarik selimut untuk dirinya sendiri. "Aku tau bapak banyak kerjaan hari ini kan, aku sendiri juga lagi nggak mau ngobrolin ini. Mungkin besok aku udah punya jawaban buat semua pertanyaan bapak," kata Kayra, tanpa menunggu jawaban dari Iqbal gadis itu memejamkan matanya.
*****
"Lo apaan si kak?" tanya Tara. Gadis itu sudah menghabiskan kurang lebih satu setengah jam di kamar kakaknya, hanya untuk memastikan kabar yang dia dengar di meja makan tadi. "Kenapa lo nggak ngomong sama gue? Kenapa lo tiba-tiba mutusin sendiri," kata Tara lagi.
"Ra," panggil Azmi pada adiknya. "Yang ngejalanin itu gue Ra, bukan elo. Dan ini hak gue,"
"Tapi kenapa harus Clara?"
"Kenapa bukan Clara,"
"Gue tau elo nggak suka sama dia ka,"
"Kayra sama bang Iqbal juga nggak harus saling cinta buat bisa nikah,"
"Kak plis deh, ini beda,"
"Nggak ada yang beda Ra,"
"Lo sendiri denger kan kemaren apa yang dibilang sama bapak. Ini bukan atas kemauan mbak Kayra sama kak Iqbal. Gue tau elo masih sakit hati tapi lo nggak boleh gegabah ambil keputusan kaya gini,"
"Gue nggak ada pilihan lain Ra," kata Azmi menunduk dalam. "Toh gue sendiri juga bukan laki-laki baik, dan Clara juga punya masa lalu buruk. Sama seperti gue,"
"Maksud lo apa?"
"Lo nggak tau hubungan gue sebelumnya kaya apa sama Clara Ra," kata Azmi. Pemuda itu memberanikan diri menatap wajah cantik adiknya.
"Jangan bilang anak Clara itu anak elo,"
"Nggak," Azmi membantah dengan tegas tuduhan yang diberikan Tara untuknya. "Sama sekali bukan,"
"Terus apa?" tanya gadis itu. Tara mengacak rambutnya frustasi, kejadian apa yang dia nggak tau selama dirinya di Aussie. "Gue tau kita nggak sedeket ini dulu, but you have to tell me. What happened with you with that girl," kata Tara tegas.
"Gue udah pernah tidur sama dia Ra," kata Azmi penuh penyesalan.
"Apa maksud lo dengan kata tidur?" tanya Tara berusaha mengusir pikiran buruk yang mampir di kepalanya. "Just sleep kan?"
"No Ra," jawab Azmi. "Gue udah pernah having *** sama Clara,"
"Pardon?"
"Gue udah pernah having *** sama Clara Tara,"
Plakk
Untuk pertama kalinya Tara menampar pipi Azmi. "Lo nggak malu?" tanya Tara. "Lo nggak malu berbuat keji kaya gitu dan elo masih mengharapkan punya istri kaya mbak Kay?" tanya Tara. Emosinya sudah diujung tanduk meskipun air matany terus bercucuran. Hidungnya memerah, dan dia biarkan cairan bening keluar dari dua lubang hidungnya. "Ko bisa lo punya pikiran gila itu?!" tanya Tara.
"Gue khilaf Ra," kata Azmi.
"Gilak, kalian udah gila si," jawab Tara. "Dan mbak Kay tau?"
Dengan polosnya Azmi menganggukkan kepalanya. "Dia tau semuanya tentang gue,"
"Dan dia masih bisa menerima elo dengan baik?"
"Iya,"
"Gila," jawab Tara. "Sekarang gue bersyukur si mbak Kay nggak nikah sama cowok modelan kaya lo," kata gadis itu lagi. "Meskipun lo Abang gue tapi elo sama sekali nggak menghargai gue, mbak Kay sama mamih sama sekali sebagai perempuan yang ada disekeliling lo,"
Kalimat terakhir yang dikatakan Tara terasa lebih pedas dibandingkan tamparan gadis itu pada pipinya. Azmi sama sekali tidak bisa mengatakan apapun untuk menyelamatkan dirinya dari amukan gadis itu. Karena mau dilihat dari sisi manapun, dirinyalah yang yang bersalah disini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments