Kayra dan Azmi sama-sama diam, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut muda mudi itu. Hanya saja keduanya sama-sama menengadah ke langit menyaksikan salah satu ciptaan Tuhan yang sangat indah.
Azmi memejamkan kedua matanya, membuat Kayra tersadar dan menoleh ke arah pemuda tampan itu.
"Ngantuk?" tanya Kayra. Gadis itu mengambil hpnya. "Udah malem juga sih," kata gadis itu lagi.
"Nggak kok,"
Kayra mengerutkan keningnya. "Terus?"
Azmi mengubah duduknya, pemuda itu kini menatap Kayra lurus. Meskipun keduanya matanya sering kali melihat ke arah pintu depan rumah Kayra yang terbuka, takut-takut jika dia sedang mengatakan hal serius dengan gadis itu Bapak atau Artar keluar.
"Kenapa?" tanya Kayra lagi karena pemuda itu terus saja diam.
"Aku lagi minta aja sama Tuhan,"
"Minta apa?"
"Minta kamu," kata Azmi, ada jeda sejenak sebelum dia kembali melanjutkan. "Minta kamu buat aku,"
Kayra menggigit bibir bawahnya, dia bingung harus bereaksi seperti apa. Dirinya benar-benar belum siap juga Azmi melamarnya malam ini.
"Aku tau kok, untuk sekarang kamu pasti masih nolak aku. Meskipun aku nggak tau pasti apa alasan kamu nolak aku," kata pemuda itu. Azmi terkekeh kecil. "Aku kurang apa Kay?" tanya Azmi.
Kayra menarik nafas dalam, gadis itu sama sekali tidak memiliki jawaban apapun. Karena untuk ukuran perempuan normal pasti akan dengan segera mengiyakan lamaran seorang Azmi. Bagaimana tidak, pemuda itu sudah cukup matang dari segi umur, pemikirannya dewasa, pintar, dan dalam segi finansial pun sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga. Tapi entahlah, rasanya masih ada yang mengganjal.
"Atau ada lamaran yang sedang kamu tunggu Kay?"
Pertanyaan Azmi yang hati-hati itu sontak membuyarkan lamunan Kayra. Gadis itu cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak ko," katanya cepat. "Tapi untuk sekarang aku emang belum bisa mi," jawab Kayra lagi.
"Alasannya apa?" tanya Azmi.
Kayra menggeleng pelan, dia sendiri bingung untuk apa dia terus menerus menolak permintaan Azmi. Tapi memang ada sedikit keraguan. "Kamu tau alasannya kan?"
Azmi tersenyum tipis. "Bapak sama ibu kan?" tanya Azmi.
"Masih banyak yang harus aku lakukan untuk mereka mi," kata Kayra. "Aku nggak mau egois, meskipun aku sangat yakin kamu juga bisa membuat mereka bahagia. Tapi ini janji aku sendiri, aku pengen membuat mereka bangga dan bahagia karena punya aku sebagai putrinya," kata Kayra lagi. "Kamu ngerti kan?"
"Tapi bener bukan karena ada laki-laki lain kan Kay?" tanya Azmi hati-hati.
'Kay?" panggil pemuda itu ketika gadis di depannya hanya memandangnya tanpa memberikan jawaban apapun. "Kamu udah kasih semuanya ke aku, dan begitu juga sama aku. Janji Kay jangan tinggalin aku sendiri Kay," Azmi sedikit menaikan intonasinya ketika di depannya Kayra hanya diam dengan raut sendu.
"KAY,"
"KAYRA,"
"KAYRA HANA UMARI,"
"Mba," bi Surti menepuk pelan pipi Kayra. "Mbak, bangun mbak udah sore," kata bi Surti lagi.
Kayra melenguh pelan, gadis itu pelan membuka kedua matanya. "Jam berapa bi?" tanya Kayra dengan suara khas bangun tidur.
"Jam setengah lima mbak," kata bi Surti.
Kayra mengusap pipinya yang terasa basah. Gadis itu mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa mbak Kay nangis mbak?"
Gadis itu terdiam beberapa saat. Bukankah dia baru saja bermimpi Azmi?
Kayra menggeleng pelan. "Nggak kok bi, nggak papa. Mungkin aku lagi kangen sama orang rumah hehe,"
Bi Surti mengangguk paham. "Ya sudah, mbak Kay belum sholat ashar kan? Sholat dulu ya. Kalau sudah, mau nggak ajarin bibi buat kue pisang nangka?" tanya bi Surti. "Kata mbak Acha kue kue pisang ketan itu ciptaan mbak Kayra," kata bi Surti lagi.
Kayra tersenyum getir. Ya benar sekali, kue pisang ketan yang dia buat karena kesukaan Acha terhadap pisang dan dengan ide iseng Kayra gadis itu menambahkan nangka agar Acha tidak bosan memakan kue yang itu itu saja. Tapi gadis itu bahkan sudah lebih dulu pergi sebelum kuenya launching.
"Boleh bi," jawab Kayra. "Bahan-bahannya udah ada bi?" tanya Kayra lagi.
"Bahannya sudah ada semua mbak,"
*****
"Sayang,"
Suara yang sama sekali belum pernah didengar Kayra seketika membuat gadis itu membeku. Iqbal entah kerasukan apa tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, seakan dia memang sudah menerima kehadiran Kayra di tengah rasa kehilangannya.
"Pak?" panggilan Kayra barusan membuat Iqbal juga membatu. Membuat pemuda itu melepaskan pelukannya dan kembali merubah nada suaranya.
"Kenapa kamu pakai baju istri saya?!"
"Ini bukan baju Acha pak, ini baju aku," kata Kayra. Memang baju yang dia pakai merupakan bajunya sendiri yang dibeli ketika dirinya dan Acha mengunjungi salah satu pameran.
"Bohong," tandas Iqbal. Rahangnya mengeras, begitu marah dengan Kayra yang mengatakan jika baju yang dia kenakan adalah miliknya sendiri. Jelas-jelas cardigan itu terlihat begitu mirip dengan milik istrinya. "Saya nggak mau kamu pake baju-baju istri saya lagi," katanya. Membuat Kayra terdiam dengan dada yang berdenyut ngilu. Begitu juga dengan bi Surti yang tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Kayra.
Bi Surti berjalan mendekati Iqbal, mengusap lengan pemuda itu lembut. "Mas Iqbal mau kemana sore-sore gini?" tanya bi Surti yang langsung mengalihkan atensi Iqbal.
"Mau ke makan Acha bi," jawab Iqbal singkat. Tatapan matanya masih menatap tajam ke arah Kayra, membuat gadis cantik itu menundukkan kepalanya takut.
"Makan dulu ya mas,"
Iqbal menggeleng. "Nggak usah bi, aku makan diluar aja," katanya. "Aku nggak mau makan masakan dia,"
"Astaghfirullah hal adzim," Kayra terus beristighfar. Gadis itu berusaha keras menahan air matanya agar tidak menetes di hadapan pemuda yang sekarang sudah menjadi suaminya.
"Nggak boleh begitu dong mas,"
"Bi Surti lebih baik nggak usah ikut-ikutan, Iqbal ngerti apa yang terbaik buat Iqbal," jawab pemuda itu. "Dan kamu," katanya lagi. Menunjuk Kayra dengan telunjuknya. "Kamu harus sadar siapa kamu di rumah ini," katanya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Kayra dengan kepala yang masih menunduk menahan air mata dan juga amarahnya.
Bi Surti menarik Kayra ke pelukannya menenangkan gadis itu yang bahunya sudah bergetar. "Yang sabar ya mbak ya," katanya. Tidak ada kalimat lain selain kata sabar semenjak Kayra datang ke rumah ini dengan status yang baru.
"Apa Acha juga ngerasain ini bi?" tanya Kayra. Gadis itu mengangkat kepalanya. "Apa Acha merasakan apa yang Kayra rasakan sekarang? Meskipun Kayra tidak memiliki perasaan sama pak Iqbal tapi rasanya sakit sekali bi,"
Bi Surti mengangguk pelan. "Iya mbak, mbak Acha juga pernah mengalami seperti ini. Bahkan bisa dibilang lebih buruk dari ini,"
"Lebih buruk?" tanya Kayra bingung. Sekarang saja dia sudah merasa jika apa yang dilakukan Iqbal begitu jahat dan Acha bahkan pernah mengalami yang lebih buruk.
"Mbak Acha sudah jatuh cinta sama mas Iqbal ketika mas Iqbal melakukan ini. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kan rasanya?" Bi Surti menuntut Kayra untuk duduk kembali di meja makan. "Mba Acha sudah mencintai mas Iqbal sedangkan mas Iqbal masih sibuk dengan perempuan yang bernama Clara," bi Surti beranjak dari duduknya, mengambilkan segelas air putih untuk Kayra. "Tapi karena kesabaran mbak Acha, mbak Acha dapat merubah mas Iqbal,"
Kayra mengangguk paham. Dia jelas tau seperti apa Acha berusaha untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya. Gadis yang sama sekali belum pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis nyatanya dijodohkan dengan pemuda yang dicap baik oleh mahasiswa dan juga masyarakat di luar sana. Acha telah melalui begitu banyak hal, yang belum tentu dia sanggup jika dirinya menjadi gadis itu.
"Semua ada harganya mbak,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments