Benar. Apa yang dikatakan bi Surti sore tadi memang sangat benar. Semua ada harganya, dan Acha mendapatkan atas apa yang sudah gadis itu bayarkan. Bukan dalam bentuk uang, tetapi kesabaran gadis itu dalam menghadapi Iqbal versi yang dulu.
"Kenapa ngalamun lo?"
Lamunan Kayra buyar ketika dia melihat gadis cantik dengan rambut panjang yang kini menatapnya dengan pandangan bingung. Sekilas jika dilihat Shilla memang cukup mirip dengan Iqbal, hidung keduanya sama-sama mancung.
"Yee malah diem aja," kata gadis itu lagi seraya mendorong lengan Kayra pelan.
"Lagi kangen rumah aja," jawab Kayra pelan. Dia tidak berbohong, dirinya memang sedang sangat merindukan rumahnya.
"Kenapa nggak kesana? Pasti ibu sama bapak juga udah kangen banget sama elo,"
Kayra berdehem pelan. "Gue belum nyiapin jawaban apapun untuk pertanyaan mereka,"
Shilla meletakan paper bag yang dia bawa. Gadis itu lalu ikut duduk di kursi yang dibatasi meja kecil di antara dirinya dan Kayra. "Emang apa yang mau mereka tanyakan ke elo?"
"Ya you know lah,"
"Pernikahan?"
Kayra mengangguk kecil. "Yang jelas mereka pasti akan menyinggung itu,"
"Tapi bukannya akan lebih lega kalo berjalan sedikit lebih cepat?"
"Ya," jawab Kayra. "Maybe,"
"Kakak gue bikin salah sama elo ya? Ko nggak nyaman nikah sama dia?" tanya Shilla tiba-tiba. Membuat senyum tipis terlukis di bibir Kayra. Dan sekarang Shilla baru sadar jika bibir Kayra tidak semerah biasanya. Meskipun Kayra memang jarang sekali menggunakan pewarna bibir, tapi bubur gadis itu belum pernah sepicat sekarang ini.
"Gue nggak tau harus jawab apa Shill,"
"Lo janji mau cerita masalah elo ke gue loh Kay," kaya Shilla menagih janji Kayra ketika gadis itu baru saja menikah dengan kakak laki-lakinya.
"Tapi nggak semudah itu Shilla,"
"I know, tapi kalo ditahan sendiri gini elonya yang bakal kesakitan Kay,"
Kayra menggeleng pelan. "Kayaknya nggak sekarang deh Shill,"
"Kenapa?" tanya Shilla hati-hati, "lo nggak percaya sama gue? Gara-gara gue adik suami lo?"
"Suami ya?" Kayra terkekeh pelan mendengar apa yang dikatakan Shilla. "Dia bahkan nggak nganggep gue istrinya,"
"Tapi elo nganggep dia suami elo kan?"
Kayra kembali menganggukkan kepalanya. "Ya begitulah, meskipun gue belum melakukan tugas gue sebagai istri dengan baik,"
"Maksud lo?"
Kayra mengangkat bahunya acuh. "Mau masuk nggak?"
*****
"MBAK KAYYYYY," panggilan dari Amel membuat senyum Kayra merekah seakan gadis itu lupa dengan air mata yang baru saja dia tunjukan ke Shilla. "Kenapa mbak lama banget nggak kesini? Mbak nggak kangen sama Amel ya?"
Kayra menangkup pipi gembul Amel, mengecup kening anak itu berkali-kali. "Kata siapa mbak Kay nggak kangen sama Amel? Mbak Kay kangen banget lah sama adik gembul mbak ini," kata Kayra terkekeh geli ketika melihat Amel yang merintih karena Kayra mencubit pipinya.
"Masuk yuk," ajak Kayra, gadis itu menggandeng tangan kecil adiknya. Sedangkan tangan kirinya menenteng belanjaan yang tadi sempat dia beli dengan Shilla sebelum ke rumah. "Mbak bawa banyak jajan loh buat Amel,"
"Beneran?" tanya Amel dengan mata yang berbinar.
"Nih," Kayra menunjukkan keripik kentang yang dibelinya kepada Amel. "Amel suka kan?"
Kening Kayra dan Shilla berkerut ketika melihat Amel yang justru memajukan bibir bawahnya. Anak itu seakan sedang menahan air matanya.
"Kenapa Amel?" tanya Shilla yang ikut jongkok menghadap Amel.
"Amel nggak suka ya sama jajan yang mbak beli?" tanya Kayra. "Masih ada banyak kok, nggak cuma keripik kentang, nanti Amel bisa makan bareng-bareng sama mas Artar ya,"
Dengan mata polosnya Amel memandang Kayra. "Bukannya Amel nggak suka mbak," kata anak itu pelan. "Amel suka kok, tapi tadi sebelum mas Azmi pergi mas Azmi juga udah beliin jajanan yang sama kaya yang mbak Kay beli,"
Deg. Jantung Kayra berdegup kencang. Mendengar nama itu kembali disebut oleh bibir mungkin adiknya ternyata masih membuat dadanya merasakan sesak yang teramat sangat. Bagaimana mungkin dia masih mencintai pria itu ketika dirinya sendiri bahkan sudah menjadi seorang istri laki-laki lain.
Shilla menatap Kayra khawatir, dia jelas tau jika Kayra masih memiliki perasaan yang begitu dalam pada pemuda yang bernama Azmi. "Tadi mas Azmi kesini Mel?" tanya Shilla.
Amel mengangguk polos. "Iya tadi kesini, tapi cuma ngomong sama bapak sama ibu," jawab Amel. "Tapi tadi mas Azmi bilang katanya mau pergi jauh,"
"Kemana?" tanya Kayra lemah.
"Amel nggak tau mbak,"
"Mas Azmi nggak nitip apapun sama Amel buat mbak Kay?" tanya Kayra setengah berharap pemuda itu masih ingat dengan dirinya meskipun telah dikhianati. "Mas Azmi ada ngomong sesuatu tentang mb-,"
"Kayra,"
Panggilan ibu dari pintu sontak membuat Kayra menoleh pada sumber suara. Gadis itu lalu beranjak dan memeluk ibunya, meluapkan sesak yang dia rasa sejak tadi.
"Masuk ya nak," kata ibu. Melepaskan pelukan dari putri sulungnya. "Shilla masuk dulu yu nak,"
"Iya buk, nanti Shilla masuk sama Amel," kata Shilla seolah gadis itu sedang memberi waktu Kayra dan ibunya untuk membicarakan sesuatu yang tidak seharusnya dia tahu.
"Kalo begitu ibuk sama Kayra masuk dulu ya, tadi ibu udah bikinin minum sama kue di meja ya Shill,"
"Iya buk, terima kasih," jawab Shilla sopan. Menatap kepergian Kayra dan ibunya dengan tatapan sendu.
*****
"Gimana mbak?" tanya bapak. Setelah beberapa menit yang lalu mereka bertiga hanya diam akhirnya bapak membuka obrolan. "Apa yang kamu rasakan?"
"Tadi Amel bilang Azmi kesini pak,"
"Kamu masih mengharapkan Azmi?" tanya bapak terkejut. "Kamu sadar kan sekarang kamu sudah menjadi seorang istri?"
Kayra menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya.
"Bapak mau tanya," kata bapak. Ada jeda sebentar membuat Kayra menggigit bibir bawahnya, mencoba menebak pertanyaan macam apa yang akan bapak tanyakan. "Sebenarnya tujuan kamu menikah dengan mas Iqbal itu apa? Kenapa kamu masih menanyakan tentang Azmi?"
"Bapak marah karena Kayra sudah menikah dengan pak Iqbal tapi masih tanya tentang Azmi?"
"Bapak marah jika kamu tidak bisa bertanggung jawab atas keputusan yang sudah kamu ambil mbak," kata bapak. Bapak mengambil kopinya, kopi hitam yang sudah disiapkan oleh ibunya, seakan mereka memang akan membicarakan banyak hal sekarang. "Bapak marah kalo kamu tidak bisa bertanggung jawab sama kebahagiaan kamu sendiri," kata bapak lagi.
"Kamu nggak bahagia nak menikah dengan mas Iqbal?" tanya ibu setelah beberapa menit hanya diam mendengarkan.
Kayra diam, entah diam kali ini karena dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh ibunya atau karena dia belum siap mengecewakan orang tuanya.
"Pertanyaan ibuk bisa kamu jawab kalo kamu bisa menjawab pertanyaan bapak," kata bapak. "Tujuan kamu menikah dengan mas Iqbal itu apa? Apakah untuk ibadah? Atau rasa sombong kamu yang beranggapan kalo kamu bisa membuat Acha senang?" tanya bapak yang tepat sekali mengenai hatinya. Ya memang itulah tujuan Kayra, meskipun dia tau jika tujuan menikah adalah untuk menikah.
Kayra diam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari bapaknya.
"Artinya tebakan bapak dari awal benar," kata bapak lagi membuat Kayra mengangkat wajahnya. "Kamu melakukan ini hanya untuk membuat kamu Acha senang, padahal kamu boleh menolak jika kamu memang tidak menginginkan dan masih ada banyak hal yang bisa membuat Acha senang di atas sana," kata bapak lagi.
Bahu Kayra bergetar. Ibu lalu menarik Kayra ke pelukannya. "Sekarang mau tidak mau kamu sendiri yang harus menyelesaikan ini semua," kata ibu. "Ibu dan bapak percaya jika anak sulung kamu anak hebat, dan bisa diandalkan," kata ibu lagi.
Bapak mengusap puncak kepala Kayra. "Tadi mas Azmi kesini," kata bapak, membuat Kayra seketika memejamkan matanya. "Dia ada menitipkan sesuatu, tapi ibu dan bapak sepakat tidak akan kasih itu ke kamu. Dan mas Azmi juga tidak bilang untuk disampaikan ke kamu. Biar bapak sama ibu saja yang simpan, kamu fokus dengan keluarga baru kamu,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sadiah
Apa ya yg di kasih azmi buat kayra??
2022-12-15
1
Fiaarfa
di tunggu di next up nya kk
2022-11-25
1