Hubungan Kayra dan Iqbal sudah jauh lebih baik. Keduanya sering terlibat obrolan, bahkan Iqbal juga sudah mengajak Kayra menemui orang tuanya dan pemudanya itu juga sudah meminta maaf kepada orang tua Kayra. Entahlah feelingnya mengatakan jika Kayra juga pernah menceritakan ketidaksukaan gadis itu padanya.
"Emang umi nggak papa pak kalo kita jemput Raissa sekarang?" tanya Kayra.
Iqbal mengangguk kecil. "Nggak papa, umi juga udah sering tanya kapan kamu mau kesana,"
"Serius?" tanya Kayra menunjukkan ketidakpercayaan gadis itu. "Tapi Abah?"
"Kamu udah kenal Abah dengan baik Kay," jawab Iqbal lagi. Bibirnya menyunggingkan senyum. Jika orang-orang berpikiran pemuda itu sudah bisa mencintai Kayra, maka mereka salah besar. Dia sama sekali belum bisa menerima Kayra menggantikan posisi Acha, karena baginya tidak ada satu perempuan pun yang bisa menggantikan Achanya.
Kayra berjalan mendekati Iqbal yang sibuk membaca koran pagi ini. "Tapi kan aku juga udah lama nggak ketemu Abah pak," dan bahkan panggilan keduanya juga masih sama.
Keduanya sama sekali tidak mencoba untuk mencintai satu sama lain. Hanya saja mereka sedang sama-sama mencoba untuk menerima takdir yang mereka pilih sendiri.
"Abah masih sama," Iqbal meletakkan korannya. Pemuda itu berganti mengambil cangkir yang berisi cairan berwarna hitam pekat, dan menyeruputnya pelan. "Abah masih sama seperti yang kamu kenal sebelumnya, nggak ada yang berubah sama sekali Kay," lanjut Iqbal. "Selain hubungan kita berdua," lanjutnya lagi. Kali ini suaranya lebih pelan dari sebelumnya.
Tahu akan kesalahannya, Iqbal mengelus pundak Kayra pelan. "Nanti kita mampir ke makan Acha ya, kamu siap-siap dulu,"
"Bapak?"
"Saya siap-siap di kamar tamu aja," jawab Iqbal.
Kayra mengangguk kecil tanpa menjawab, gadis itu menyandarkan punggungnya. Kepalanya terasa semakin berat, kenyataan bahwa sikap Iqbal semakin baik padanya justru membuat dirinya semakin sulit untuk menceritakan apa yang sebenarnya dia sembunyikan.
Kayra mengusap perutnya, air matanya turun begitu saja. Siap tidak siap dirinya harus siap menerima apapun yang terjadi padanya.
*****
"Assalamualaikum Chaa," sapa Kayra. Air matanya sudah jatuh bahkan sebelum dia sampai di gundukan tanah yang dihiasi rumput jepang yang tumbuh subur di atasnya.
Kayra jongkok, dia sudah tidak peduli apa yang dilakukan oleh Iqbal di depannya. Sekarang dia hanya ingin bercerita pada Acha yang sudah berbeda alam dengannya. "Gue kangen banget sama lo kalo lo mau tau Cha," katanya lagi. Gadis yang menutupi mata indahnya dengan kacamata hitam itu mengelus kayu yang bertuliskan nama sahabatnya. "Lo jahat banget si, bukannya buat gue seneng lo malah ninggalin beban buat gue Cha. Lo nggak tau apa kalo lo nitipin Raissa sama pak Iqbal sama aja lo nitipin beban lo ke gue," kata Kayra. Dia membiarkan air matanya menetes di pipinya sampai membuat masker yang dia pakai juga basah. "Nggak papa si gue dititipin Raissa, karena dari awal juga gue udah jatuh cinta banget sama anak lo, tapi," Kayra menghentikan kalimatnya. Gadis itu mengangkat wajahnya dan memandang Iqbal yang ternyata sedang memperhatikannya. "Suami elo gimana Cha?"
Jeda sebentar. Keduanya sama-sama diam, hanya terdengar suara angin dan beberapa orang yang juga sedang berziarah.
"Gue aja belum bisa ngurus diri gue sendiri Cha. Gimana bisa elo nitipin orang lain ke gue. Elo tau sendiri kan Cha gue nggak sebaik elo, gue nggak bisa jadi istri yang baik buat suami elo kaya apa yang lo mau. Yang ada gue yang bakalan ngerepotin dia, bukannya buat beban dia berkurang malah nambah beban dia aja gue Cha," kata Kayra. Gadis itu terkekeh pelan. "Sorry ya Cha gue nggak berusaha untuk apapun, gue nggak berusaha untuk buat suami lo suka sama gue ataupun biar gue suka sama suami lo. Elo tau sendiri kan alasannya apa?" tanya Kayra pada gundukan tanah di depannya yang tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan yang dua ajukan. "Tapi demi elo gue akan belajar untuk menikmati semua ini. Entah apa yang elo minta ke Tuhan disana, tapi gue titip salam buat Tuhan ya Cha. Tolong sampaikan ke Allah-" Kayra menengadahkan wajahnya. Gadis itu kembali meneteskan air matanya. "Tolong sampaikan ke Allah untuk mengizinkan gue bahagia. Gue tau elo pasti udah tenang dan bahagia kan disana? Gue juga mau tenang dan bahagia Cha disini," kata Kayra lagi.
*****
Kayra memandang Iqbal dari kejauhan, gadis itu sedang duduk di warung yang tidak jauh dari tempat Acha di makamkan. Gadis itu tersenyum bahagia, mendapati Acha dicintai sebegitunya membuat dirinya juga ikut bahagia.
"Neng?"
Suara berat itu membuat Kayra memutuskan tatapannya pada Iqbal yang terlihat sedang tersenyum. Entah apa yang pemuda itu ceritakan pada istri pertamanya.
"Iya pak?" jawab Kayra. Gadis itu baru sadar jika di warung ini tidak hanya ada dirinya, tapi setidaknya ada delapan orang yang rata-rata umurnya sudah empat puluhan ke atas.
"Mau minum apa neng?"
"Teh hangat aja pak," jawab Kayra sopan.
"Siap neng," jawab si bapak penjual. "Ngomong-ngomong neng cantik kesini sama siapa?"
"Sama suami pak,"
"Suaminya dimana? Mau pesen sekalian?"
"Suami saya masih di sana pak," jawab Kayra, menunjuk Iqbal pelan dengan tatapan matanya. "Dia masih asik cerita sama istrinya," lanjut Kayra sebelum diberi pertanyaan yang lain.
"Neng nggak papa?" tanya si penjual, memastikan keadaan Kayra baik-baik saja.
Kayra tersenyum kecil. "Nggak papa dong pak, emang saya harus gimana?" tanya Kayra. "Istri pertama suami saya itu sahabat dekat saya pak," jawab Kayra.
Bapak penjual tersenyum ketika menyadari Iqbal berjalan mendekat. "Apapun itu, bapak yakin neng cantik ini orang baik dan banyak yang sayang. Meskipun bapak nggak tau apakah neng lagi sedih atau lagi senang, tapi bapak akan mendoakan kebahagiaan neng dan suami," katanya sebelum meletakan pesanan Kayra di depan gadis itu.
"Kay?" panggilan Iqbal sontak membuat Kayra terkejut, jika saja Iqbal tidak menahan lengannya bisa saja gadis itu terjatuh ke belakang. "Hati-hati dong Kay,"
"Udah selesai pak?" tanya Kayra tanpa mengindahkan peringatan dari Iqbal.
Iqbal mengangguk kecil. "Kamu pesen makan?"
Kayra menggeleng. "Enggak," jawabnya. "Pesen teh hangat aja. Bapak mau?" tanya Kayra.
Iqbal menggeleng pelan. "Saya minum punya kamu aja kalo mau," jawab Iqbal santai sambil membuka ponselnya.
Pemuda itu bahkan tidak peduli dengan kerutan yang muncul di dahi Kayra akibat kalimat yang dia ajukan tanpa beban barusan.
*****
"Kamu kenapa tadi ngomong gitu Kay?" tanya Iqbal ketika mobilnya berhenti di lampu merah.
"Ngomong apa?" tanya jayra bingung. "Yang mana?"
"Di depan Acha tadi,"
"Yang mana? Aku ngomong banyak tadi,"
"Kenapa nggak mau berusaha buat saya jatuh cinta sama kamu Kay?"
"Simpel,"
"Simpel?"
"Karena kamu milik sahabat aku, dan aku nggak akan pernah merebut milik sahabat aku sendiri," jawab Kayra.
Iqbal mengangguk kecil. "Kalo saya yang jatuh cinta sama kamu?"
"It's okay," jawab Kayra. "Tapi aku nggak pernah minta itu. Satu orang saja udah cukup buat aku pak,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments