Jika dirinya apes, maka tes DNA dirinya dengan sang Ibu tak akurat.
Jumi tampak cemas, walau ia yakin bahwa ada jaringan tubuh dalam dirinya cocok dengan jaringan tubuh ibunya. Sehingga tuduhan keji Dahlan tak terbukti.
Kalau tidak, maka akan ada tuduhan yang dijatuhkan padanya. Satu adalah menculik Jumini, atau menghilangkan nyawa Jumini, dan pencurian uang milik Jumini yang asli, yang tak akan ditemuinya dalam rupa aslinya lagi.
Ini sangat memberatkan baginya. Jumini asli sudah tak bisa lagi dihadirkan raut wajahnya . Berarti ia tak bisa menghadirikan Jumini. Tuduhan menghilangkan Jumini jatuh pada dirinya.
Belum lagi tuduhan kedua, yaitu mencuri uang di tabungan Jumini. Huh, tuduhan pasal berlapis. Menghilangkan orang dan mencuri uangnya.
Ketika ia sadar aksn hasil tes DNA, maka dirinya agak tenang, bahwa kebenaran akan berpihak pada dirinya. Namun ia harus menerima jika sebelum hasil tes keluar, ibunya pun sangsi akan dirinya karena secara fisik ia berubah. Dari Jumini yang berkulit sawo matang, berwajah sederhana, menjadi Jumini berkulit putih dan berwajah Korea.
Semua itu hasil dari tim dokter spesialis kulit, serta bedah plastik yang telah dilakukan dokter spesialis bedah plastik yang telah ratusan, atau bahkan ribuan kali menangani perempuan yang ingin tampil beda.
Jumi tak tahu orang tuanya kecewa atau sedih, atau mungkin kagum saat ibunya melihatnya nanti.
Deg degan dan cemas tentu saja membuatnya gelisah menunggu kedatangan ibunya yang akan menemuinya dalam keadaan beda begini.
Ia tak diberi kabar apakah ibunya akan datang sendiri, atau berdua bapaknya. Karena selama ini ibunya tak pernah bepergian jauh.
"Sudah jangan cemas, Dik, kalau memang kamu anak kandung Ibumu ya pasti cocok DNA Adik dengan keluargamu," ujar Deli yang kasusnya sudah akan dilimpahkan ke pengadilan, jangankan selingkuhan suaminya, bahkan suaminya pun berpihak pada selingkuhannya dan sudah melayangkan gugutan cerai.
"Ya, Bu," angguk Jumi yang juga merasa prihatin dengan kasus yang dialami Deli
"Ya kita ini masing masing punya problem, semoga saja tetap diberikan kesehatan, aku sebenarnya juga sudah hampir putus asah dengan kasusku, suamiku tak memihak padaku, dia malah berada di belakang selingkuhannya menuduhku yang menipu. Tapi Tuhan tidak tidur, kakakku yang biasanya tak perduli pada saudaranya tiba tiba saja terketuk hatinya untuk membelaku," ujar Lia didukung kakaknya menyewa pengacara untuk menelusuri jejak penipuan yang didalangi selingkuhan suaminya.
"Jadi Dik Lia dan aku calon janda, ya," seru Del dengan senyum pahit.
"Ya Mbak mudah mudahan saja semua urusan kita cepat selesai," angguk Lia.
"Ya, Dik, tapi aku pasti dipenjara, karena polisi dan pengadilan kayaknya tidak memperhitungkan perasaanku yang terkoyak diselingkuhin, tapi akibat yang kulakukan karena terkhianati yang harus kutanggung," keluh Deli dengan raut wajah kesal dan kecewa.
"Tapi aku kadang percaya diri, kadang juga cemas takut ketidak beruntunganku terjadi. Takut tes DNA itu gagal ..." keluh Jumi.
"Eh Dik Jumi ini bukan sinetron yang rumah sakitnya bisa disusupi orang untuk merubah hasil kerja keras tim medis. Yang bisa merubah hasil positif tes DNA menjadi negatif," sungut Deli yang memang pelanggan sinetron yang sering menampilkan betapa gampangnya rumah sakit disusupi orang lain.
"Ya, Bu," angguk Jumi yang mengumpulkan kepercayaan dirinya, jika tes DNA atas dirinya akan mengakhiri semua tuduhan Dahlan.
"Ya sudah yuk kita makan Mie goreng kiriman kakakku, itung itung perpisahan dengan kalian" segera Lia membuka rantang yang berisi mie goreng.
"Oh Mbak Lia sudah boleh pulang?' Jumi menatap perempuan yang kini tak terlihat Lesuh dan kusut seperti kemarin.
"Ya, Dik karena kakakku telah memilih pengacara untuk mendampingiku dalam kasus ini," angguk Lia, "Semua pengacaraku yang mengurus,"
"Berarti aku bisa pakai jasa pengacara kalau begitu," tiba tiba Jumi bersemangat, tapi saat ingat ia sudah tak punya uang, kembali hatinya ciut. ada uang di tabungan sisa biaya operasi plastik. Tapi pasti sudah dipegang Dahlan buku tabungan itu. Mungkin juga ATM sudah diblokir oleh suaminya.
Artinya ia sekarang tak punya uang besar lagi, selain hanya uang seadanya yang berada di dompetnya.
"Mudah mudahan tes DNA berpihak padaku, ya Allah," itulah harapan satu satunya untuk kembali pada suaminya.
*
Zainal dan Narsia sudah mendarat di Bandara. Tapi suami istri itu heran saat tak melihat anak mereka tak mendampingi Dahlan.
"Bapak, " segera Dahlan sungkem pada Zainal. "Emak sehat," lalu menuju pada Ibu mertuanya.
"Lho mana si Jumi, Lan?" Narsia celingak celinguk mencari keberadaan anaknya yang sudah sepuluh bulan lebih tak dilihatnya.
"Ya, Lan kok si Jumi tidak ikut serta bersamamu menjemput kami?" Zainal menatap menantunya yang tahun lalu membawa Jumi pulang kampung melepas rindu.
Dahlan tampak kikuk. Beberapa saat tampak panik dan gelisah tak bisa menjawab pertanyaan kedua mertuanya.
Zainal dan Narsia saling tatap dengan raut muka heran.
"Istrimu sakit, Lan?" Narsia menyentuh lengan menantunya yang masih kesulitan untuk mencari kalimat untuk menjawab.
"Istrimu sakit, Lan?" Zainal berharap ketidak ikut sertaan anaknya mendampingi sang suami menjemput ke Bandara dikarenakan Jumi tak enak badan karena ngidam. Dengan demikian ia dan istri akan punya cucu.
"Begini, Pak, Mak, itu ... Kita pulang dulu ceritanya di rumah saja ..." Gugup tak bisa menguasai keadaan membuat Dahlan seperti orang kebingungan.
Zainal dan Narsia seketika terlihat khawatir.
"Jumi sakit, Lan?!" Narsia tak bisa menutupi rasa khawatirnya.
"Nggak, Mak," geleng Dahlan.
"Kalau tidak sakit kok tidak ikut jemput?!" Narsia semakin merasa cemas. Tiba tiba saja hatinya tak tenang.
"Mungkin Jumi mau memberi kejutan pada kita, Mak, sudah tenang saja, aku tahu mungkin saja sekarang ini anak kita hamil besar atau malah mau melahirkan cucu kita ..." Zainal menenangkan istrinya.
"Oh ya, begitu, Lan, anakku Jumi mau lahir makanya kamu kirim ticket supaya kamu datang?" Narsia rupanya termakan kata kata suaminya. Raut mukanya yang semula cemas kini mendadak berubah cerah dan begitu bersemangat.
"Mak Jumi mau ngeprank kita istilah anak sekarang," ujar Zainal membuat Dahlan semakin gugup.
"Ngeprank ya ngeprank tapi Hamil harusnya bilang bilang dari masih kandungan kecil supaya orang tua ikut senang dan mendoakan cucunya . Awas saja si Jumi nanti!" Narsia bersungut tapi antara rasa senang dan gemas, karena menganggap anak dan menantunya sengaja ingin memberi kejutan luar biasa.
"Dahlan Ayo kenapa sekarang kamu yang melamun," suara Zainal menyadarkan Dahlan dari pikirannya yang tak menentu jika kedua mertuanya nanti tahu yang sebenarnya.
"Ayo cepat Dahlan aku ingin mengelus perut anak perempuanku yang buncit," ujar Narsia tak sanar dengan suara riang menarik tangan Dahlan, "Huh si Jumi itu sudah nakal dia pakai prank emaknya segala, awas kau nanti Emak jewer," terus saja ia nyerocos saking senangnya berkhayal dan berharap punya cucu. Tak sabar ingin segera sampai di rumah menantunya untuk melihat Jumi yang berjalan dengan perut buncit.
Zainal senyum senyum senang karena akan punya cucu. Dan sungguh mereka tak menyadarkan jika menantu yang berjalan di samping mereka berkeringat dingin, mendengar kalimat penuh semangat dan bahagia mereka.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments