"Lho kok bisa?!" Sajak terkejut menatap Dahlan yang tertunduk. Tak urung dadanya berdebar mendengar ucapan sahabat lamanya tentang istrinya yang menghilang.
"Ceritanya nggak masuk akalku, tapi aku curiga perempuan itu menyembunyikan, atau menyingkirkan istriku," mata Dahlan sudah berair ingat Jumini istri tercintanya. Ia cemas jika istrinya tersakiti, atau bahkan sudah tiada di dunia ini.
"Bro, sabar, tenangkan hatimu," Sajak duduk lebih mendekat pada Dahlan.
"Aku khawatir dia sudah tiada," menitik air mata Dahlan.
"Hah!" Sajak terlonjak
Dahlan menghapus air matanya. Sejak istrinya menghilang ia berusaha untuk tetap tenang. Tapi saat ini sudah tak bisa lagi ia tahan kesedihan hatinya.
Sajak diam menunggu Dahlan redah perasaan hatinya.
Dahlan berusaha menenangkan hati yang tak bisa tenang sebenarnya.
"Jumi tak kutemui saat aku pulang belayar dua hari lalu," lirih suara Dahlan, "Tapi sebagai gantinya ada perempuan cantik berwajah dominan Korea mengaku Jumi istriku,"
"Kok?!!" Sajak tercengang menatap Dahlan.
"Suaranya persis istriku, semua tentang kami dia tahu, pokoknya seperti jelmaan istriku, cuma aku tetap tak percaya dia istriku,"
"Aku jadi bingung, Lan," apa yang dikatakan Sajak memang betul. Ia masih belum ngerti apa maksud cerita Dahlan..
"Katanya dia mengaku sengaja operasi berwajah secantik artis Korea untuk menyenangkan hatiku, padahal selama ini kami baik baik saja, tak pernah ada tanda tanda aku menginginkan istri cantik, atau aku memuji artis A atau artis B, satu lagi Jumi itu sangat taat beribadah, tak mungkin sampai merombak wajahnya,"
"Berarti?!" Sajak semakin tegang karena khawatir kecemasan Dahlan tentang istrinya yang telah tiada itu terbukti.
"Perempuan itu bukan istriku, dia sengaja merubah suaranya seperti istriku. Dan mempelajari semua tentang kami. Semuanya dia tahu, mahar yang kuberikan dan sampai ke tanda yang ada di istri aku juga tahu. Pokoknya gawat ini perempuan, bahayalah!"" jelas sekali Dahlan sangat emosi pada perempuan yang ditolaknya itu.
Sajak merasa aneh dan ngeri ini kasus yang baru didengarnya.
"Berarti perempuan itu telah menyingkirkan istrimu?!" Berdebar Sajak menyadari sahabatnya itu mengalami peristiwa yang membuatnya merinding.
"Makanya aku melaporkan dia ke polisi,"
"Lalu?"
"Perempuan Itu tetap bersikeras bahwa dia adalah Jumini istriku,"
"Wah nekat juga, dia," seru Sajak merasa turut prihatin atas apa yang terjadi pada Dahlan.
"Ya aku takut jika sampai mertuaku tahu tentang hilangnya Jumi,"
"Sebaiknya kamu rahasiakan dulu sampai istrimu ada kabar beritanya,"
"Tak mungkin, Jak,"
"Kenapa?"
"Besok mertuaku didatangkan ke Jakarta itu permintaan polisi, dan aku juga sudah bicara pada Ibu mertuaku jika kedatangannya memang sangat diperlukan."
"Maksudnya untuk apa ibu mertuamu didatangkan ke Jakarta, sedangkan istrimu masih belum jelas kabar beritanya,"
"Untuk tes DNA,"
"Tes DNA?!"
"Ya tes DNA antara perempuan itu dengan Ibu mertuaku,"
"Oh begitu?"
"Ya itu jalan terakhir yang disarankan kepolisian. Jika nanti terbukti mereka DNAnya lain, baru perempuan itu perkaranya dilanjut ke pengadilan,"
"Semoga saja urusannya cepat selesai, Lan, dan kamu yang sabar, ya?"
"Mau tak mau harus bersabar menghadapi kasus itu, tapi aku khawatir perempuan itu telah ..." Dahlan menggeleng berulangkali, "Aku khawatir istriku dibunuh perempuan itu,"
"Ohk!" Tercekat Sajak, "Semoga tak sampai kesana, aku turut prihatin, aku mendoakan semoga istrimu segera ditemukan,"
"Ya semoga," angguk Dahlan.
*
Dahlan membuka lemari. Pakaian Jumini tampak tersusun rapih. Sebagian perhiasan emas istrinya masih ada, sebagian dipakai perempuan itu, termasuk cincin kawin pemberiannya saat lamaran dulu.
Buku tabungan atas Nama Jumini Narsia Zainal tergeletak . Dibukanya buku tabungan itu. Sebagian besar isinya telah diambil oleh istrinya sekitar dua puluh hari lalu.
Dahlan tercenung. Untuk apa Jumini menarik uang dalam jumlah ratusan juta rupiah. Bahkan sejumlah satu miliyar dua ratus tujuh puluh lima juta. Sungguh tak masuk akal.
"Beli apa, dia, aneh!" Batin Dahlan yang tak mengerti tujuan istrinya mempergunakan uang tabungan yang berasal dari kiriman gajinya selama dua puluh bulan belayar.
Total uang berjumlah satu setengah miliyar rupiah itu hanya bersisa dua ratus dua puluh lima juta sekian. Artinya sang istri menghabis uang milik berdua itu sebesar satu miliyar dua ratus tujuh puluh lima juta.
Jumi telah menghabiskan uang mereka sebesar itu tanpa membeli sesuatu. Dahlan tahu persis sikap dan tabiat istrinya tak seperti itu.
Jumini perempuan hemat yang sangat menghargai hasil keringat suami. Untuk membeli baju pun ia lapor untuk menarik uang, padahal sebagai suami Dahlan memberikan kuasa penuh pada Jumini
"Pasti perempuan itu yang telah memaksa Jumi menarik uangnya, gila!" Jangan ditanya bagaimana geramnya lelaki itu pada Jumi yang dianggap palsu itu.
Maka berdasarkan penemuan itu segera Dahlan menghubungi pihak Bank pagi harinya lewat bantuan pihak polisi untuk memblokir rekening atas nama istrinya.
Bahkan dengan bantuan pihak kepolisian pula akhirnya Dahlan berhasil memindahkan saldo yang tersisa ke rekening tabungan atas nama dirinya.
Langkahnya itu untuk mengamankan sisa uang sang istri, berhubung ATM milik istrinya dipastikan ada pada perempuan yang telah menguasai rumahnya sebelum dilaporkan pada pihak kepolisian.
"Perempuan Itu harus membusuk di penjara. Tak ada ampun lagi. Selain menyingkirkan istriku dari rumah kami ia juga telah merampas uangnya!"
Jumi pun diperiksa atas perampasan uang milik Jumini yang asli.
Seperti hari sebelumnya perempuan itu membela dirinya. Ia tak terima dituduh merampas uang milik Jumini dalam jumlah besar.
"He Abang Dahlan, bagaimana mungkin aku mencuri uangku sendiri yang aku dapat dari suami sendiri.!"
"Pak Polisi saya tak mau bicara dengan orang asing ini. Yang jelas selain menyingkirkan istri saya dia juga mengambil uang kami sebesar satu miliyar dua ratus tujuh puluh lima juta rupiah," ujar Dahlan enggan bertatapan dengan Jumini Korea.
"Akan kami proses masalah perampasan uang itu, Pak," angguk polisi.
"Terima kasih, Pak Polisi." Ujar Dahlan sebisa mungkin tak mau beradu pandang dengan Jumi Korea.
"Ibu akan kena pasal berlapis. Menyembunyikan ibu Jumini asli entah menyingkirkannya nanti polisi akan membuktikan ya, serta perampasan uang korban!" Ujar polisi yang memeriksa Jumini dengan ciri khasnya menatap perempuan yang diperiksanya dengan sikap serius, bahkan terkesan mengintimidasi.
"Pak saya ini Jumini, uang tabungan itu saya tarik untuk biaya operasi wajah ke Korea." Bersikeras Jumi pada polisi.
"Semua nanti kita buktikan ya, Bu,"
"Pak Polisi saya permisi dulu mau ke Bandara untuk menjemput ibu mertua saya,"
"Silahkan, Pak Dahlan," angguk polisi
"Oh Ibuku sudah mau mendarat di Bandara, bagaimana jika ia tak mau mengakuiku?" Batin Jumi cemas.
Wajah cantik Jumi tegang. Tapi sesaat kemudian ia rilek ada tes DNA, semoga saja hasilnya tak mengecewakan, harapnya.
Jumi yakin pihak rumah sakit tak akan merekayasa hasil tugas yang dipercayakan pihak suami dan kepolisian.
Bagaimana pun dokter dan tim medis bekerja di atas sumpah, serta adab kemanusiaan dan berlandaskan kejujuran.
Itulah harapan Jumini satu satunya. Jika sampai tes DNA tak berpihak pada dirinya, dan kebenaran menjauhinya habis sudah. Merinding saat jeruji penjara terbayang di depan matanya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments