"Jadi Ibu tetap bersikeras tak mau mengakui kebohongan Ibu walau sudah satu jam Kami beri waktu berpikir, maka po memeriksaan dilanjutkan besok karena ini sudah malam!" Ujar polisi yang memeriksa Jumini.
"Tapi, Pak," terkejut Jumi dan ia enggan ditahan,"Saya kenapa ditahan?!"
"Bawah dia ke tahanan," ujar polisi itu pada polisi wanita yang sejak awal mendampingi Jumini.
"Siap!" Ujar Polwan itu patuh.
Dibantu dua polisi Polisi wanita itu menggiring Jumini ke ruang penahanan wanita.
"Bang Dahlan tolong Bang ..." Jumini berusaha menggapai Dahlan yang berjalan menjauhinya.
"Ibu jangan buat masalah baru, ya, yang tenang dan jika besok pemeriksaan dilanjutkan mengajukan dengan jujur, ya," seru polisi wanita langsung memegang kedua tangan Jumini dari belakang saat perempuan itu akan mengejar Dahlan yang berlalu dengan cuek.
"Itu suami saya, Bu," tangis sedih Jumi membuat dadanya sesak. Tapi semua orang tak mau mengerti penderitaannya.
Polisi wanita dibantu dua polisi lain membawa Jumini ke dalam tahanan.
Tangis dan rintihannya kini sia sia. Tak ada gunanya. Wajah Korea yang merupakan kebanggaannya untuk membuat Dahlan sangat bahagia sia sia belaka. Dahlan tak mempercayainya.
Malam hangat yang seharusnya ia lalui bersama Dahlan setelah sepuluh bulan terpisah benua, tak dia rasakan.
Malam indah penuh cinta bersama Dahlan hanya tinggal angan. Mulanya ia berkhayal Dahlan akan memuji kecantikannya, hingga membuat suaminya akan semakin menggebu dalam pertemuan cinta mereka, pada malam pertama setelah sepuluh bulan saling menahan rindu.
Tapi pertemuan cinta. Berpadunya dua hati yang saling merindu tinggal keinginan yang tak terwujudkan.
Kalau begini buatbapa jelita jika akhirnya dipolisikan. Yang ada kini dirinya meringkuk diantara dua perempuan tahanan polisi dengan berbagai kasus.
Jumini meremas kedua tangannya dengan sedih, kesal, dan marah serta kecewa.
Ratusan juta sudah terbuang percuma. Ratusan juta langkahnya menuju tahanan polisi. Bukan desah cinta suami tercintanya yang ia dapatkan. Tapi dengkur perempuan di pojok ruangan yang tertidur nyenyak yang didapatkannya. Serta nyamuk nyamuk yang berpesan pora mengisap darahnya.
"Mbak menangis?" Tegur lembut perempuan yang lebih tua dari dirinya menatapnya dalam remang. Tapi tadi lewat penerangan ponsel polisi yang mengantarkan kawan barunya ke sel tahanan ia sempat melihat kecantikannya.
Jumini terkejut. Ia baru menyadari jika sejak tadi terisak.
"Oh maaf aku berisik, ya?" Jumini menatap takut takut pada perempuan berbadan kurus di depannya.
"Oh nggak apa apa, Aku juga gelisah tak bisa tidur," ujar perempuan itu.
"Ya," angguk Jumini enggan untuk bercakap cakap. Perasaan dan hatinya fokus pada derita yang dibuatnya sendiri.
"Tidurlah besok pasti pemeriksaan sampai malam lagi," ujar perempuan itu tanpa merinci lebih lanjut langsung rebahan di kasur tipis di sebelah perempuan yang mendengkur keras itu.
"Ya," angguk Jumini.
Mau tak mau karena kantuk menyerang Jumi pun merebahkan tubuhnya di atas busa tipis untuk dirinya.
Jelang subuh barulah ia tertidur dan terbangun saat ada petugas membuka pintu tahanan.
Mereka para tahanan sementara itu diberi kesempatan untuk membersihkan badan. Setelah itu diberi sarapan bubur kacang hijau. Tentu saja semua aktivitas mereka dalam pengawasan polisi wanita. Mereka dua orang yang akan siap siaga jika ada yang coba coba kabur.
Hanya Jumini yang tak dikunjungi keluarga. Kedua perempuan satu tahanan dengannya mendapat kunjungan keluarga dan ganti baju.
"Mau?" Perempuan yang menegur Jumi semalam mendekat dan membagikan potongan roti tawar lengkap dengan selay coklat.
"Terima kasih," terpaksa Jumini menerima pemberian itu, padahal ia malas untuk menambah isi perutnya setelah makan bubur kacang hijau yang juga tak habis.
"Tak ada keluarga yang datang?"
Jumini menggeleng.
"Kalau begitu makan saja rotinya, karena terkadang kita nggak dapat apa apa di sini,"
Jumini menatap perempuan itu.
"Aku sudah tiga malam di sini, kasus penipuan. Aku dituduh menipu, padahal aku tak melakukannya, aku hanya dititipi barang oleh kenalanku, eh tak tahunya itu barang tipuan, tapi sayangnya sebagian besar barang barangnya sudah tak ada, berlian katanya, aku tak tahu persis,"
"Oh," hanya itu yang diucapkan Jumini.
"Oh ya aku Lia tiga puluh dua tahun, dua anak dan yang menipuku selingkuhan suamiku sendiri,"
"Oh," hanya oh lagi tanggapan Jumini.
Lalu mendekat perempuan yang semalam tidurnya mendengkur.
"Wah cantik cantik ditahan apa kasusnya?" Perempuan tiga puluh lima tahun itu tampak rilek seakan ia tak sedang dalam proses kepolisian.
"Karena aku cantik," menunduk Jumini.
"Wah cantik membawa duka," tertawa perempuan itu, "Aku Deli tiga puluh lima tahun memukul selingkuhan suamiku,"
"Oh," seru Jumi.
"Aku kena enam bulan atau satu tahun mungkin nanti, biar saja aku puas sudah sempat menerjang dan menyiram selingkuhan suamiku dengan air cabe,"
"Aduh!" Jumini membayangkan betapa pedihnya.
"Ya, makanya aku nggak apa dihukum, nanti mungkin jika berkasnya sudah di pengadilan, Kekuargaku sedang mengurus proses ceraiku dengan lelaki peselingkuh itu!" Tampa beban Deli menceritakan permasalahannya hingga dipolisikan.
Jumini menggigit pelan roti tawar pemberian Lia. Kemarin ia dari siang tak makan, rencananya akan makan bersama Dahlan sang suami, sebelum mereka melepas rindu yang panjang di kamar tidurnya yang sepuluh bulan hanya dihuninya sendiri. Tapi nyatanya pelaporan ke polisi yang diterima dari suaminya.
Ingat akan itu Jumi kembali meneteskan air Mata. Rasa rindu, rasa cinta dalam dadanya ia lewatkan di kamar tahanan polisi.
"Hai cantik ceritakan kenapa kecantikanmu membawa ke tahanan polisi?" Deli black blakan tanpa menghiraukan perasaan Jumi menunggu jawaban.
Jumini sebenarnya enggan bercerita. Tapi mengingat Deli satu sel dengan dirinya, ia takut jika Deli marah kalau dicuekin.
Maka perlahan keluarlah ceritanya dari awal sampai akhir.
","Ya Tuhan .." Seru Lia prihatin menatap Jumini.
"Ya ampun tambahkan hatimu, Dek, berjuanglah demi cintamu, tapi sebenarnya sih dilarang juga, sih merubah pemberian Tuhan, tapi ya namanya manusia banyak maunya," ujar Deli terang terangan, "Sori jangan marah, ya, itu urusan masing masing saja,"
"Aku menyesal juga," ujar Jumini keselek saat menelan potongan roti.
"Minumlah," segera Lia menyodorkan air pada Jumini.
"Terima kasih," ujar Jumini. menerima botol air dari teman satu tahanan.
*
Saat pemeriksaan kedua tetap Jumi bersikukuh bahwa dirinya adalah Jumini.
"Begini apakah tanda di badan Saudari Jumini atau Jumi juga ada pada istri Anda ?!" Tanya polisi yang kemarin memeriksa Jumini.
Saat polisi bertanya demikian Dahlan memberi respon dengan memandang pada Jumini.
"Saya punya tanda yang hanya suami saya dan saya yang tahu," ujar Jumini dengan suara penuh percaya diri.
"Maaf, Pak tabu kalau disebutkan!" Tampaknya Dahlan keberatan jika bagian sensitif istrinya disebut di depan orang lain.
Polisi mendekat pada Dahlan.
"Maaf Pak, tak ada cara lain, mungkin saja dengan cara ini terbongkar kebohongan perempuan cantik itu."
"Mau tak mau ya sudahlah," pada akhirnya Dahlan menyerah juga.
Polisi kembali ke kursi, "Coba Ibu sebutkan tanda apa yang hanya diketahui oleh Ibu dan Pak Dahlan," ujar polisi.
"Tahi lalat di pangkal paha saya sebelah kanan yang begitu disukai suami saya ..." Demi diterima sebagai Jumini asli, apa boleh buat harus dibongkar tuntas.
Dahlan terkejut. Terbayang tanda hitam kecil di daerah pangkal paha kanan sang istri. Perempuan yang dipolisikan ya itu tak bohong bahwa dirinya sangat menyukai tahi lalat yang hanya bisa dilihatnya, dan tak boleh dilihat orang lain itu.
Bagaimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments