"Saya buktikan, Pak," ujar Jumini sudah tak lagi merasa malu.
Sebaliknya Dahlan semakin berang. Tuduhannya pada Jumini cantik semakin meningkat saja.
"Waduh dia tahu semua tentang istriku jangan jangan ... "
"Pak Dahlan apakah Anda bersedia melihat tanda di dalam tubuh Ibu Jumi seperti yang dikatakan ya barusan?" Polisi mengejutkan Dahlan.
"Oh tidak, Pak, hukumnya haram jika saya melihat bagian dalam tubuh perempuan yang bukan istri saya," ujar Dahlan yang memang selalu ingat pesan orang tua, serta Ustadz tentang larangan yang tak boleh dilakukan pada perempuan lain kecuali istri sendiri.
Jumini tampak kesal, "Aku ini istrimu, Bang, jadi bagaimana pula harus memberikan bukti padamu jika aku ini Jumini istri yang kau nikahi di kampung halaman kita, dua tahun lalu, Bang," hampir menangis Jumini menatap Dahlan yang masih saja tak mempercayainya.
"Atau begini saja, Ibu dengan Ibu Polwan kita ke kamar mandi biar beliau memotret tanda itu untuk diberitahukan pada Pak Dahlan," ujar polisi yang memeriksa Jumini memberi solusi.
Mendadak wajah jelita Jumini berseri seri. Lalu menatap Polwan di sebelahnya.
"Mari, Bu," angguk si Polwan muda dan cantik itu.
Jumini tak perlu diajak dua kali, ia langsung berdiri dan mengikuti langkah si Polwan untuk menuju ke kamar mandi.
Di kamar mandi Jumini segera membuka celana panjangnya, sehingga hanya menggunakan ****** ***** dan atasan. Ini demi memperlihatkan tanda berupa tahi lalat hitam di pangkal paha kanannya.
Si Polwan pun tak mau berlama lama membuat Jumini setengah telanjang. Satu kali camera ponselnya mengambil gambar pangkal paha Jumi. Lalu dua kali, dan tiga kali.
"Cukup, Bu,"
"Terima kasih, Bu Polisi," ujar Jumini segera mengenakan kembali celana panjang yang dibelinya di Korea waktu operasi wajah.
Setelah kembali ke ruang pemeriksaan, Jumini duduk kembali di kursinya, sedangkan polisi wanita itu menuju ke tempat Dahlan duduk untuk menunjukkan hasil foto tahi lalat di pangkal paha Jumini, untuk melengkapi bukti penyidikan pada perempuan itu.
"Silahkan diperhatikan, Pak," ujar polisi wanita itu mengulurkan ponsel yang sudah berisi foto tahi lalat di pangkal paha Jumini.
"Saya tak berani melihatnya, haram, Bu Polisi," ujar Dahlan berpaling dari ponsel yang diulurkan si Polwan.
"Maaf, Pak, tak ada jalan lain demi pembuktian tanda yang dimiliki istri Bapak yang katanya ada pada Ibu Jumi," lembut suara polisi wanita itu untuk membujuk Dahlan.
"Tapi, Bu, jika benar dia itu perempuan jahat yang telah menyingkirkan istri sah saya, maka akankah berdosanya karena saya telah melihat bagian dalam tubuh dia," ujar Dahlan tak mempan dibujuk.
Jumini sangat tersinggung mendengar ucapan suaminya. Ia langsung berdiri meradang menuju pada posisi Dahlan.
Tapi segera polisi yang berjaga jaga di dalam ruangan memeganginya.
"Ibu tenang, sebaiknya Ibu kembali ke tempat duduk Ibu. Serahkan pada polisi saja masalah ini," ujar polisi yang menghalangi Jumini mendekat pada Dahlan.
"Abang Dahlan anak tunggal Haji Ali dan Ibu Hajjah Rumiya, teganya kau menyakiti hatiku sedemikian rupa. Aku operasi wajah begini, karena ingin membahagiakan Abang. Supaya Abang bangga punya istri cantik, tak sederhana seperti tampangku saat kau bawa ke Jakarta ini!"
Dahlan terkejut. Tapi sedetik kemudian kembali cuek.
"Ibu sadar, Bu ini ruang pemeriksaan polisi. Ibu harus bisa menjaga suasana supaya jangan gaduh!" Ujar polisi meminta Jumini tenang.
"Tapi saya ini bukan penipu, Pak Polisi, harus bagaimana lagi?!" Jumini duduk kembali di kursinya, namun dadanya sesak menggumpal.
"Golongan darah Ibu?"
"B," cepat Jumini menjawab, dan suami saya Dahlan binti Haji Ali golongan darahnya A."
"Betul, Pak?" Polisi yang memeriksa Jumini memandang Dahlan.
"Ya Pak Polisi, golonga darah saya memang A,"
"Jadi sampai detik ini Bapak belum percaya kalau Ibu Jumi yang ini istrimu Bapak?"
Jumini langsung menoleh pada Dahlan dengan hati berdebar, bersamaan dengan gelengan kepala suaminya.
"Tidak percaya, Pak,"
"Hem bagaimana ini, jika terbukti Ibu menipu nanti Ibu dihukum setelah proses pengadilan," ujar polisi pada Jumini.
"Saya pantang mundur, Pak," tekat Jumi dengan suara bergetar.
"Ya sudah kita lanjutan ke pengadilan saja, Pak," tantang Dahlan tak mau kalah.
"Atau begini saja dulu," lalu polisi itu keluar ruangan. Sehingga di dalam ruangan menjadi hening.
Polisi wanita tetap berada di sisi Jumini, sedangkan polisi satunya lagi berjaga jaga tak jauh dari Jumini.
Rasanya Jumini ingin menjambak rambut Dahlan yang tak mau mengakuinya sebagai istri.
Dahlan keluar ruangan. Kini tinggal Jumini dengan polisi wanita dan polisi yang bertugas untuk berjaga jaga.
"Bu Polisi,"
"Ya, Bu Jumi," polisi wanita itu merundukan tubuhnya lebih mendekat pada Jumi.
"Apakah saya bisa menuntut balik suami saya karena dia tak mau mengakui saya sebagai istrinya?"
"Bisa asal Ibu punya bukti kuat,"angguk polisi wanita itu.
"Tapi saya sudah merombak total wajah saya, apa ini bisa ditolak pengadilan?" Cemas Jumi jika raut wajah cantiknya nanti bisa membuatnya betul betul terlempar dari suaminya.
"Salah satunya ya bukti wajah Ibu yang bisa meragukan,"
"Lalu gimana caranya supaya saya bisa dipercaya sebagai Jumi?" Air mata Jumini mengalir. Sia sia rasanya pengorbanannya jauh jauh ke Korea, jika pada akhirnya jadi begini, keluhnya.
"Tapi Ibu harus tetap semangat, berdoa dan Mohon petunjuk dari Tuhan, ya, Bu," dengan lembut tangan polisi wanita itu mengelus pundak Jumi untuk memberi kekuatan.
"Ya Bu Polisi terima kasih," tangan Jumini menghapus air matanya.
Setengah jam kemudian masuk kembali polisi yang memeriksa Jumi. Lelaki empat puluh tahun berbadan tegap itu duduk di kursinya kembali.
Karena Dahlan belum ada di ruangan, maka polisi yang bertugas berjaga jaga, segera keluar untuk memanggil lelaki itu.
Tak lama kemudian Dahlan masuk ke dalam ruangan didampingi polisi yang menyusulnya tadi.
Beberapa saat suasana kening. Lalu polisi memulai lagi membuka suaranya.
"Begini, Pak Dahlan dan Ibu Jumi," ujarnya memandang pada Dahlan, lalu pada Jumi.
"Ya Pak Polisi," angguk Dahlan.
"Untuk mencari tahu apakah ini betul betul Ibu Jumi, dan bisa membuat Anda yakin Pak Dahlan, kami akan mengadakan uji tes DNA,"
Dahlan mengangguk, "Segala langkah polisi untuk membuka tabir ini saya akan mendukungnya, termasuk Tes DNA pada perempuan ini," ujarnya.
"Ya kami sudah berunding tadi satu satunya langkah yang kongkrit dan bisa dipercaya serta akurat kita akan adakan tes DNA pada Ibu Jumi ini,"
"Ya silahkan saja," ujar Dahlan.
"Bagaimana Ibu tak keberatan, kan?" Polisi yang memeriksa Jumi menatap lekat pada Jumi.
"Saya sangat siap, Pak," angguk Jumi merasa senang. Dengan tes DNA pasti Dahlan suaminya tak akan bisa lagi berkutik jika aku ini Jumini istrinya.
Sedangkan Dahlan heran juga kok perempuan yang dicurigai bukan istrinya itu sangat senang menyambut usul polisi.
"Telah kami rundingkan tadi bahwa kami akan mendatangkan Ibunya Ibu Jumi sebagai pencocokan DNA mereka," ujar polisi.
Dahlan mengangguk.
Jumi tersenyum senang atas usul polisi untuk mendatangkan Ibunya.
"Bang Dahlan kau tak bisa menolakku nanti setelah DNAku dan Ibu cocok!" Batin Jumi bersorak senang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments