Jam sudah menunjukkan pukul empat sore di mana aku sudah siap dengan berbagai bawaan yang akan aku bawa ke negeri seberang.
Aku menunggu pengurus ku yang katanya hampir sampai. Aku melirik ke arah jam tangan yang ku kenakan, jam sudah menunjukkan jam setengah lima. Namun, tekong tersebut belum datang juga. Aku terus menunggu dengan ayah dan juga keponakan ku yang menemani. Aku melirik ke arah mereka berdua tanpa berniat untuk mengucapkan selamat tinggal pada orang yang sangat berharga dalam hidupku.
Hingga suara klakson mobil pun terdengar. Aku mengalihkan pandanganku pada suara tersebut dan rupanya itu adalah mobil tekong yang mengurus keberangkatan ku.
"Sudah siap mbak?" ucapnya sembari keluar dari dalam mobilnya dan memberi salam pada ayah dan juga keponakan ku.
Aku hanya mengangguk kecil tanpa bersuara. Aku hanya terfokus pada ayah dan keponakan ku. Lalu tanpa menunggu lama lagi, aku segera menghampiri keduanya dan memeluk erat tubuh mereka tanpa berniat ingin melepaskan pelukan itu. Aku pun menumpahkan air mata pada kerah baju keduanya.
Keponakan ku hanya menepuk-nepuk bahuku seraya berkata. "Sudahlah, Lusi untuk apa kamu menangis? Toh kamu hanya pergi untuk membahagiakan kami, 'kan? Sudah! Jangan menangis lagi. Bajuku sudah basah ini," gerutunya seraya memanggil ku dengan nama saja tanpa embel-embel Bibik ataupun Tante.
Aku pun memukul kepala keponakan ku dengan keras. "Anak kurang ajar! Berani sekali kamu sama yang lebih tua! Gini-gini aku ini tante kamu!"
Ayah pun akhirnya melepaskan pelukan ku dan berkata. "Pergilah! Hati-hati di jalan."
Aku yang tadinya telah menghapus air mataku, tanpa sengaja malah menumpahkan kembali air mata yang sempat ku lap. "Ayah juga ya! Jaga kesehatan Ayah! Jangan sakit-sakit dan jangan mendengarkan apa yang para orang-orang katakan, itu hanya akan membuat Ayah sakit hati."
Ayah hanya mengangguk dan tersenyum saat melihat ku sudah kembali menangis sesenggukan. "Iya ... Ayah janji nak. Pergilah! Jaga dirimu baik-baik di sana ya, ayah akan mendoakan yang terbaik untuk mu."
Aku pun masuk ke dalam mobil yang telah di bukakan oleh tekong itu. Dan kami pun meninggalkan tempat tersebut di mana bapak dan keponakan ku berdiri. Aku menoleh ke belakang untuk memastikan bapakku baik-baik saja. Aku mengusap air mataku yang sudah tumpah sedari tadi, aku tidak ingin terlihat lemah di samping orang yang tidak ku kenal.
"Tidak apa-apa mbak, saya tau perasaan mbak Lusi seperti apa. Saya juga pernah merasakan hal yang sama kok mbak, jadi mbak Lusi jangan malu." ucapnya sembari menyodorkan ku sebuah tissue.
Aku pun meraih tissue tersebut tanpa mengucapkan terima kasih kepada orang di samping ku itu. Perjalanan demi perjalanan akhirnya aku pun sampai di penampungan sementara. Aku memasuki area tersebut mengikuti langkah sang tekong. Di sana aku bertemu dengan kedua orang yang sebelumnya pernah ku temui di tempat cop jari beberapa minggu yang lalu.
Mereka menyapaku dan menghampiri ku lalu menarik tangan ku untuk duduk di salah satu kursi yang mereka juga duduk. Aku pun hanya mengikuti mereka berdua dan meletakkan barang-barang ku di samping bawah kursi yang ku duduki.
"Hei ... sepertinya umurmu tidak jauh berbeda dengan umur kita." ucap salah satu orang yang menyeret tangan ku tadi.
"Hooh, sepertinya begitu," sahut gadis yang satunya lagi.
Aku hanya menatap arah meja tanpa melihat ke arah mereka.
"Hei ...?" ucap orang itu dengan menepuk lenganku pelan.
Aku pun menoleh ke arahnya. "Kalau boleh tau, umurmu berapa?" ucapnya penasaran dengan usiaku.
"Tujuh belas," balasku singkat.
"Hah, tujuh belas?! Kamu yakin? Kukira umur kita tidak beda jauh, tapi ternyata sangat jauh sekali" ucap orang itu kaget dengan apa yang ku ucapkan.
"Hei! Kenapa kau diam saja? Apa kamu canggung pada kami?"
"Tidak."
"Lalu ... kenapa kamu hanya diam saja?"
"Aku tidak suka bicara, apalagi dengan orang yang tidak aku kenal," ucapku. Dan membuat kedua orang di samping ku saling pandang dan tak lagi bersuara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments