Anisa dan Leo saling tatap.
"Sejak kapan Anisa mempunyai seorang kekasih?"
"Apa jika dia memiliki kekasih, dirinya harus bicara dulu pada Anda?" jawab Amman dengan tidak suka.
"Maaf." hanya kata itulah yang mampu keluar dari mulut Leo, padahal dia menyukai Anisa tetapi sepertinya takdir berkata lain.
"Terima kasih untuk buburnya, Mas."
Leo menatap Anisa. "Sama-sama, kalau begitu aku pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." sahut Amman dan Nisa bersamaan.
Setelah Leo pergi, Anisa melirik Amman dan dia menarik tangan Amman untuk masuk ke dalam rumah. Mereka berdua masuk ke dalam tanpa menutup pintu rumah karena Nisa takut jika nanti akan timbul fitnah.
"Apa maksud Anda mengatakan jika Anda adalah calon suami saya, Tuan? Saya memang wanita kotor tetapi saya bukanlah wanita murahan yang dengan mudahnya menerima seorang pria beristri!"
"Nisa! Anisa dengarkan aku dulu." Amman menangkup wajah Anisa. "Aku akan menikahimu, aku sangat mencintaimu dan kamu terpuruk seperti ini karena aku. Izinkan aku mempertanggungjawabkan semua kesalahanku, Nisa."
Anisa melepaskan tangan Amman yang berada di pipinya.
"Bukan Anda yang harusnya bertanggungjawab, Tuan! Tapi Tuan Ammar! Lagipula saya tidak ingin di cap sebagai seorang pelakor jika harus menikah dengan Anda." Anisa berbicara sambil membelakangi Amman.
Amman berjalan ke hadapan Nisa. "Ammar tidak akan mau bertanggungjawab karena dia hanya ingin melampiaskan dendamnya saja."
Air mata menetes di kedua pipi Anisa. "Lalu mengapa Anda ingin menikahi saya?"
"Karena aku mencintaimu." jawab Amman pasti.
Anisa menatap kedua bola mata Amman hingga manik mata itu saling bersitubruk.
Anisa menggeleng. "Tapi Anda sudah beristri, Tuan! Saya mohon jangan sakiti hati istri Anda hanya karena saya."
"Saya akan berbicara kepada Audrey, saya yakin dia pasti akan mengizinkan jika saya menikah dengan kamu. Pernikahan kami juga hanya karena perjodohan Nisa, tidak lebih."
"Sebaiknya Tuan pulang, saya tidak ingin beban pikiran ini semakin bertambah." ucap Nisa mengusir Amman dengan halus.
Amman menghela nafas perlahan. "Baiklah, saya akan pulang. Jaga diri kamu baik-baik."
Amman beralih ke pintu keluar dan pergi dari rumah Anisa.
Setelah Amman pergi, Anisa kembali menangis dan dia segera menutup pintu.
"Ya Allah, kenapa semuanya jadi seperti ini? Pernikahan Tuan Amman dan istrinya baru satu hari dan dia mengatakan ingin menikahiku?"
Anisa masuk ke dalam kamar, rasanya dia ingin mati jika bunuh diri itu tidak diharamkan.
🌺🌺🌺🌺🌺
Malam hari.
Aresha dan Amir sedang pergi keluar untuk datang ke pesta rekan bisnis mereka, sekarang tinggallah Ammar dan Audrey di rumah sementara Amman belum pulang dari kantor.
Tok! Tok!
Ammar mengetuk pintu kamar milik Audrey.
Ceklek!
Audrey membuka pintu kamar dan dahinya mengerut ketika melihat seorang pria berdiri di depan pintu kamarnya.
"Kak Amman? Eh, kak Ammar?" Audrey bertanya-tanya karena belum terlalu paham membedakan Amman dan Ammar.
Ammar hanya tersenyum tipis dan dia masuk ke dalam kamar.
'Dia kak Amman atau kak Ammar? Aku rasa kak Ammar karena mobil kak Amman belum terdengar pulang berarti kak Amman masih berada di kantor.' batin Audrey mencoba menebak.
"Kak, mau apa kamu ke kamarku?" Audrey terdiam di ambang pintu.
Ammar hanya melirik sekilas wajah Audrey. "Kemari-lah, dirumah sangat sepi dan tidak ada siapapun. Kita bisa mengobrol sejenak dikamar ini."
"Sebaiknya kita mengobrol diluar saja, kak. Aku takut jika kak Amman pulang nanti, pasti dia akan marah kalau sampai tahu kita berduaan di dalam kamar."
Ammar berjalan ke arah Audrey dan dia langsung menarik tangan Audrey ke ranjang.
Brugh!
Audrey terjatuh di ranjang dengan posisi telentang.
"Kak, a—apa..." ucapan Audrey terpotong karena Ammar meletakkan jari telunjuknya di bibir Audrey.
"SST, diam-lah. Kamu sekarang sedikit cerewet ya?" Ammar menyelipkan anak rambut di samping telinga Audrey.
"Kak, tapi—"
BRAK!
Pintu kamar terbuka.
Amman yang baru saja pulang kerja terkejut ketika mendapati sang adik dan istrinya sedang berada di atas ranjang dengan posisi yang sangat ambigu yaitu Audrey berada di bawah kungkungan Ammar.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN DIKAMAR INI!" teriak Amman dengan amarah.
Dia berjalan ke arah ranjang dan menarik tubuh Ammar agar menjauhi tubuh Audrey. "APA KAU SAMA SEKALI TIDAK PUNYA MALU, HAH! KAU SUDAH MENGHANCURKAN HIDUP ANISA DAN SEKARANG KAU JUGA INGIN MENGAMBIL ISTRIKU?" lanjutnya dengan nada tinggi.
Ammar hanya tersenyum tipis melihat kemarahan sang kakak. "Singkirkan tanganmu dariku." ucapnya sambil menghempaskan tangan Amman.
"Kau benar-benar keterlaluan! Aku akan mengatakan pada Ayah jika kau harus dikirim ke luar negeri agar tidak menganggu hidupku."
"Haha... Kau merasa terganggu? Sungguh? Semua ini kau yang mengawalinya! Kau Amman, kau!"
"Jangan katakan aku! Ayah-lah yang menginginkan perjodohan ini, saat perjodohan belum di pastikan mengapa kau tidak berbicara pada Ayah dan mengatakan jika Audrey adalah kekasihmu dan kalian akan menikah?"
Ammar terdiam seribu bahasa.
"Pergi dari kamarku atau aku akan menyeretmu!" Amman menunjuk pintu kamar.
Ammar hanya melirik Audrey sekilas yang terdiam di atas ranjang dan dia menatap Amman dengan tatapan benci. Ammar keluar dari kamar dengan emosi yang menggebu.
Setelah Ammar keluar, Amman beralih menatap Audrey.
Dia mengangkat sebelah tangannya untuk menampar Audrey, tetapi tangan Amman melayang di udara dan dia menurunkan tangannya kembali.
"Apa yang sudah dia lakukan padamu?"
Audrey menggeleng cepat, dia takut dengan tatapan mata tajam yang Amman layangkan.
"Dia belum sempat berbuat nekad padamu?''
Audrey mengangguk.
"Aku ingin mengatakan sesuatu." ucap Amman dengan datar.
"Katakan, ada apa kak?"
"Aku ingin menikahi Anisa, dia seperti itu karena diriku." ucap Amman dengan tenang
Audrey terkejut dan dia menatap Amman dengan rasa tidak percaya. "Kak, apa kamu sudah gila? Kita baru menikah dan kamu mengatakan ingin menikahi wanita lain?"
"Audrey, aku mohon mengertilah. Jika bukan aku yang menikah dengan Anisa lalu siapa lagi? Dengan keadaannya yang seperti itu pasti akan sulit bagi Anisa untuk mencari pria yang mau menerima dia dengan apa adanya."
"Tapi aku tidak mau dimadu, kak. Aku minta kamu jangan hanya ingin mengerti keadaan Anisa saja, tapi tolong ngertiin juga perasaan aku."
"Lalu apa kamu akan membiarkan Anisa hidup dalam kesendirian di sepanjang hidupnya?" Amman tetap bersikeras.
"Harusnya kak Ammar-lah yang bertanggungjawab, bukan kamu!"
"Tapi aku yakin jika Ammar tidak mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dia hanya ingin membuat aku hancur."
Audrey menitikkan air mata.
"Audrey, aku mohon berpikir-lah sekali lagi, berikan jawaban terbaik yang aku inginkan. Jika kamu ada di posisi Anisa, pasti kamu juga akan sangat terpuruk."
Audrey hanya menangis.
Amman pergi berlalu dari hadapan Audrey dan dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
•
•
**TBC
HAPPY READING
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK SERTA DUKUNGAN, TERIMA KASIH BANYAK 🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🅣🅗🅐 ᨶꪖꪑꪱׁׁׁׅׅׅ̉ꪶᧁ݊ꪀ
perjalanan cinta yang sangat rudet 😥
2022-11-14
4
Aas Azah
semoga author membuat Ammar bertanggungjawab atas perbuatannya 😁💪
2022-11-10
2
ᵉˡ̳༆yuli@_sm 💜💜💜💜
𝘯𝘪 2 𝘈 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘳𝘦𝘣𝘶𝘴 𝘢𝘫.... 𝘴𝘮𝘢2 𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴 𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘫𝘢 𝘷𝘦𝘳𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢 berbeda😌😌😌😌
2022-11-10
2