Pukul sembilan pagi.
Leo berdiri tepat di halaman rumah milik Anisa, dia bertanya-tanya dalam hati mengapa Anisa belum kelihatan pergi bekerja.
"Apa Anisa sakit ya? Biasanya jam segini dia udah berangkat kerja." gumam Leo berbicara sendiri.
Leo memutuskan untuk mengecek keadaan Anisa.
Tok! Tok!
"Assalamualaikum, Anisa!" teriaknya dari luar.
Anisa masih menangis tersedu-sedu di dalam kamar, ketika dia mendengar suara ketukan pintu, dirinya langsung segera menghapus air mata dan beranjak dari ranjang.
Ceklek!
Pintu rumah Anisa buka.
"Waalaikumsalam, Mas Leo." sahut Anisa lesu.
"Nisa, kamu baik-baik aja' kan? Apa kamu sakit?" Leo ingin memegang dahi Nisa tetapi Anisa mengehentikan laju tangan Leo.
"Aku baik-baik, saja." jawabnya berbohong. "Oh ya, bagaimana sepeda motorku Mas? Apa masih berada ditempat yang aku tunjukkan tadi malam?"
Leo mengangguk. "Aku sudah membawanya ke bengkel."
"Terima kasih. Aku akan mengambilnya nanti."
Leo tersenyum tipis. "Kenapa kamu tidak beli motor baru sih, Nisa?"
"Kamu sendiri 'kan tahu jika setengah gajiku aku berikan ke panti asuhan."
"Kamu benar-benar gadis yang Sholehah dan baik."
Nisa hanya tersenyum, pikirannya saat ini entah melayang kemana. "Aku juga sedang menabung untuk membangun rumah, jadi tidak terlalu memikirkan motor baru."
"Apa kamu sudah makan?"
Anisa menggeleng. "Aku sedang tidak selera makan."
"Makanlah, jika kamu sakit nanti bagaimana? Aku akan membelikan bubur ayam di gang depan untukmu."
"Tidak perlu, Mas! Aku tidak ingin merepotkan dirimu." Anisa mencegah Leo.
"Siapa yang kamu bilang merepotkan? Aku tidak merasa, aku juga belum sarapan jadi sekalian saja kita sarapan bersama." jelas Leo.
"Ya sudah, terserah kamu saja."
"Aku pergi dulu ya? Assalamualaikum.''
"Waalaikumsalam."
Leo langsung melangkah pergi dari rumah Anisa.
Setelah Leo menjauh, Anisa bergegas menutup pintu dan masuk ke dalam rumah.
"Hiks. Mengapa sulit sekali melupakan kejadian malam itu? Aku benci dengan semuanya!" Anisa tertunduk dengan tubuh yang bersandar di daun pintu.
Tok! Tok!
Pintu rumah diketuk.
Anisa segera mendongak dan menghapus air matanya.
"Apa itu Mas Leo? Tapi mengapa cepat sekali?" tanpa berpikir panjang, Anisa langsung membuka pintu.
Ceklek!
Terlihatlah orang yang Anisa sangat enak sedang berdiri di depan pintu, Anisa membekap mulutnya sendiri dengan melangkah mundur.
"Anisa?" panggil pria itu yang tak lain adalah Amman.
Anisa hanya diam membisu dengan air mata yang mengucur deras.
"A—anda?" ucap Nisa gugup dengan raut wajah ketakutan.
Amman masuk ke dalam dan menutup pintu. "Nisa, ini aku." ucapnya mencoba menenangkan Anisa.
Anisa menggeleng dan langkahnya terhenti ketika kakinya terbentur di kursi.
"Jangan mendekat!" pekik Anisa takut.
Amman sedih melihat reaksi Anisa saat ini. "Nisa, ini aku Amman. Apa kamu tidak mengenaliku?"
Anisa terdiam sambil terus menatap Amman dengan seksama. "A—apa kamu benar Tuan Amman?"
Amman mengangguk. "Lihat, aku mempunyai tahi lalat di leher sementara Ammar tidak punya." Amman menunjukkan tahi lalat nya.
Anisa terduduk di kursi sambil menangis.
Amman pun langsung mendekati Anisa. "Nisa, maafkan aku."
Anisa mendongak guna menatap wajah Amman yang sangat mirip dengan Ammar. "Semuanya sudah hancur, Tuan. Hidupku, masa depanku, semuanya telah direnggut oleh adikmu."
"Aku sudah mendengar itu semua, maaf karena ini adalah kesalahanku." Amman menggenggam jemari Anisa.
"Aku sudah kotor, aku benci dengan diriku sendiri, aku benci!" tangisan Nisa semakin menjadi.
Amman langsung memeluk tubuh Anisa karena tidak sanggup melihat orang yang dia cintai menangis dan terpuruk seperti ini.
"Hiks... Mengapa harus aku Tuan, mengapa?" Anisa memegang erat lengan Amman.
Amman hanya mengelus kepala Anisa yang tertutup hijab, mulutnya seakan terkunci karena melihat Anisa seperti ini, Amman benar-benar sakit ketika mendengar ucapan Anisa.
Tok! Tok!
Pintu rumah diketuk dan Anisa langsung menegakkan tubuhnya.
Anisa menghapus air mata dan dia menoleh ke arah Amman sejenak.
"Siapa?" Amman menatap Anisa.
"Mungkin Mas Leo, dia tadi mengatakan ingin membelikan bubur ayam untukku karena aku belum sarapan."
"Bukalah, tidak masalah ada aku disini."
"Tapi, Tuan! Aku tidak ingin Mas Leo berpikiran macam-macam."
"SST! Buka, atau aku yang membukanya?" Amman tersenyum tipis.
"Baiklah, aku akan membuka pintu. Anda tunggulah disini." Anisa mengambil nafas dalam-dalam dan mulai berjalan ke arah pintu.
Ceklek!
Leo tersenyum dan dia menyodorkan satu bungkus bubur ayam kepada Anisa.
"Nisa, ini—" ucapan Leo terpotong karena Amman muncul dari belakang tubuh Anisa. "Nisa, dia siapa?" lanjutnya bertanya.
"Dia—"
"Saya calon suami Anisa." sahut Amman dengan cepat.
"APA!" Anisa dan Leo memekik bersamaan.
•
•
**TBC
HAPPY READING
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK SERTA DUKUNGAN, TERIMA KASIH BANYAK 🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🅣🅗🅐 ᨶꪖꪑꪱׁׁׁׅׅׅ̉ꪶᧁ݊ꪀ
diih amman ngaku² , calon istri kamu kan aku 🤭🏃🏃
2022-11-14
3
ᵉˡ̳༆yuli@_sm 💜💜💜💜
𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪 𝘥 𝘳𝘮𝘢𝘩 𝘺 𝘢𝘮𝘮𝘢𝘯....
𝘩𝘮𝘮𝘮 𝘤𝘦𝘮𝘣𝘰𝘬𝘶𝘳 𝘯𝘪 pasti😁😁😁😁
2022-11-09
3
Aas Azah
semoga Ammar bertanggungjawab atas perbuatannya terhadap Annisa
2022-11-09
2