20 - Epilog

Hampir satu tahun berlalu setelah perayaan kelulusan hari itu. Hari ini adalah hari yang selalu diinginkan oleh setiap pasangan, hari yang selalu ditunggu kehadirannya.

Yorin tampak begitu cantik dibalik dress abu-abunya, rambutnya yang panjang dan sekarang berwarna ash itu ia model bridal updo. Model dress mermaid nya terpasang ditubuhnya dengan sempurnya. Makeup nya tampak tipis dan cerah dengan nuansa pinky. Bahkan siapa saja yang melihatnya bisa jatuh cinta kepadanya.

Begitu juga dengan Gavin, Gavin tampak begitu cool dengan setelan jasnya berwarna hitam. Sepatunya kinclong rambutnya juga rapi. Seperti biasa, Gavin juga sangat tampan seiring bertambahnya usia.

Di acara pernikahan yang begitu megah layaknya Royal Wedding, semua tamu menikmati hidangan-hidangan mewah dan acara seru yang ditampilkan. Berawal dari pagi acara ijab kabul, resepsi, dance, nyanyi-nyanyi dan lain-lain. Semua tamu terhibur menikmati acara pernikahan itu. Sepasang pengantin pun tampak begitu bahagia akhirnya bisa melangsungkan pernikahan mereka.

"Selamat! Bahagia selalu ya!" ucap teman-teman mempelai saat maju berfoto di panggung.

***

Gadis berambut panjang yang baru memotong poninya itu berlari menepi karena rintik hujan semakin lebat hingga membasahi kepala dan bajunya. Ia menepi di sebuah mini market yang ada di daerah taman kota. Beberapa orang yang berada di Alun-alun dan jalan raya juga ikut menepi menghindari air hujan di sore hari.

Kaos jogging nya yang tadi penuh keringat bersatu dengan tetesan air hujan sehingga membuat kulit tubuhnya terasa dingin. Namun apa boleh buat, ia rasa ini kesalahannya sendiri sore-sore jogging padahal sudah terlihat awan yang menghitam sedang mengejeknya di atas sana.

Sambil memandangi langit, matanya berkedip beberapa kali. Entah kenapa saat rintik hujan membasahinya, ia selalu mengingat seseorang yang sangat ia rindukan di lubuk hatinya yang paling dasar. Karena saat rintik hujan turun, ia selalu bertemu dengan sosok itu. Mengingat hal itu tidak akan terjadi lagi, Ia hanya menghela nafasnya lalu mengalihkan kembali pandangannya lurus memandang jalanan yang mulai sepi dan orang-orang berkerumun didekatnya saling mencari perlindungan. Yorin melihat ke kanan ke kiri, penuh manusia yang nasibnya sama dengannya.

"Permisi, permisi," ujar sepasang sekasih yang melintas di depannya hingga membuat badannya hendak jatuh kebelakang.

Namun disaat ia benar-benar hendak jatuh, seseorang menahan tubuhnya. Yorin langsung menegakkan tubuhnya dan membalikkan badannya untuk ber terima kasih.

Bibir Yorin menjadi kaku, matanya melebar. Bukannya mengucapkan kata terima kasih, ia malah membisu.

"Hai," sapa orang yang sore ini menyelamatkannya sehingga tak terjatuh. Dia tersenyum. Senyumnya masih sama seperti beberapa tahun silam, bahkan wajahnya sama. Hanya saja sekarang rahang wajahnya lebih terlihat.

Yorin diam tanpa kata. Ia masih berdiri berhadapan dengan sosok yang tanpa ia duga sebelumnya akan bertemu lagi dengannya di daerah taman kota, sama seperti awal pertama mereka berjumpa. Saking tidak percayanya, bola mata Yorin berair. Tangan kanannya meraba wajah laki-laki itu.

"Ger ... Gerald?" panggilnya terbata-bata.

Gerald yang kini menggunakan kemeja hitam itu mengangguk.

"Kamu beneran Gerald?"

Gerald mengangguk lagi. Gerald mengusap kepala Yorin dengan tangannya. "Aku Gerald."

Yorin mulai terisak. Ia hendak memeluk Gerald yang kini ada didepannya, hanya saja terlalu ramai di tempat ini.

"Ssst, jangan nangis. Dilihat orang," bisik Gerald.

Yorin menahan isak tangis harunya.

Gerald menarik tubuhnya menjauhi keramaian, membukakan payung yang ia bawa dan ia berjalan di bawah derasnya rintikan hujan bersama Yorin yang kini ada di sebelahnya.

Yorin hanya mengikuti langkah Gerald dan masih tak bisa berkata-kata selain menitikkan air mata bahagia. Langkah kaki Gerald membawa Yorin ke sebuah bangunan apartemen yang dekat sekali dengan taman kota.

Apartemen itu baru berdiri sekitar satu tahun, dulu awalnya adalah jejeran ruko, namun seiring perkembangan kota, ruko-ruko itu kini berubah menjadi apartemen megah dengan banyak fasilitas.

Sesampainya dibangunan apartemen, Gerald menutup payungnya. Sebelum ia menekan tombol lift, dengan sopannya Gerald bertanya terlebih dahulu pada gadis di depannya itu, "Mau ke aparetemnku? Aku pinjamin baju biar kamu nggak basah kuyup gini. Ada kakakku kok, kakakku perempuan juga. Jadi nggak usah khawatir.”

Yorin tak menjawab.

"Aku nggak akan apa-apain kamu, aku janji."

"...."

"Tapi misal kamu mau pulang langsung, aku bisa anterin ...."

"Its okay," jawab Yorin yang jujur sana dia memang risih dengan baju basahnya. "Ada kakak kamu kan, jadi kamu nggak mungkin apa-apain aku."

Gerald mengangguk dan tersenyum. Ia menekan tombol lift dilantai 17. Pintu lift langsung terbuka, Yorin dan Gerald masuk ke dalam lift. Mereka dalam keheningan hingga lift itu terbuka di lantai 17. Gerald membawa Yorin ke apartemennya di aparetemn nomor 1704. Di lantai 17 termasuk salah satu lantai eksklusif yang mana satu lantai hanya berisi 4 kamar, sedangkan lantai-lantai lain berisi 6 kamar.

Saat Gerald membuka pintunya, begitu kagetnya ia lampu ruangannya mati dan ruangan tak berpenghuni. Gerald memasukan kartu pada card slot hingga ruangannya terang benderang.

Gerald merogoh handphone nya, sebelum ia menelpon kakak perempuannya baru lah ia sadar jika 5 menit lalu kakaknya itu mengirimkan pesan bahwa kakaknya sedang pergi dan kembali esok hari karena ada urusan mendadak.

Yorin melihat ruang apatemen Gerald, ada dua kamar, satu ruang tamu standart, dapur, dan ruang tengah yang lumayan luas terhubung dengan teras yang terdapat sedikit taman.

"Em ... kayaknya aku anter kamu pulang aja, kakakku ...."

Hachim, hachim!

Kalimat Gerald terputus mendengar suara bersin Yorin. Yorin menutup hidungnya yang mulai memerah karena ia rasa ia mulai terserang flu.

Hachim!

"Kakakku keluar ternyata," lanjut Gerald menunjukkan pesan dari kakaknya.

Yorin tersenyum. "Nggak papa, aku ...."

Hachim! Yorin menggaruk hidungnya.

"Kamu mandi dulu aja pakai air hangat, aku buatin teh hangat," ujar Gerald tanpa berpikir malu lagi. Ia lebih khawatir jika gadis yang ada di depannya akan terserang sakit saat ini.

Yorin mengangguk. Gerald mengambil salah satu pakaian kakaknya yang ada dilemari, diberikannya kepada Yorin beserta handuknya. Yorin bergegas ke kamar mandi dan menikmati hangatnya air dari shower sambil terus menekankan pada dirinya jika ini bukan mimpi.

Ini bukan mimpi kan? Gerald benar-benar kembali. Ini bukan mimpi kan?

Sekitar dua puluh menit Yorin berada di kamar mandi. Ia keluar dari kamar mandi Gerald dengan rambutnya yang basah namun sudah tersisir rapi. Ia berjalan menghampiri Gerald yang duduk di ruang tengah membelakanginya menggunakan dress piyama coklat berkancing milik kakak Gerald sepanjang lutut.

Saat Yorin duduk di sebelah Gerald, Gerald sedikit terkejut. Terjadi kecanggungan diantara mereka karena sudah tiga tahun tidak bertemu.

Yorin meminum teh hangat yang disajikan Gerald di atas meja, ada beberapa snack juga di atas meja sana. Mata Gerald terus terfokus ke arah TV, ia begitu canggung bertemu Yorin. Yorin beberapa kali melirik ke arah Gerald yang tampak acuh padanya.

"Melva ...."

"Em?" Gerald sedikit terkejut hingga salah tingkah.

"Melva tiga bulan lalu nikah," cerita Yorin. "Mewah banget acaranya."

"Oh ya?" tanya Gerald mulai memberanikan diri untuk bersikap biasa.

Yorin mengangguk. "Sekarang dia ikut suaminya di ibu kota, sedih banget dia tinggal."

"Aslan, apa kabar?" tanya Gerald lagi. Gerald sebenanrya penasaran dengan kabar teman-temannya.

"Aslan masih urus kafenya, rencana dia mau buka cabang gitu dan dia udah punya pacar," cerita Yorin sambil tertawa.

"Syukurlah ...."

Terjadi keheningan lagi dalam beberapa saat.

"Gavin, apa kabar?" tanya Gerald dengan malu-malu.

"Gavin lanjut S2 di kampus.... Kalau Sofia, dia setelah lulus nggak ada kabar."

"Hubungan kamu sama Gavin? Udah sampai mana?" tanya Gerald was-was namun penasaran.

Yorin menatap Gerald dengan tatapan penuh arti, begitu juga dengan Gerald. "Gimana aku bisa berhubungan lagi sama Gavin kalau di hati aku cuman ada kamu."

Gerald terdiam, ia hanya menatap Yorin.

"Gavin bilang dia nunggu aku, tapi aku nggak bisa kalau bukan sama kamu," jelas Yorin, menahan air mata rindunya.

"Kamu nunggu aku selama ini?" tanya Gerald lagi penuh dengan perasaan bersalah.

Yorin mengangguk. "Kamu janji bakal kembali, aku percaya sama janji kamu."

"Selama tiga tahun lebih ini, kamu benar-benar cuman nunggu aku?" tanya Gerald lagi.

Yorin mengangguk lagi disertai dengan rintikan air matanya yang pertama. "Kamu ... kamu selama ini kemana aja? Kenapa nggak pernah balas pesan aku?"

Gerald menahan perasaan sedihnya, sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak ikut menetes.

"Aku yakin kamu cowok bertanggung jawab, makanya aku percaya kamu. Makanya aku nunggu kamu selama ini dan akhirnya kamu ... kamu benar-benar kembali, hiks ...." Yorin tak kuasa menahan isak tangisnya, ia memeluk Gerald begitu saja dengan erat, sangat erat seakan tidak akan pernah membiarkan Gerald pergi lagi. "Jangan tinggalin aku lagi," rengeknya. "Aku nggak mau kehilangan kamu lagi."

Gerald menjauhkan tubuh Yorin namun mereka masih duduk bersebelahan, Gerald memandang gadis itu.

"Gerald, kamu ke mana aja?" tanya Yorin lagi yang tak kunjung mendapat jawaban dari Gerald. "Kenapa kamu ...."

Belum sempat Yorin menyelesaikan pertanyaanya, Gerald menciumnya dengan gerakan begitu cepat hingga tubuh Yorin tersandar di sandaran sofa.

Gerald menciumnya dengan penuh kerinduan, kehangatan dan rasa sayangnya yang tak kalah sayang dari perasaan Yorin padanya. Yorin pun begitu, ia membiarkan bibir Gerald bermain pada bibirnya hingga menghangatkan kembali hatinya yang membeku selama tiga tahun lamanya.

Terbawa akan perasaan dan hasrat, tubuh Yorin perlahan terlentang di sofa tapi Gerald tak juga melepaskan ciuman rindunya. Televisi yang menyala dengan suara kencang tak membuyarkan kemesraan mereka. Gerald memeluk gadis itu erat sambil menciumnya hingga Yorin kesusahan bernafas.

Sebelum terbawa suasana, Yorin buru-buru mendorong tubuh Gerald menjauh.

"LO! LO KEMANA AJA? KENAPA NGGAK NGABARIN GUE?" omel Yorin kencang hingga Gerald terkejut. Hal itu Yorin lakukan untuk menutupi rasa malunya usai berciuman dahsyat dengan Gerald.

"Papa... Papa sakit, habis oprasi ginjal. Nggak ada yang urus bisnis papa di Berlin, jadi aku sama kakakku yang urus bisnisnya."

"Bisnis?"

Gerald mengangguk, ia memberanikan kembali duduk disebelah Yorin yang kini seperti anjing menggonggong. "Papaku punya bisnis rumah makan Indonesia di Berlin, laris manis. Rame banget tiap hari."

"WALAU KAYA GITU KENAPA KAMU NGGAK BALAS PESAN AKU? INI TIGA TAHUN LOH, BUKAN WAKTU YANG SEBENTAR!" omel Yorin lagi.

"Karena aku nggak yakin bisa balik ke Indonesia dalam waktu dekat," jawab Gerald, ia membawa tubuh Yorin bersandar pada tubuhnya. "Karena aku tahu, butuh waktu lama untuk kembali ke sini dan aku nggak mau membuat kamu menjadi seorang gadis yang kesepian di sini. Aku mau kamu menjalani hidup kamu dengan bahagia tanpa harus menunggu laki-laki yang nggak jelas kaya aku."

"Tapi aku bakal tetap tunggu kamu!"

Gerald menggelengkan kepalanya. "Aku juga sayang kamu, Rin... sayang banget malah sampai waktu pergi aku nggak tega kabarin kamu karena takut aku nggak bisa pergi waktu kamu nangis dan anter aku di bandara. Aku cuman sadar diri, kamu berhak mendapat laki-laki lebih baik dari aku. Kamu berhak bahagia tanpa harus menunggu aku. Aku rasa, kalau aku berhenti kabarin kamu, kamu pasti benci aku dan kamu bisa melanjutkan hidup kaku lebih baik.”

Yorin mendengarkan ucapan demi ucapan Gerald.

"Dan aku kembali ke sini juga was-was, aku takut kamu udah menikah dengan orang lain. Aku hanya mengandalkan takdir dan ternyata, kamu benar-benar takdir aku."

Yorin tersenyum, ia lega walau ia kesal dengan Gerald.

"Tapi seharusnya kamu tetap kabarin aku, kamu jahat."

"Maaf, aku cuman nggak mau kamu tersiska."

"...."

"Terus Papa kamu sekarang gimana?"

"Sudah sembuh dan udah banyak pegawai di sana."

"Terus kamu mau balik sana lagi?"

Gerald mengangguk.

Yorin mengkerut.

"Nanti aku ajak kamu, aku kenalin ke orang tuaku. Aku nggak akan ninggalin kamu lagi, aku janji."

Yorin tersenyum. "Terus selama ini kuliah kamu ...."

"Iya aku lanjut study di sana."

Senyum Yorin semakin mengambang. "Kapan kita nikah?" tanya Yorin menja.

"Hah?" Gerald terkejut lagi. Ia tak menyangka Yorin masih bar-bar seperti dulu walau tampilan Yorin kini lebih terkesan imut karena rambut Yorin berponi.

"Ayo nikah, aku nggak sabar mau tidur sama kamu," bisik Yorin menggoda iman Gerald.

Gerald meneguk air liurnya.

"Ayo ... aku pengen nikah sama kamu, terus punya anak sama kamu, terus kita hidup bahagia. Ayo, lamar aku cepat cepat," desak Yorin membuat Gerald gemas hingga Gerald kembali menjatuhkan tubuh Yorin di sofa lagi, menggelitiki Yorin hingga Yorin tertawa cekikikan sampai-sampai sedikit air liurnya keluar karena geli.

"DIH NGILER!" ledek Gerald. "HAHAHA!"

"GERALD!!”

Terpopuler

Comments

Nurwaton Sumardy

Nurwaton Sumardy

keren bngt

2022-12-23

1

Lins Pertiwi

Lins Pertiwi

keren

2022-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!