19 - Where are You?

Orang tua Yorin dan orang tua Gavin tak percaya dengan penyataan Yorin dan Gavin seminggu setelah kepergian Gerald ke Berlin. Orang tua Yorin tampak mengerti dan memahami walau Ayah Yorin wajahnya terlihat kecewa kepada anaknya yang secara sepihak langsung membatalkan pertunangannya dengan Gavin tepat saat mereka bersama sedang makan malam di sebuah Restaurant, namun Johan hanya bisa diam tanpa berkata apa-apa saat ini.

Sedangkan orang tua Gavin terlebih Ayah Gavin yang bernama Farhan tampak bingung dan linglung. Terlihat dari gelagatnya yang benar-benar tidak setuju dengan keputusan Yorin.

"Maafin Yorin," kata Yorin sambil tertunduk, ia juga tak berani melihata mata-mata orang-orang yang duduk disekelilingnya.

Gavin hanya diam seperti yang lain, bahkan Gavin tidak tau jika gadis yang kini duduk dihadapannya akan mengungumkannya secepat ini tanpa memberitahunya.

"Yorin ... Gavin ada salah apa ke kamu?" tanya ibunda Gavin masih tak percaya. "Tante tahu Gavin selalu bersikap dingin dan seenaknya sama kamu, tapi tolong maafin Gavin ya. Gavin sebenarnya suka kok sama kamu."

"Gavin nggak salah sama sekali tante, ini kesalah Yorin penuh. Yorin ...." Yorin menghela nafasnya. "Yorin suka sama laki-laki lain, jadi ini bukan salah Gavin."

"Tetap aja ini salah Gavin," sambung Farhan, melirik ke arah Gavin. "Andai dia nggak terlibat sama mahasiswi yang namanya Sofia, kamu nggak akan memutuskan hubungan kamu kaya gini!" jelas Farhan yang tahu betul kondisi kampusnya karena memang beliau pemilik kampus itu.

Yang dikatakan Farhan dan Ganisa memang betul. Andai Gavin lebih memperhatikannya, andai Gavin tidak menyukai Sofia dan membalas cintanya, mereka tidak akan seperti ini.

"Nggak ada yang salah," sahut Yolanda sambil menggenggam tangan Yorin yang bergetar di bawah meja. "Kita bisa mengatur siapa calon pasangan hidup kita. Tapi perasaan kita nggak bisa kita atur semudah itu," katanya bijak.

"Tetap aja Yorin keterlaluan!" sahut Johan, menahan emosinya pada anak semata wayangnya itu. "Bisa-bisanya dia memutuskan hal sepenting ini tanpa merundingkannya terlebih dahulu."

"Sudah ... sudah." Yolanda menenangkan Johan.

"Maaf ... anak saya sudah membuat hal seperti ini terjadi," ujar Johan lagi kepada keluarga Gavin. "Keputusan ini masih belum pasti, yang jelas saya belum setuju kalau kalian berpisah."

"Papa!"

"Yorin, kita bicarakan di rumah!"

Sepanjang perjalanan terjadi kebisuan di dalam mobil. Johan yang duduk di depan sebelah sopir menahan amarahnya yang sebenarnya sudah meluap-luap. Yorin jujur sangat takut, tapi kali ini ia benar-benar berani karena ia memang sudah tidak memiliki perasaan pada Gavin. Yang hanya dibenaknya hanyalah Gerald dan Gerald yang setiap hari ia rindukan walau setiap hari Gerald rajin mengabari keadaanya di Berlin.

Johan melangkahkan kakinya dengan cepat, Yolanda yang berjalan bersampingan dengan Yorin mencoba menenangkan ketakutan Yorin karena Yorin yakin sebentar lagi dia akan dimarahi habis-habisan oleh Ayahnya. Baru Johan melangkahkan beberapa tapak langkah kaki di ruang tamu, Johan sudah membalikkan badannya.

"Siapa orang yang kamu suka?" tanya Johan garang.

"Gerald," jawab Yorin percaya diri. Bahkan ia menatap mata Ayahnya.

"Kali ini Papa maafin kamu, kamu lagi masa remaja. Wajar kalau kamu suka sama laki-laki lain. Tapi Papa nggak akan membatalkan pertunangan ini," jelas Johan.

"Tapi Pa ...."

"Jalani hubunganmu seperti biasa dengan Gavin!" potong Johan. "Jangan bertindak sesukamu! Jangan bikin malu keluarga kita, Papa lakukan ini demi masa depan kamu!"

Yorin menundukkan kepalanya, Yolanda memeluknya.

"Bawa Gerald ke sini, biar Papa yang bicara sama dia."

"Gerald lagi di luar negri," jawab Yorin. "Yorin bakal bawa dia ke sini dan buktiin ke Papa kalau Gerald layak untuk Yorin."

"Oke, Papa tunggu! Tapi seperti kata Papa bilang, jangan pernah putuskan pertunangan ini sebelum hubungan kamu dan orang kamu sukai itu jelas statusnya."

Yorin mendongakkan wajahnya.

Johan menghampirinya, menepuk bahunya. "Jalani hidup remaja kamu sebagaimana mestinya, Papa akan kasih kamu waktu. Kalau sampai kamu lulus kuliah hubungan kamu dan Gerald tidak ada kepastian, kamu harus tetap menikahi Gavin."

Yorin menitikkan air matanya. Ia sedikit lega karena Papanya memberinya kelonggaran agar ia bisa memperkenalkan Gavin. Hanya saja Yorin sendiri tidak yakin, kapan Gavin bisa kembali ke sini.

"Biar Papa yang jelasin kelanjutan hubungan kamu dengan Gavin ke orang tua Gavin. Kamu cukup jaga hubungan kamu dengan Gavin, karena Papa yakin suatu saat perasaan kamu ke Gavin akan kembali." Johan meninggalkannya, Johan kembali ke kamarnya.

Yolanda memeluk Yorin lagi, Yolanda hanya bisa menenangkan anaknya itu sambil memberikan belaian seorang Ibu.

Yorin melangkah lunglai menaiki anak tangga, ia membuka pintu kamarnya dan duduk dilantai bersandar pada pintu. Berkali-kali ia mengirup nafasnya dengan berat. Pipinya basah berkali-kali karena rintikan air mata.

Belum ada sepuluh menit Yorin menyandarkan tubuhnya, handphone nya berbunyi seperti ada panggilan mendesak.

Belum mengubah pakaian, Yorin langsung berlari keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga usai menerima panggilan itu. Ia meminta sopir pribadi Ayahnya yang sedang mengelap mobil tersebut untuk mengantarkannya dengan cepat ke sebuah tempat. Tidak memakan waktu lama karena hanya beda blok, Yorin turun dari mobil dan berlari memasuki rumah kediaman tunangannya.

Baru saja ia melangkahkan kakinya di ruang tamu, ia sudah melihat Gavin kini beradu mulut dengan Farhan yang tampak kehilangan kendali. Bahkan wajah Gavin sedikit memar.

"Gara-gara kamu, kamu nggak jadi nikah sama Yorin! Padahal kamu tau kan kamu beruntung bisa nikahin gadis kaya dia!" omel Farhan. "Andai kamu bisa menjaga dia! Dia nggak akan putusin pertunangan ini!"

"Papa tahu nggak kenapa aku nggak peduli sama dia? Semua karena Papa! Papa cuman manfaatin keluarga dia untuk bisnis Papa! Papa nggak pernah tulus!"

"Papa lakuin ini untuk kamu! Semua untuk kebahagian kamu!" Saat Farhan hendak menampar Gavin, Yorin berlari menghamburkan badannya pada Gavin. Yorin menghalanginya, Yorin memeluk Gavin. Semua hening, hanya isak tangis Ibunda Gavin yang kini terdengar.

Yorin menatap Gavin, Gavin yang begitu menyedihkan. Yorin menghadapkan badannya pada Farhan. "Jangan pernah sakitin Gavin," pinta Yorin. "Dia anak om Farhan, harusnya om hibur dia karena dia udah terluka sama keputusan Yorin untuk tinggalin dia. Bukan nyiksa dia kaya gini," ujar Yorin tegas pada Farhan. "Jangan sampai suatu saat om menyesal, jadi om harus lebih bijak untuk bersikap."

Farhan menghela napas panjangnya beberapa kali.

"Gavin ...." Ganisa yang tadi lemas menangis di sofa, kini ikut menghampiri Gavin dan memeluknya. "Maafin Papamua ya, maafin Mama juga ya."

Gavin diam memandang lantai rumahnya tanpa berucap lagi.

"Sekali lagi Om sakitin Gavin, Yorin nggak akan tinggal diam. Yorin akan bilang ke Papa untuk tarik semua invest Papa di perusahaan Om Farhan," ancam Yorin.

Farhan masih diam, bahkan Farhan kini menitikkan air matanya.

Yorin membalikkan tubuhnya. Ia menarik tangan Gavin keluar dari rumah dan membawanya menaiki mobil yang ia tumpangi bersama sopirnya, meninggalkan Farhan tanpa permisi dan meninggalkan Ganisa dengan sebuah kalimat pamit.

"Mau nginap rumah aku?" tanya Yorin pada tunangannya yang duduk di sebelahnya.

"Nggak usah," jawab Gavin dengan wajah datarnya. "Pak, bisa tolong antar ke Hotel dekat kampus?"

Sesampainya di basement hotel, Gavin keluar dari mobil Yorin. "Thanks. Makasih pak." Gavin pergi begitu saja menuju lift yang menghubungkan ke lobby.

Yorin melihat sosok Gavin yang semakin menghilang dipelipis matanya.

Pukul 21.30....

Gavin merebahkan badannya di kamar hotel usai mandi dan tetap menggunakan pakaian yang sama karena Yorin tiba-tiba menyeretnya keluar rumah begitu saja. Dalam hati ia berterima kasih pada gadis itu karena sudah membawanya kabur dari letusan gunung berapi, hanya saja sosok Yorin kini berputar-putar di kepalanya dengan batinnya yang terus merasa menyesal karena sudah menyia-nyiakan gadis sebaik Yorin.

Sedangkan di kamar lain...

Yorin sedang bercerita tentang apa yang terjadi dengan Gerald melalui video call. Rasa rindunya yang kian hari kian menumpuk membuatnya terus menerus menyuruh Gerald agar cepat kembali menemuinya padahal Gerald baru meninggalkannya satu minggu.

"Emang kamu balik kapan?" tanya Yorin sambil tersenyum-senyum memandang Gerald sambil duduk di kursi meja riasnya.

"Entah. Yang jelas aku juga kangen kamu," jawab Gerald juga tak bisa menutupi rasa rindunya. "Yorin ...."

"Hm?"

"Misal suatu hari aku nggak ngabarin kamu, apa yang kamu lakuin?"

Raut wajah Yorin berubah. "Nggak ... aku nggak mau jawab karena aku yakin kamu bakal selalu kabarin aku."

"Iya misal ... aku nggak bisa balik lagi?"

"Apaan sih! Nggak mau ah, pokoknya kamu harus balik ke sini." Mendadak Yorin kesal dengan Gerald. "Apaan sih pertanyaan nggak penting."

"Yaudah maaf-maaf ...."

Yorin menekuk wajahnya. Ia menghadapkan kamera handphone-ya pada langit-langit atap kamarnya saking kesalnya. Gerald yang berada di salah satu ruangan kediamannya di luar sana ikut diam, seakan banyak yang terpikir olehnya.

"Pokoknya... misal aku benar-benar pergi dan nggak ada kabar lalu kamu udah mulai menyerah, kamu harus jalani hidup kamu. Kamu harus bahagia."

Kesal, Yorin mematikan sambungan telponnya.

\*\*\*\*

Sejak hari itu, Gerald benar-benar pergi. Bertahun-tahun lamanya Yorin menunggu, Yorin tidak juga bisa menggapainya.

Pesan dan telpon dari Yorin yang tak terhingga jumlahnya tidak terbalaskan sama sekali. Walau tidak ada balasan, Yorin tidak patah semangat, ia tetap mengirimi pesan pada Gerald hingga hari demi hari berganti. Tentunya setiap hari berlalu begitu lama baginya karena selalu mengingat sosok Gerald yang pernah mengisi hatinya.

Yorin yang saat ini tampak begitu cantik menggunakan riasan flawless dan memakai jubah wisuda memoto dirinya sendiri, ia kirim foto itu keapada sebuah nomor yang masih ia simpan dengan nama inisal 'G' sambil ia beri tulisan, 'Aku wisuda hari ini'.

Tetap saja tak ada balasan dari Gerald.

Aslan yang duduk di sebelah Yorin hanya menatap iba pada sahabat karibnya tersebut. Sedangkan Melva, menepuk pundak Yorin mencoba sekali lagi memberinya kepercayaan jika Yorin memang harus melupakan Gerald.

Kepala rektor memanggil satu per satu nama wisudawan pada angkatan bersejarah itu hingga siang berjumpa sore. Semua wisudawan berfoto di alam yang sedang mendung tetapi tak mengeluarkan sedikitpun tetesan air dari langit.

Dibalik hatinya yang kesepian, Yorin tetap terlihat ceria berfoto bersama teman-teman seangkatannya. Terkadang ia merasa sedih karena ia yakin semakin bertambahnya usia, hubungannya dengan sahabat-sahabatnya akan semakin renggang karena sibuk menjalani kehidupan sendiri-sendiri.

Terlebih Aslan yang kini sudah menemukan pujaan hatinya. Aslan mengambil foto puluhan kali dengan kekasihnya yang lebih tua darinya dua tahun. Aslan memang suka wanita dewasa, Melva dan Yorin turut bahagia karena Aslan akhirnya menemukan jodohnya. Begitu juga dengan Anita fans setia Gerald, ia juga berfoto dengan pasangannya yang menjadi anak hits diangkatan baru tahun ini. Anita mengencani adik kelas dan hal itu membuatnya sangat bahagia walau banyak yang mengejeknya karena ia mengencani berondong.

\*\*\*

Pagi berganti siang, siang berganti malam.

Beberapa mahasiswa dari kelas Yorin mengadakan acara perayaan kelulusan sambil menyewa salah satu villa di dekat Opal Kafe yang mempunyai hawa sejuk. Villa dengan 8 kamar itu sangat besar, ada taman, kolam renang dan ruang karaoke di dalamnya. Yorin, Gavin, Melva, Aslan, Willy, Brian dan gank Anita serta beberapa anak lain sibuk BBQ-an di taman samping villa yang menghadap ke kolam renang. Ada juga sebagian yang sedang karaokean di ruang karaoke hingga jarum jam menunjuk pada pukul setengah dua belas malam.

"Udah lo lupain aja si Gerald, cari cowok lain. Atau balikan sama Gavin," ujar Aslan sambil meneguk soju yang ia minum.

Melva mengangguk mengiyakan. "Jahat si Gerald, bisanya dua tahun nggak ngabarin elo! Lo harus move on!" tambah Melva.

"Lagian status lo kan masih jadi tunangan Gavin kan dan lo bilang bokap lo nunggu sampai lo lulus wisuda, kalau lo nggak kenalin Gerald lo bakal tetap nikah sama Gavin," jelas Aslan mengingat kata-kata Yorin dua tahun lalu.

Yorin terdiam, ia ikut meneguk soju yang ada digelasnya. "Gue ke toilet dulu," ujarnya sambil pergi meninggalkan taman. Di dalam villa begitu sepi karena yang lain masih sibuk berpesta. Yorin naik ke lantai dua di mana kamarnya berada.

Ia masuk ke dalam kamarnya yang sekamar dengan Melva karena kamar yang Yorin tempati lebih kecil dibanding kamar yang lain. Kamar yang lain bisa diisi 3 sampai 5 orang, sedangkan kamarnya hanya cukup berdua dengan Melva. Yorin duduk di di atas kasurnya, jendela kamar yang terbuka menyapa kulit tubuhnya hingga merinding karena begitu dingin. Mendadak pipinya basah karena air matanya menitik begitu saja.

Gerald... aku kangen. Kayaknya emang aku kita nggak ditakdirkan bersama. Kayaknya aku emang harus lupain kamu.

Pikirnya dalam hati sambil menangis kecil agar tidak ada yang tahu. Namun di tengah tangisnya, seseorang datang menghampirinya, membuatnya terkejut dan sedikit malu karena ia sedang menangis. Orang itu duduk di sebelahnya, memandangnya dengan tatapan hangat lalu menghapus air matanya. "Ada apa?"

Yorin menggelengkan kepalanya. "Lo nggak ikut bakar-bakar sama anak-anak?" tanya Yorin sok tegar.

"Tadi di ruang karaoke sih."

Yorin tersenyum. "Suara jelek aja nyanyi."

"Kan karaoke bukan ajang audisi nyanyi," bela Gavin untuk dirinya.

Yorin berdiri dari kasurnya, ia menarik tangan Gavin. "Yuk gue juga mau karaoke."

Tubuh Gavin menolak. "Belum ada kabar dari Gerald?"

Tidak menunggu Yorin menjawab, melihat raut wajah Yorin yang terlihat tertekan membuat Gavin paham.

Ia berdiri, memeluk tubuh tunangannya itu dan membiarkannya menangis sampai lega.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!