Terjadi keheningan di antara Yorin dan Gavin saat berada di dalam mobil yang sedang Gavin kemudikan. Walau malam ini bukanlah malam Minggu melainkan malam Kamis, tetap saja kendaraan lalu lalang dengan begitu padatnya sekitar jam delapan malam di area tengah kota.
Lampu-lampu malam menerangi gelapnya jalanan membantu sinar bulan yang tak mampu bersinar sendiri. Angin menyapu debu jalanan yang kotor cukup kencang hingga para pengemudi dan pejalan kaki bisa merasakan kehadirannya.
Yorin menoleh kearah Gavin beberapa kali, namun Gavin tidak memperhatikannya. Gavin hanya diam bagaikan robot yang sedang mengemudi.
"Berasa naik mobil auto-pilot," sindir Yorin sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya yang mewah harga jutaan, kado dari Gavin saat ia berulang tahun di tahun lalu.
Gavin tetap diam dan konsen menyetir.
"Hello, ada orang nggak sih?" goda Yorin, mengibaskan tangannya didekat wajah Gavin.
"Gue lagi nyetir, jangan diganggu," ucap Gavin, menangkap jemari tangan Yorin lalu menjauhkannya dari wajah tampannya.
"Oh, masih bisa ngomong," ejeknya kecil sambil tersenyum tipis.
Yorin menahan senyumnya yang hendak mengambang. Betapa senangnya dia akhirnya bisa bertunangan dengan Gavin.
Tiga minggu lagi. Tiga minggu walau terasa cepat biasanya kini terasa lambat oleh Yorin, gadis konyol itu benar-benar tidak sabar agar moment tersebut segera terjadi pada kehidupannya yang selalu sepi.
‘Nggak sabar tiga minggu lagi akhirnya gue bisa tunangan sama Gavin, seneng banget gue rasanya! Awww!’
Bibir tipis Yorin terus mengambang selama perjalanan dengan sudah banyak sekali list-list yang akan ia lakukan sebelum pertunangannya berlangsung seperti perawatan wajah, nyalon, berendam, mentraktir teman-temannya sampai berbagi ke panti asuhan.
"Eh Gavin, turunin gue di rumahnya Aslan ya?" kata Yorin saat ditengah perjalanan ia sadar jika sebentar lagi akan melewati perumahan rumah Aslan, sahabat karibnya.
"Ngapain malam-malam ke rumah Aslan?" tanya Gavin dengan wajah seriusnya, tapi memang wajah Gavin seperti itu. Terkesan serius dan terlihat bad boy. Lebih tepatnya, wajahnya menakutkan.
Cemburu kan dia? Gini rasanya dicemburuin.
Yorin masih tersenyum dalam otaknya.
"Yaudah kalau nggak boleh ke Aslan nggak papa kok nanti...."
Belum selesai Yorin berucap, Gavin benar-benar membelokkan mobilnya masuk ke dalam perumahan Aslan. Gavin tidak perlu masuk terlalu jauh karena rumah Aslan yang juga teman sekelasnya itu ada dijalanan dekat gerbang masuk perumahan.
Wajah Yorin berubah seketika. "Gavin, kamu antar aku ke Aslan beneran?" tanyanya.
Gavin tidak menjawab.
"Kalau misal nggak boleh nggak papa kok, aku nurut sama calon tunangan aku. Hehe," jelasnya, tetapi Gavin sudah menghentikan mobilnya di depan rumah Aslan yang halaman parkirnya penuh dengan kendaraan terparkir.
Yorin terdiam.
"Nggak turun?" tanya Gavin.
"Boleh aku ke rumah Aslan malam-malam?"
"Boleh lah, nggak ada yang larang," jawab Gavin dengan cueknya.
‘Dasar pasangan nggak berperasaan. Gue kira dia cemburu. Eh nggak sama sekali.’
Dengan raut wajah jutek Yorin membuka pintu mobil Gavin, saat Yorin sudah memijakan kakinya di jalanan Yorin melihat Aslan yang sedang berdiri disamping pagar sambil melambaikan tangan pada mobil yang baru saja melewati mobil Gavin.
"Rin, masuk gih!" ujar Aslan sedikit berteriak saat melihat Yorin yang berdiri tak jauh darinya.
Yorin tak merespon Aslan, tangan kanannya masih memegangi pintu mobil Gavin yang tidak kunjung ditutupnya. "Aku pulang malam, nggak usah dicari!" katanya kesal.
Gavin tak merespon.
"Kalau ada apa-apa sama aku, kamu tanggung jawab!"
Gavin pun melirik ke arah Yorin, hendak membalas kalimat ancaman Yorin namun pintu mobilnya sudah ditutup Yorin dengan kencang hingga berbunyi nyaring. Gavin hanya bisa memandang kesal pada sosok Yorin yang terlihat sedang menghampiri Aslan dengan ceria.
"Gavin?" tanya Aslan ketika mobil Gavin melewati mereka tanpa menyapa walau sekedar membunyikan klakson.
Yorin mengangguk dan berjalan masuk ke rumah Aslan yang selalu ramai setiap hari. Aslan mengikutinya.
Rumah Aslan adalah rumah bertingkat, di lantai 1 memang dijadikannya sebagai Lounge and Bar. Tetapi sudah ada ijin minuman beralkohol, jadi aman. Sedangkan di lantai 2 terdapat tiga kamar tidur, dua kamar mandi, dapur dan ruang keluarga.
"Mana Melva?" tanya Yorin, duduk di salah satu kursi outdoor halaman Gavin yang luas namun hampir terisi penuh oleh tamu di setiap meja kursinya.
"Nggak jadi datang," jawab Aslan, duduk disebelah Yorin. "Mau minum apa?"
"Soju."
"Soju?" tanya Aslan meyakinkan.
Yorin mengangguk.
"Nggak salah? Biasanya lo minum air putih doang maunya."
"Ya elo, udah tau gue bertahun-tahun ke sini yang gue pesen air putih tetep aja nanya!" sewot Yorin.
"Kok sewot banget lo sama gue?" tanya Aslan.
"Iya, buruk hati gue!"
Aslan menggelengkan kepalanya. "Rendy, sini deh!" panggil Aslan usai salah satu pegawainya mengantarkan pesanan tak jauh darinya.
Pegawai bertubuh tinggi bernama Rendy itu menghampiri Aslan.
"Air mineral dua ya," kata Aslan.
"Siap," jawab Rendy. Rendy pun berlalu untuk mengambil dua air mineral.
"Pegawai baru?" tanya Yorin.
"Iya, empat harian."
"Makin rame lah kafe lo ada pegawai cakep kaya dia."
"Itu kan salah satu trik gue."
"Emang ya dunia ini nggak adil, keadilan cuman buat yang good looking."
Aslan tak merespon Yorin daripada Aslan kesal sendiri dengan kata-kata Yorin yang semakin lama akan semakin kejam jika Yorin sedang bad mood.
Tidak seberapa lama mengambil air mineral, Rendy si karyawan baru memberikan botol minuman itu pada Aslan. Aslan memberikan salah satunya pada Yorin.
Rendy yang melihat gelas kotor meja sebelah ayunan langsung bergegas membersihkannya, Rendy sangat cekatan karena sebelumnya Rendy pernah kerja disebuah hotel.
Belum usai Rendy membersihkan piring dan gelas, botol air mineral Yorin hanyalah sebuah botol. Airnya benar-benar habis tak tersisa.
"Gue pulang dulu," ujar Yorin, berdiri dari kursi.
"Cepet banget." Aslan ikut berdiri.
Yorin menghadapkan badannya pada Aslan. "Gue mau yoga di kamar, biar gue nggak bad mood. Oke? See you, bye!"
Yorin mulai melangkahkan kakinya.
"Naik apa lo pulang?" tanya Aslan.
"Kapal perang!" jawab Yorin asal, membuat Aslan tertawa.
‘Dasar cowok nggak punya perasaan, bisa-bisanya gue ditinggal. Dia nggak khawatir sama sekali kalau gue kenapa-napa padahal udah malam begini.’
"Mau gue anter?"
"Nggak ah, gue lagi bad mood."
"Gue juga basa-basi doang kali," ejek Aslan.
Yorin hampir melemparkan tas yang ada ditangannya pada Aslan, hanya saja ia menahan karena tas itu pemberian dari Gavin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments