Melva melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesehatan. Kini hanya ada Yorin dan Gavin di dalam sana. Gavin menatapnya tajam, namun tatapan Yorin lebih tajam kali ini karena beribu kesal sedang bersarang dihatinya.
"Orang tua kita nggak akan tau, lo nggak usah khawatir jadi jangan paksa gue pulang."
Gavin meletakkan tas dan biola Yorin disebelah Yorin. "Lo nggak ingat kejadian semester satu? Cuman gara-gara lo kepeleset di toilet ortu, gue tau dan gue dimarahin habis-habisan gara-gara nggak ngajak lo berobat ke rumah sakit?"
"...."
"Jadi sekarang lo nurut sama gue, gue antar lo ke rumah sakit terus kita pulang!"
Gavin mencoba menarik tangan Yorin, namun Yorin menepisnya. "Biar gue yang urus! Gue bakal pastiin lo nggak akan dimarahin hanya karena ini."
Yorin mengambil tasnya, ia berjalan menjauhi Gavin.
"Rin!" Gavin menghalangi langkahnya. "Lo kenapa sih? Lo jangan kaya anak kecil deh!"
"Gue nggak kaya anak kecil, gue cuman nggak mau pulang karena gue nggak kenapa-napa!" bentak Yorin.
Ini pertama kalinya Yorin berani membentak Gavin, Gavin tercengang dibuatnya. Gavin tersenyum masam, ia semakin emosi. "Lo berani sekarang bentak gue?"
"Lo pikir gue nggak berani sama lo?" tanya balik Yorin. Yorin berjalan melewati Gavin untuk segera keluar dari ruang kesehatan kampus.
"Gerald?" katanya saat baru saja keluar dari ruang kesehatan. Gerald tampak bersandar ditembok ruangan sambil menunggu Yorin keluar sejak tadi.
Gerald mengambil alih tas yang Yorin bawa. "Gue bawain," katanya dengan begitu perhatian.
Yorin malu dibuatnya sehingga Yorin hanya diam dan menurut.
Tak lama terjadi keheningan diantara Yorin dan Gerald yang masih berada di depan ruang kesehatan, Gavin keluar dari dalam ruangan dan menatap mereka berdua secara bergantian.
"Ayo," ajak Gerald, menyuruh Yorin berjalan terlebih dahulu kemudian Gerald berjalan sedikit di belakangnya.
Mereka meninggalkan Gavin yang mematung.
*****
Aslan dan Melva mengunyah makan siangnya sambil melihat ke arah Yorin yang tampak melamun. Yorin tidak menyantap sama sekali makanan yang dibelinya di kantin kampus, Yorin hanya memainkan sendoknya sambil menatap kosong pada nasi putih yang disajikan dengan Dori Fillet tersebut.
"Biarin aja, lagi galau," kata Melva pada Aslan yang tampak hendak menggugah lamunan Yorin.
"Si Gerald ramah juga ternyata," kata Melva lagi saat melihat Gerald yang datang dari arah masuk kantin, lalu Gerald duduk bersama teman-teman sekelasnya. Gerald tampak mencoba mengakrabkan diri dengan yang lain. "Ckckck ... liat deh kelakuan Anita, nempel mulu ke Gerald."
Anita si cewek centil ikut duduk di sebelah Gerald, sedangkan pengikut Anita duduk di kursi meja sebelah Anita. Mereka semua terlihat asik membicarakan sesuatu.
"Apa gue undur aja ya pertunangan gue?" tanya Yorin tiba-tiba, membuat nasi yang ada di mulut Melva mendadak keluar saking terkejutnya.
Aslan menggelengkan kepala tanda tak mengerti lagi dengan jalan pikiran Yorin.
"Rin, lo gila! Bukannya ini yang lo tunggu-tunggu, tunangan sama si Gavin dari dulu," oceh Melva.
Yorin mendongakkan kepalanya dan memandang Melva. Terpancar kesedihan dibola mata Yorin, Yorin tampak sedang menahan tangis. "Tapi Gavin nggak suka gue, Mel."
Melva terdiam.
Aslan mengembuskan napasnya, ia menepuk pundak Yorin. "Lo pikir baik-baik, jangan gegabah."
"Gavin tuh suka sama orang lain, dia nggak suka gue," kata Yorin lagi mulai menitikkan air matanya." Namun Yorin buru-buru menyekanya.
"Duh, udah-udah jangan nangis di sini lo!" kata Melva, ia berpindah duduk kesebelah Yorin lalu merangkul pundak sahabat karibnya itu.
Bukannya tangis Yorin reda, Yorin malah terisak.
"Yah malah nangis ni anak," kata Melva, Melva sebenarnya sudah tak heran dengan Yorin yang cengeng sedari dulu.
Aslan yang tidak bisa melihat tangis wanita, memilih untuk pergi meninggalkan Yorin dan Melva.
"Lan, Aslan!" panggil Melva. "Dasar tu anak selalu kabur kalau lo nangis."
"Hiks ...."
Beberapa orang yang duduk di kantin melihat ke arah Yorin, namun sudah biasa bagi mereka melihat Yorin menangis. Yorin memang sering menangis di kampus, para penonton sudah hafal Yorin pasti menangis karena Gavin. Seisi kampus juga tahu jika Gavin memang sosok cowok yang sangat tega pada calon tunangannya itu.
Aslan berjalan dengan cool-nya melewati koridor demi koridor sambil mencari seseorang. Ia bahkan bertanya pada beberapa mahasiswa untuk segera menemukan orang yang sedang ia cari hingga akhirnya Aslan menemukan orang itu, duduk di sebuah kursi taman bersama seorang wanita.
Aslan menghampirinya.
Gavin yang melihat kedatangan Aslan langsung berdiri dari tempat duduknya.
Aslan dan Gavin saling pandang.
"Kayaknya lo perlu bawa Yorin pulang, dia lagi nggak enak badan," ujar Aslan.
Gavin terlihat bingung, ia menoleh ke arah wanita yang kini menatapnya dengan penuh harap agar tidak meninggalkannya.
Aslan menepuk bahu Gavin, lalu meninggalkan Gavin.
"Yorin ... sakit?" tanya Sofia, mahasiswi tingkat akhir yang suaranya mendunia.
Gavin mengangguk. "Aku...."
Sofia mengangguk. "Antar dia pulang gih, kasihan."
"Kamu nggak papa sendiri?" tanya Gavin.
Sofia mengangguk lagi sambil tersenyum.
Melihat senyum Sofia, Gavin memutuskan untuk meninggalkan Sofia dan mencari keberadaan Yorin.
Sofia menahan sedihnya. Sofia sebenarnya tidak mau Gavin meninggalkannya demi Yorin.
Di kantin kampus ...
Tidak membutuhkan waktu lama Gavin mencari keberadaan Yorin, saat memasuki kantin Gavin bisa melihat jelas Yorin yang terlihat meletakkan kepalanya di atas meja kantin hingga wajahnya tidak terlihat. Sesampainya di sebelah Yorin, Gavin langsung menarik tangan Yorin hingga Yorin mendongakkan wajahnya yang tampak letih.
"Gue anter pulang," ujar Gavin.
Yorin menepis tangan Gavin. "Masih ada kelas."
"Lo kenapa sih, Rin?" tanya Gavin sedikit membentak sampai-sampai pegawai kantin yang bertugas mengambilkan makanan untuk mahasiswa menoleh ke arah mereka.
"Lo jangan kasar-kasar dong sama Yorin!" bentak balik Melva tak terima. "Lo jadi cowok jahat banget sih!"
"Lo nggak usah ikut campur ya, Mel!"
"Gimana nggak ikut campur, sahabat gue lo bentak-bentak kaya gini!"
Gavin menahan emosinya.
Mendengar percekcokan Melva dan Gavin, Yorin menangis lagi.
"Udah kalian ribut aja, biar Yorin sama gue," sahut seseorang yang bagaikan malaikat di siang bolong. Dengan wajah tampannya ia tersenyum pada Yorin. "Bolos yuk?" Ia menjulurkan tangannya untuk membantu Yorin berdiri.
Yorin menatap Gerald yang kini mencoba membawanya pergi dari keributan. Yorin mengangguk, menggapai tangan Gerald tanpa pikir panjang.
"Jangan khawatir, gue bakal jagain calon tunangan lo!" Gerald menepuk pundak Gavin, mengedipkan sebelah matanya pada Melva lalu membawa Yorin menjauh.
Melva bernafas lega. "Wajah doang bad boy, hatinya kupu-kupu," sindir Melva membicarakan Gerald di depan Gavin. Melva meninggalkan Gavin.
Tangan Yorin masih digandeng oleh Gerald, berjalan dijalanan area kampus yang tak pernah Yorin lewati sebelumnya. "Kita ke mana?" tanya Yorin pada cowok jangkung itu.
"Udah lo ikut aja."
Melewati bangunan samping kampus, masuk agak kebelakang dan ada sebuah tangga yang tak pernah Yorin ketahui selama ia kuliah di kampusnya.
"Naik?"
Gerald mengangguk. "Ayo."
"Lo mau bawa gue kemana?" tanya Yorin lagi, melepaskan tangannya dari tangan Gerald. "Lo mau macem-macem ke gue ya?"
"Aish ... lo masih aja ya berpikiran buruk tentang gue?"
Yorin terdiam.
"Ya udah kalau lo nggak mau liat pemandang indah, bye!" ujar Gerald, menaiki anak tangga sedangkan Yorin masih ada di bawah.
Yorin akhirnya mengikuti Gerald, ia berjalan di belakang Gerald menaiki anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. Saat di anak tangga paling atas, ada sebuah pintu dari sejenis besi tipis tidak terkunci, Gerald membukanya dan berjalan masuk.
Yorin yang masih mengikuti Gerald melangkahkan kakinya pada sebuah lokasi yang selama ini tidak ia ketahui sama sekali. Yorin menganga, ia tampak takjub melihat pemandangan indah menghadap ke kota dan jalanan raya.
"Ini rooftop?" tanya Yorin.
"Bukan, rooftop biasa," jelas Gerald, duduk diatas tumpukkan kayu bekas.
Walau rooftop outdoor itu tidak terlalu tinggi, namun siapa pun yang berdiri di pinggiran bisa melihat pemandangan dengan begitu jelas. Di area rooftop juga banyak barang-barang kampus tidak terpakai berserakan namun masih tampak tertata rapi.
Yorin berjalan ke pinggiran rooftop yang berpagar hitam terbuat dari semen lumayan tinggi, tingginya ada sedada Yorin. Yorin berpegangan pada pagar tersebut dan memandang ramainya lalu lintas di perkotaan. Rambut panjangnya menari ke sana - ke mari terbawa oleh angin. Ia tersenyum.
"Makasih ya Gerald," katanya kemudian, membuat Gerald menoleh ke arah Yorin yang masih membelakanginya karena sedang melihat pemandangan. "Bertahun-tahun gue kuliah di sini, baru tau ada tempat kaya gini. Tenang banget ada di sini."
Gerald tersenyum diam-diam.
"Oh iya, ini kira-kira rooftop lantai berapa?" Yorin membalikkan tubuhnya, menghampiri Gerald dan duduk disebelah Gerald.
"Empat mungkin," tebak Gerald. Gerald mengeluarkan rokok dari saku celananya.
"Lo ngerokok?" tanya Yorin dengan wajah jengkel.
Gerald mengangguk. "Kenapa?"
Yorin mengambil bungkus rokok Gerald sebelum Gerald mengeluarkan rokoknya. "Jangan, stop!"
"What?" Gerald tampak jengkel.
"Jangan ngerokok, nggak baik buat paru-paru!" omel Yorin, ia memegang erat rokok Gerald.
"Balikin, sebatang aja." Gerald berusaha merebut rokoknya, namun Yorin semakin menjauhkan rokok Gerald dengan tangannya yang melambai ke udara.
"Oh jadi ini tempat lo ngerokok diam-diam karena di area kampus dilarang merokok?"
"Udah sini, balikin." Gerald masih berusaha mengambil rokoknya tanpa menyentuh Yorin sama sekali namun tubuh mereka berdekatan.
"Balikin atau gue ...."
"Apa?" tanya Yorin dengan wajah menantang.
Melihat wajah cantik Yorin dari dekat, membuat Gerald salah tingkah. Gerlad beranjak dari dudukannya, menangkap tangan kiri Yorin dan mengambil rokoknya kembali. Gerald berjalan pergi.
"Gerald! Lo ke mana?" tanya Yorin, buru-buru beranjak dari dudukkanya untuk mengikuti Gerald. "Gerald, tung ...."
"Ah!" karena kecerobohan Yorin, kakinya tersendung kayu yang ia duduki. Belum sempat Yorin terjatuh, Gerald dengan cepat dan tanggap menangkap tubuh Yorin dengan tangan berototnya. Sama seperti adegan-adegan di drama Asia, kini tubuh Yorin miring hampir sembilan puluh derajat karena Gerald menahannya untuk tidak jatuh. Mereka tampak seperti sedang melakukan adegan dansa.
Yorin dan Gerald saling bertatapan. Mereka dalam keadaan yang sama-sama membatin satu sama lain. Merasa tidak nyaman, Yorin langsung mencoba berdiri dari posisinya.
Mereka salah tingkah.
"Thanks," ujar Yorin, menggigiti bibirnya.
Gerald meletakkan tangan kanannya di atas kepala Yorin.
Yorin tercengang lagi dibuatnya.
"Hati-hati kalau jalan," katanya mengelus rambut Yorin, tapi ujung-ujungnya menjadi sebuah jitakan di kepala Yorin.
"Aduh," rintihnya.
Gerald tertawa kecil.
'Apaan nih, kenapa gue jadi deg-degan.'
"Yuk, ikut nggak?" tanya Gerald, membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju arah keluar.
Yorin masih terdiam, masih bingung dengan jantungnya dan berdetak.
'Apaan nih, kenapa gue salah tingkah!'
"Lo ikut apa di sini?" tanya Gerald lagi sedikit kencang karena ia sudah ada di sebelah pintu.
"I ... ikut!" Yorin berlari kecil untuk menghampiri Gerald.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments