6 - Terluka

Pagi-pagi suasana kelas begitu gaduh karena pengunguman tentang pertunangan Yorin dan Gavin sudah tersebar di mana-mana. Yorin hanya duduk diam dikursinya sambil menahan kesal atas ledekan teman-teman sekelasnya di saat dosennya pagi ini belum hadir karena jam perkuliahan memang belum dimulai.

Gavin yang merasa terganggu dengan kehebohan pagi ini memilih untuk pergi meninggalkan kelas dan duduk di area kursi lapangan basket sambil melihat beberapa mahasiswa berlatih.

"Iri deh gue sama elo Rin, bisanya lo dapatin anak tunggal pemilik ini kampus," goda teman-temannya.

"Makanya lo cantikin muka, biar bisa gaet cowok tajir," ledek yang lain.

Yorin menutup kedua telinganya.

"Eh ... eh lo beneran mau tunangan sama Gavin? Lo yakin?" kata Anita, setibanya di kelas dan langsung menghampiri meja Yorin.

"Kenapa sih lo ikut campur banget urusan gue!" oceh Yorin pada Anita yang selalu membuatnya kesal.

"Gavin kan nggak suka sama elo," beber Anita. "Ya kan guys? Kalian semua tau kan kalau Yorin cinta sepihak?" tanyanya nyaring hingga sekelas melihat ke arahnya.

"Jaga mulut lo!" ujar Melva, mendorong tubuh Anita.

Melihat raut wajah seram Melva, Anita langsung mundur beberapa langkah.

"Gue cuman ngomong apa adanya," tambah Anita dengan raut wajah mengejek. Anita memang menyebalkan.

"Lo sekali lagi ngomong, gue jahit mulut lo!" ancam Melva.

Anita membungkam mulutnya.

Yorin yang tak tahan dengan kerusuhan, pergi melangkahkan kakinya keluar kelas. Pikirannya benar-benar kacau pagi ini. Tak bisa dipungkiri, perkataan Anita ada benarnya. Gavin tidak menyukainya sama sekali, Gavin hanya mencoba menuruti kemauan orang tuanya untuk bertunangan dengannya.

Langkahnya tanpa tujuan, ia hanya memutari sudut demi sudut kampus untuk mencoba melepas penatnya. Sepanjang ia berjalan, tak sedikit yang menyapanya bahkan menggodanya karena Yorin memang seterkenal itu. Selain memiliki wajah yang cantik, sifat yang baik hati, Yorin juga terkenal akan kemahirannya bermain Biola.

Setapak demi setapak ia berjalan hingga akhirnya langkahnya terhenti saat mencoba melewati lapangan basket yang akan menghubungkannya ke kantin. Tampak Gerald dan beberapa orang sedang bermain ditengah lapangan, sedangkan tampak juga Gavin yang kini tengah duduk bersama teman-temannya sambil menonton permainan basket.

‘Oke, gue harus bicara sama Gavin. Gue harus tegas, kalau emang Gavin nggak suka sama gue, gue nggak akan paksain Gavin untuk tunangan sama gue. Gue bisa tunda pertunangan ini sampai dia benar-benar suka sama gue.’

Yorin melangkahkan kakinya lagi, hendak menghampiri Gavin. Namun kakinya terhenti ketika seorang gadis yang tak asing dimatanya lebih dahulu menghampiri calon tunangannya itu.

Belum pernah Yorin melihat wajah Gavin yang tersenyum sebelumnya, kali ini ia melihat senyum Gavin. Senyum Gavin pada gadis berambut hitam sebahu dan berponi lurus tersebut. Tak hanya Gavin, teman-teman Gavin terlihat bisa membaur dengan gadis itu.

Sofia namanya. Gadis teranggun di kampus, keturunan Belanda. Wajahnya memang sangat cantik, Yorin pun masih berada di bawah Sofia. Sofia berada di tingkat akhir, ia sedang menempuh semester tujuh saat ini. Selain berwajah cantik dan berbadan seksi, Sofia sangat lihai menyanyi. Ia berturut-turut menjadi penyanyi Opera karena keindahan suaranya bak Isyana Sarasvati. Yorin ingat, ia pernah satu kali satu panggung dengan Sofia.

Mendadak hati Yorin terasa sakit. Ini bukan kali pertama ia melihat Gavin bercengkrama dengan Sofia, namun ini pertama kalinya ia melihat Gavin bisa tersenyum selebar itu.

Yorin mengepal erat tangannya. Ia menarik berat napasnya, membalikkan tubuhnya dan tampak linglung hingga tiba-tiba sebuah bola basket melaju kencang menerpa wajahnya.

Bruk.

Yorin terjatuh.

Beberapa orang yang melihatnya berlari ke arah Yorin mencoba menolong gadis yang tampak kesakitan.

"Sorry, sorry ... gu ... gue nggak sengaja," kata Yoseph, pemain basket andalan kampus saat ada pertandingan. "Lo nggak papa, kan?" Yoseph kebingungan melihat Yorin yang sedang terduduk di lapangan, selain itu hidungnya berdarah.

Orang-orang mengelilinginya. Perasaan Yorin semakin sedih, tangisnya tiba-tiba hendak menyapa wajahnya. Bukan karena tangis kesakitan, ia hanya ingin menangis saja karena perasaannya sedang gundah dan pastinya ia malu saat ini.

"Lo ngapain?" tanya seorang cowok tiba-tiba yang berdiri di depannya.

Yorin menengok ke atas.

Gavin, ia dia adalah Gavin. Wajah Gavin begitu menyeramkan, seperti hendak menghajarnya. Berbeda sekali saat Gavin bersama Sofia.

Yorin kembali menurunkan wajahnya. Ia mencoba berdiri, beberapa orang yang berniat membantunya ia tolak mentah-mentah.

"Ayo ke ruang kesehatan," kata Gavin, mengulurkan tangannya pada Yorin.

Melihat sikap romantis Gavin, beberapa orang mencoba mengabadikan moment tersebut karena Gavin dan Yorin memang sedang trending topic di kampus.

Hanya saja Yorin mengabaikan bantuan Gavin, bagaimana bisa ia meraih tangan Gavin ketika sosok Sofia berdiri tepat di belakang Gavin sambil melihatnya dengan tatapan menyedihkan. "Nggak usah!" tepis Yorin pada tangan Gavin.

"Uuuuu ...," rusuh orang-orang disekitar.

Yorin bangun dengan sendirinya. Ia berdiri di depan Gavin sebentar, mencoba menstabilkan tubuhnya.

"Rin, sorry gue nggak sengaja. Beneran," ujar Yoseph yang masih tidak enak pada Yorin.

Mendengar perminta maafan Yoseph, Gavin melirik Yoseph dengan tatapan lebih kejam.

"Sorry Vin, gue nggak sengaja ngenain bola ke Yorin," kata Yoseph lagi.

"Ngapain lo minta maaf ke dia?" sahut Yorin dengan nada tinggi, mengheningkan semua orang.

Yoseph pun terdiam.

"Dia bukan siapa-siapa gue, jadi lo nggak perlu minta maaf ke dia!" sewotnya. Tatapan mata Yorin pada Yoseph membuat bulu kuduk Yoseph berdiri. Belum Yorin melangkahkan kakinya, seseorang berdiri di depannya membelakangi Gavin.

"Mau gue gendong?" tanya Gerald dengan senyum dimatanya.

Yorin menggelengkan kepalanya.

Gerald mengangguk tanda mengerti. Ia merangkul pundak Yorin dengan tangan kirinya yang berotot. Membawa Yorin melewati kerumunan dan berjalan ke arah ruang kesehatan yang tak jauh dari sana.

"Cieee," goda orang-orang yang melepas kepergian dua remaja itu.

Gavin hanya memandangnya dengan diam.

Selama perjalanan, Yorin terus menundukkan kepalanya. Gerald pun tidak berkata sama sekali, Gerald masih memapahnya. Di tengah perjalanan, Gerald memasangkan jaketnya pada bagian kepala Yorin, membuat Yorin terdiam membisu. Ia tidak tau kenapa Gerald melakukan ini.

"Biar wajah jelek lo nggak keliatan," jelas Gerald sebelum Yorin bertanya.

"Oh iya, wajah gue bonyok ya?" tanyanya sambil tertawa kecil.

Gerald mengangguk sambil membalas tawa kecilnya.

Saat sampai di depan ruang kesehatan, Yorin melepaskan jaket yang dipinjamkan Gerald dan mengembalikannya pada Gerald. "Thanks," ujar Yorin.

Gerald mengambilnya.

Bel penanda kelas utama segera di mulai berbunyi. Mahasiswa-mahasiswi yang berada di luar masuk ke kelas masing-masing dengan begitu tertibnya.

"Lo masuk kelas aja, tapi minta tolong ijinin gue ya. Gue mau bersihin luka dulu," kata Yorin dengan ramahnya, tidak seperti biasanya saat ia berhadapan dengan Gerald. Biasanya Yorin selalu suudzon pada Gerald.

"Are you okay?" tanya Gerald.

Yorin mengangguk. "Udah lo masuk kelas aja, gue masuk dulu. Bye!" katanya, memasuki ruang kesehatan. Meninggalkan Gerald di depan pintu.

\*\*\*\*\*

"Gerald, kamu terlambat?" tanya dosen musik pagi ini saat Gerald tiba dikelas membawa jaket dan tasnya. "Kamu terlambat enam menit ya?"

"Maaf, habis antar Yorin ke ruang kesehatan," jelas Gerald.

"Yorin?" sahuut Melva si bar-bar.

Gerald mengangguk.

"Yorin Jorinda maksud kamu?" tanya pak dosen.

"Yorin kenapa?" tanya Melva juga, tanpa ada rasa takut ia maju ke depan menghampiri Gerald.

"Mimisan," jawab Gerald.

"Pak, saya ijin ke Yorin boleh kan? Bentar aja," kata Melva pada pak Bastari, alias pak Bas yang terkenal sebagai dosen paling ramah diantara yang lain.

"Boleh, jangan lama-lama ya! Gerald kamu duduk di tempat kamu."

Melva berjalan cepat sedikit berlari untuk tiba di ruang kesehatan. Setibanya di sana ia langsung mengecek satu persatu kasur tidur yang dipisahkan oleh tirai-tirai hingga ia sampai di kasur paling pojok. Tampak Yorin sedang duduk dan melamun.

"Rin, lo kenapa?" tanya Melva.

"Mel ...."

"Apa? Lo kenapa kata Gerald mimisan tumben lo."

Melva menyeret kursi bulat yang ada didekat meja konsultasi, ia letakkan kursi itu di sebelah kasur ruang kesehatan dan duduk dikursi itu.

"Lo kenapa?" tanya Melva lagi.

Yorin tersenyum. "Tadi nggak sengaja kena timpuk bola basket."

"Tuh kan ceroboh deh lo tuh!"

Senyum Yorin semakin lebar.

"Tapi gigi lo nggak rontok kan?" goda Melva.

"Ye! Enggaklah, gigi gue baik-baik aja."

"Oh iya ... kok lo bisa diantar Gerald?"

Yorin terdiam sebentar, ia mengingat kejadian barusan. "Iya kebetulan Gerald disitu juga."

"Tuh kan, Gerald itu bukan cowok mesum. Buktinya dia nolongin elo dua kali."

"Dua kali? Yang pertama kapan ya?"

"Iya kan, yang pertama itu dia di belakang lo buat jagain lo karena dia bilang lo diincar sama cowok-cowok jalanan gara-gara malam-malam jalan sendirian pake rok mini, bukan karena dia buntutin elo, pea!"

"Kok lo bisa tau se detail itu?"

"Iyalah! Gue Melva! Gue peduli sama sahabat gue, kalau sampai bener si Gerald itu niat jahat ke elo gue bonyokin dia!"

"Jadi lo tanya Gerald kejadian malam itu?"

Melva mengangguk.

Yorin mencubit dua pipi Melva. "Lo beneran kaya bodyguard gue tau!"

Melva melepaskan tangan Yorin. "Rese lo!"

Disaat perbincangan Yorin dan Melva lagi asik-asiknya. Sesosok orang yang sangat Yorin tidak harapkan kehadirannya muncul tiba-tiba sambil membawa tas ranselnya. "Ayo gue antar pulang."

Yorin terdiam menatapnya.

"Dia nggak papa ngapain lo suruh pulang?" tanya Melva pada Gavin yang berdiri di sebelahnya.

"Gue nggak mau hal kecil ini jadi hal besar kalau orang tua gue tau, jadi mending sekarang lo ikut gue pulang biar nyokap bokap gue tau kalau gue perhatian sama elo," jelas Gavin.

"Gavin lo jahat banget sih jadi cowok! Kalau ngomong dijaga dong!" protes Melva, tangannya sudah gatal hendak meninju wajah Gavin. "Songong emang lo ya! Jangan mentang-mentang Yorin suka sama lo, lo bisa perlakuin dia seenaknya."

"Melva!" potong Yorin. "Lo keluar bentar deh, gue mau ngomong sama dia."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!