9 - Maaf

"Nah, ini cantik sayang. Coba putar."

Remaja cantik dengan rambut terurai itu memutar badannya dengan anggun. Dua orang wanita hebat yang sedang bersamanya tampak sumringah melihatnya menggunakan gaun pertunangan di pertunangannya yang akan diselenggarakan tiga hari lagi.

"Sayang, gimana?" tanya Ganisa, ibunda Gavin pada Gavin yang sejak tadi sudah selesai fitting baju.

Gavin mengangguk. "Ini aja."

"Kamu suka sama ini, Rin?" tanya Yolanda, ibunda Yorin sambil merapikan rambut Yorin yang bergelantungan.

"Iya ma. Ini aja, nggak terlalu lebay kan gaunnya?"

"Iya ini aja, udah cocok."

"Gaunnya pas banget di kakak, karena emang ukuran tubuh kakak. Cantik kak pakai ini, pas sama masnya juga," puji salah satu pegawai di toko itu.

"Yaudah mba, ini kita book ya. Hari Jumat tolong diantar ke rumah saya," kata Ganisa.

"Baik bu."

Ganisa adalah member VIP ditempat itu sehingga siapapun kenal dengannya. Usai melakukan proses penyewaan dan pembayaran, Ganisa kembali menghampiri Yorin dan yang lainnya.

"Gavin kamu antar Yorin ya, Mama biar sama Mamanya Yorin mau nongkrong di luar dulu," kata Ganisa sambil memasukan kartu atmnya di dompet.

"Naik apa?"

"Gampang nanti bisa naik taksi," jawab Ganisa dengan santainya. Mereka semua berjalan keluar toko yang berada di mall lantai dua. Namun bukan mall milik keluarga Yorin. 

Yorin dan Gavin mengantar Mommy mereka sampai di pintu penjemputan taksi. Tidak menunggu lama, Yolanda dan Ganisa memasuki taksi kemudian pergi tak terlihat ditelan gelapnya malam.

Gavin berjalan meninggalkan Yorin yang masih celingak-celinguk ke sekitarnya. Ketika Yorin sadar Gavin telah meninggalkannya, Yorin membalikkan badannya dan mencoba mengikuti langkah Gavin yang panjang dengan langkah kakinya yang seadanya.

Yorin berjalan santai, tidak menggebu seperti biasanya untuk menyusul Gavin. Langkahnya terkesan tidak bersemangat, pandangannya mengarah pada pundak Gavin yang berjarak beberapa langkah dengannya.

Pikirannya masih kacau bergelut pada pertunangannya yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Antara senang dan tidak, mau tak mau Yorin tetap harus melangsungkan pertunangannya. Apalagi kerabat orang tuanya dan orang tua Gavin yang bisa dibilang orang-orang penting sudah diundang untuk menghadiri pertunangan itu.

Tanpa basa-basi, Gavin berjalan ke arah parkiran basement. Gavin masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di parkiran VIP sehingga lebih dekat untuk dijangkau. Gavin melihat keluar kaca mobil, Yorin masih berjalan menuju ke arahnya dengan langkah malas. Yorin tampak di mata Gavin sedang tidak konsentrasi sampai-sampai saat hendak menuju ke mobil Gavin, Yorin di klakson oleh pengendara lain karena saat menyebrangi jalan parkiran ia hanya menunduk dan tidak melihat ke samping.

Yorin terkejut bukan main hingga tubuhnya mundur beberapa langkah. Saat ia mundur, pengemudi yang mengklaksonnya tersebut melanjutkan perjalanannya ke arah keluar. Yorin kembali berjalan dengan jantungnya yang berdetak di atas rata-rata. Ia memasuki mobil Gavin, duduk di sebelah Gavin yang tampak kesal padanya.

"Lo bisa nggak sih mandiri?" tanya Gavin, jutek seperti biasanya. "Jangan kaya bocah, nyebrang jalan aja nggak bisa."

Yorin hanya menghela napas, ia sadar ia sedang lalai.

"Kalau lo kenapa-napa, gue yang bakal dimarahin bokap gue. Lo tau sendiri kan?"

Yorin mencoba sabar. Ia tetap diam sambil melihat keluar mobil. Tampak orang-orang yang baru dari dalam mall sedang keluar.

"Gue heran, kenapa lo setuju aja sama pertunangan ini," lanjut Gavin yang mulai mengemudikan mobilnya. Keluar dari mall dan mulai mengendarai mobilnya di jalan raya. "Padahal lo tau sendiri, gue nggak pernah suka sama lo."

"Terus kenapa lo setuju sama pertunangan ini kalau lo nggak suka sama gue?" tanya balik Yorin, berusaha tegar walau hatinya sangat terluka dengan kata-kata Gavin.

"Lo tau sendiri kan bokap gue kaya gimana? Bokap gue ngotot kita berjodoh itu bukan demi kebahagian kita, karena bisnis dan bisnis!"

"Ya harusnya lo tolak!" sahut Yorin mulai kesal.

"Gue udah bolak-balik nolak, tapi karena lo yang selalu nempel ke gue akhirnya bokap gue maksa gue buat suka sama lo! Andai lo cuek, andai lo nggak kaya gini pasti kita nggak akan kaya gini," jelas Gavin.

Yorin menitikkan air matanya, ia buru-buru menghapus air mata itu.

"Gue kasihan sama lo, Rin ... lo cuman alat penyalur bisnis bagi bokap gue. Bokap gue nggak tulus ke keluarga lo, bokap gue cuman mau usahanya berkembang dan gaet perusahaan bokap lo."

Yorin semakin terisak. Isaknya bisa didengar oleh Gavin.

Gavin mulai merasa bersalah, setega-teganya Gavin, Gavin tidak berniat membuat gadis di sampingnya itu menangis.

Gavin terdiam beberapa saat, isak tangis Yorin semakin terdengar. Gavin menghela berat nafasnya. "Sorry ... gue nggak maksud ...."

"Turunin gue disini aja," potong Yorin terbata-bata.

Gavin tidak merespon, ia tetap mengemudikan mobilnya.

"Gue bilang berhenti!" katanya lagi sedikit membentak sambil terbata-bata.

Gavin masih menjalankan mobilnya, semakin cepat.

"GAVIN!" bentak Yorin dengan keras.

Gavin membanting setirnya ke arah kiri, menimbulkan bunyi klakson mobil-mobil yang lain mengudara. Mobilnya berhenti mendadak di depan rumah-rumah berjejer sekitar perumahan. Gavin mengunci pintu mobilnya ketika Yorin hendak membuka pintu mobil itu.

Yorin menangis sesunggukan, ia menghapus air matanya berkali-kali yang jatuh kepipinya menggunakan tisu di mobil Gavin. "Buka pintunya, gue nggak mau sama lo. Gue benci sama lo!"

"...."

"Please...."

"Ini udah malam ...."

"Sejak kapan lo peduli sama gue?" tanya Yorin kasar. "Udah deh, tenang aja ... gue bakal batalin pertunangan kita. Biar gue yang bilang ke bokap lo! Itu kan mau lo?"

Gavin terdiam sambil menatap Yorin yang juga sedang menatapnya penuh deraian air mata.

"Gue nggak akan nyusahin lo lagi, gue bakal pergi dari kehidupan lo! Hiks ...."

Melihat Yorin yang berlinangan air mata karena keegoisannya membuat Gavin tidak tega. Tangan kiri Gavin mendadak membelai rambut panjang Yorin. "Maaf ... gue udah ngomong kasar."

Mendengar suara lembut Gavin ditambah belaian tangan Gavin yang mencoba menenangkannya, tangis Yorin semakin deras.

Yorin menepis tangan Gavin. "Lo pergi aja, gue bisa pulang sendiri."

Yorin kembali membuka kunci pintu mobil Gavin. Saat ia hendak turun, Gavin menarik Yorin kepelukannya. "Sorry ... maaf," kata Gavin berulang kali. "Gue salah ... gue salah udah ngomong gitu. Maaf."

Yorin begitu malu. Ia sangat malu harus menangis dan tampak lemah dimata Gavin sehingga ia hanya bisa diam, mencoba menenangkan hatinya saat Gavin memeluknya untuk yang pertama kali.

                                                *****

"Lo sakit, Rin?" tanya Aslan setibanya di kelas saat melihat Yorin yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja kelas.

Yorin hanya menggelengkan kepalanya.

Aslan mengecek suhu tubuh Yorin dengan cara menempelkan tangannya pada dahi Yorin. "Lo demam ya?"

Tanpa mereka sadari, Gavin sedang memerhatikan mereka di belakang sana.

"Lo demam?" tanya Gerald tiba-tiba yang juga baru masuk sambil menenteng tasnya. Sebelum Gerald duduk di kursinya, Gerald duduk di kursi depan Yorin. Gerald ikut mengecek suhu tubuh Yorin dengan menempelkan tangannya.

Saat Gerald memeriksa suhu tubuhnya, spontan Yorin menegakkan tubuhnya. Ia merasa malu. Padahal saat Aslan yang melakukan itu, ia biasa saja.

"Mau bolos lagi sama gue?" goda Gerald sambil menunjuk ke atas, mengisyaratkan untuk bolos ke rooftop kampus.

Yorin tersenyum dibuatnya.

"Ada apa nih? Kalian ngerahasiain sesuatu?" tanya Aslan.

"Lo nggak perlu tau, cukup gue dan Yorin yang tau," jawab Gerald sambil tersenyum, menepuk pundak Aslan lalu beralih ke bangkunya.

"Lo kenapa jadi senyum-senyum?" tanya Aslan lagi pada Yorin karena senyum Yorin tak juga memudar.

"Hah? Gue?" tanya Yorin.

Aslan mengangguk.

"Enggak ... biasa aja mah gue."

"Gue jadi curiga sama lo sama Gerald."

"Apanya?"

"Maybe ...."

Mata Yorin menyipit. Ia menimpuk Aslan dengan buku yang ada di mejanya. "Lo jangan mikir macam-macam. Awas lo!"

"Kalian ya ... pagi-pagi udah ribut!" sahut Melva yang berjalan ke arah kursinya.

"Aslan nih, hobi banget godain gue," curhat Yorin.

"Lan, lo macem-macem ke Yorin gue bakar lo," ujar Melva sadis.

"Gue nggak macem-macem, kaya ada yang janggal aja gitu."

"Apaan?" tanya Melva penasaran.

Aslan mengisyaratkan dengan matanya, menunjuk Yorin dan Gerald.

"Lo nggak usah bikin gosip!" Yorin sekali lagi memukul bahu Aslan dengan bukunya.

"Lo ya ... besok Yorin udah mau tunangan, jangan bikin gosip nggak bener," timpal Melva.

Aslan mengangkat bahunya.

"Tapi gue lebih setuju lo sama Gerald dibanding Gavin," bisik Aslan.

Wajah Yorin memerah. "Lo gila ya?" katanya salah tingkah dan nyaring, membuat seisi kelas hening melihat ke arahnya.

"Tapi gue feeling sih," sambung Aslan sambil mencolek pipi Yorin.

"Apa sih ih!" Yorin memukul pundak Aslan.

"Udah-udah!" potong Melva.

Aslan dan Yorin langsung menutup mulut mereka sebelum Melva menyuruh mereka diam untuk yang kedua kalinya. Melva sudah bagai ibu tiri bagi Aslan dan Yorin, Melva memang sebegitu menakutkannya bagi mereka.

Menit mengikuti detik, waktu terus berjalan. Sehari penuh Yorin bergaul bersama Aslan dan Melva membuatnya merasa lebih baik. Kesedihannya tentang kejadian kemarin malam mulai berkurang. Hendak rasanya Yorin menceritakan kejadian malam itu pada kedua sahabatnya itu, tapi Yorin lebih memilih diam karena Yorin yakin kedua sahabatnya itu akan lebih membenci Gavin jika mengetahui kata-kata kasar yang Gavin sudah lontarkan sampai membuat Yorin menangis sesunggukan.

Namun perasaannya juga campur aduk. Otaknya terus mengingat momen dimana Gavin memeluknya dalam beberapa saat. Saat kemarin malam Yorin mulai tenang, barulah Gavin mengemudikan lagi mobilnya lalu mengantarnya pulang. Sepanjang perjalanan malam itu, mereka dalam keheningan satu sama lain. Bahkan tadi pagi Yorin sengaja berangkat lebih pagi agar Gavin tidak menjemputnya.

Begitu juga pada siang hari ini, seusai dosen keluar dari kelas Yorin seperti dikejar waktu. Dia langsung berjalan keluar kelas membawa tasnya. Ia berjalan cepat sampai membuat teman-temannya bingung karena teman sekelasnya masih tampak santai, bahkan belum merapikan barang bawaan mereka

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!