Gavin menghentikan mobilnya, ia membuka kunci pintu hingga Yorin bisa keluar dari mobil. Saat Yorin sudah di luar mobil dan Gavin masih mematikan mobil, Gavin bisa melihat tunangannya itu sedang menelpon Gerald dan mengatakan bahwa dirinya sedang ada di depan kosan Gerald.
Gerald yang kamarnya ada di lantai dua buru-buru memakai kaos yang lebih bagus dari dalam lemarinya. Ia mengganti celananya dan mencoba tampil memukau pada kejutan dari Yorin malam ini. Setelah berganti pakaian, Gerald berlari kecil menuruni anak tangga hingga membuka pagar kosannya.
Gerald bisa melihat Yorin yang kini sedang berdiri di depannya menggunakan sweeter kuning dan celana piyama. Rambut gadis itu terikat, wajahnya polos tanpa makeup sedikitpun hingga menampilkan kesan cantik alami.
Yorin memberikan bawaanya pada Gerald, Gerald menerimanya sambil tersenyum dalam hati. "Di makan, diminum obatnya!" katanya galak.
Namun senyum di hati Gerald memudar saat Gavin turun dari mobil dan berjalan ke arah mereka. Gerald dan Gavin saling pandang satu sama lain, seperti ada kobaran api di antara mereka. Gavin memperhatikan beberapa lebam di wajah Gerald, otaknya makin penuh dengan pertanyaan apa hubungan Yorin dengan wajah lebam Gerald malam ini.
"Udah kan?" tanya Gavin pada Yorin. "Kalau udah kita pulang."
"Lo! Lo harus minum obatnya, lo harus makan juga! Awas lo besok nggak masuk kelas," ancam Yorin.
Gerald mengalihkan tatapannya pada Yorin dan tersenyum. "Thanks."
Yorin merogoh saku sweeter-nya ketika handphone nya berbunyi kencang dan mengagetkan dua cowok tampan yang sedang dilanda api membara. Ia mengangkat panggilan dari Melva dan sedikit menjauh dari Gavin dan Gerald yang masih berhadapan. Yorin berjalan ke arah mobil Gavin dan menyadarkan tubuhnya di mobil sambil menjawab berbagai pertanyaan dari Melva yang penasaran akan kabar dirinya menanyakan alamat kosan Gerald pada Aslan.
"Lo gila ya? Ngapain juga gue tidur dikosan Gerald!" protes Yorin saat pertanyaan dari Melva mulai mengada-ada.
Sedangkan di depan pagar sana, Gerald dan Gavin masih adu mata. Seakan ada kebencian dan kecemburuan di antara mereka.
"Yorin tunangan gue, jangan temuin dia seenaknya kaya gini," kata Gavin memberi peringatan pada Gerald dengan suara yang tak terlalu lantang agar Yorin tak mendengar percakapannya.
"Kalau dia emang tunangan lo, harusnya lo jaga dia baik-baik! Jangan malah jaga cewek lain," balas Gerald.
"Itu bukan urusan lo! Jangan ikut campur urusan gue dan Yorin."
"Gimana bisa gue nggak ikut campur setelah kejadian tadi siang?"
Gavin menaikkan alisnya.
"Lo bilangin sama teman lo yang namanya Iqbal, sekali aja dia nyentuh Yorin, sehelai aja rambutnya Yorin dia pegang. Gue nggak akan maafin dia sama sekali," tambah Gerald masih emosi mengingat kejadian tadi.
Melihat kedatangan Yorin, dua cowok itu kembali membungkam mulut masing-masing.
"Udah, yuk," kata Yorin sambil mematikan panggilan teleponya dang mengajak Gavin pulang.
Gavin yang masih penasaran tidak banyak bertanya, ia membalikkan badannya dan memasuki mobilnya. Yorin tersenyum manis pada Gerald sambil melambaikan tangannya.
"Ngobrolin apa tadi sama Gerald? Serius banget," tanya Yorin yang mulai lega sudah memberikan obat dan makanan pada Gerald.
Gavin sibuk mengendarai mobilnya, semakin lama kecepatannya semakin bertambah membuat Yorin seperti ikut balapan liar. Tak menjawab pertanyaan Yorin, Gavin fokus berkendara. Hanya dalam beberapa belas menit Gavin sudah sampai di rumah Yorin, padahal waktu normal bisa sampai dua puluh lima menit.
Tangan Yorin bergetar. Yorin mulai takut melihat wajah Gavin yang kini tampak ingin melahap manusia.
"Maaf gue buru-buru, salamin ke nyokap lo," kata Gavin tanpa memandang Yorin.
Yorin hanya mengangguk dan turun dari mobil Gavin. Setelah Yorin turun dari mobilnya, Gavin kembali mengemudikan mobilnya menuju sebuah tempat.
Sampai di tempat yang dituju, Gavin masuk begitu saja ke sebuah kontrakan yang sering ia kunjungi. Tanpa permisi dan melepas sepatu, Gavin memasuki area ruang tamu. Ia temukan Iqbal sedang bermain PS bersama teman-teman Iqbal yang lain.
Melihat kedatangan Gavin, Iqbal menegakkan badannya. "Vin, tumben lo nggak ngabarin."
Gavin menatap Iqbal murka.
"Kenapa lo? Kaya orang kerasukan," tawa Iqbal.
"Lo apain Yorin?" tanya Gavin dengan suaranya yang terdengar penuh emosi.
Iqbal terdiam. Ia menepuk pundak Gavin kemudian. "Gue cuman kasih tau dia, jangan ganggu hubungan lo sama Sofia." Iqbal menjelaskan tanpa rasa bersalah sama sekali. "Yorin ngadu ke elo?"
Melihat ekspresi Iqbal, Gavin semakin kesal. Gavin menarik kerah baju Iqbal, melihat wajah Iqbal yang lebamnya lebih banyak daripada lebam Gerald membuat Gavin semakin yakin Iqbal sudah berbuat kurang ajar pada tunangannya itu. "Gue tanya, lo apain dia?"
Iqbal mulai kehabisan kata-kata. "Gue cuman ...."
Mata Gavin serasa hendak keluar. Melihat tatapan Gavin, Iqbal semakin tidak bisa menjawab.
"Lo sentuh tunangan gue?"
Iqbal mengangguk. "Tapi gue nggak nagapa-ngapain dia, gue cuman beri dia pelajaran karena ...."
Brak!
Gavin menghantam wajah Iqbal yang masih lebam. Iqbal tersungkur dilantai. Gavin menarik lagi kerah baju Iqbal, ia pukul lagi Iqbal hingga terjatuh lagi. Teman-teman Iqbal di kontrakan mencoba menengahi Gavin yang tampak seperti orang kesurupan.
"Walau gue nggak suka sama dia, gue nggak pernah kasarin dia! Lo! Lo berani-beraninya nyentuh dia! Dia tunangan gue!" maki Gavin.
Iqbal hanya diam, bersandar di dinding dilindungi oleh teman kontrakannya.
"Sekali lagi lo nyentuh Yorin, gue habisin lo! Nggak peduli lo temen gue, gue nggak suka tunangan gue diapa-apain sama orang lain termasuk lo!" tambah Gavin. "Jangan pernah muncul lo dihadapan Yorin dan gue! Ngerti lo?"
Iqbal tertawa kecil. "Lo kayaknya mulai suka sama dia."
Gavin tidak menghiraukan ocehan Iqbal, ia meninggalkan kontrakan Iqbal dan kembali mengendarai mobilnya.
Sepanjang perjalanan pikiran Gavin kacau, tak pernah Gavin merasa bersalah pada Yorin sebelumnya walau perlakuannya ia sadari selama ini sangat tidak pantas untuk Yorin yang sudah sangat baik dan sabar menghadapinya.
Gavin menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Ia membanting stir mobilnya. Menundukkan kepalanya bersandar pada stir mobil sambil menyesali perbuatannya.
Pukul 23.13...
Dengan setengah mengantuk karena sempat tertidur, Yorin melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Membuka pintu ruang tamunya yang sudah terkunci rapat, berjalan ke arah Gavin yang kini duduk di ayunan tamannya sambil tertunduk. Gavin bisa masuk ke taman rumah Yorin setelah dibukakan pagar oleh security di rumah Yorin yang selalu ada 24 jam.
"Gavin? Ngapain lo di sini?" tanya Yorin yang masih menggunakan sweeter nya.
Gavin berdiri dari dudukan ayunan. Ia menghadapkan tubuhnya pada Yorin, dilihatnya tunangannya itu dengan mata merah menemuinya karena panggilan telepon darinya malam-malam.
Gavin tiba-tiba memeluk tubuh Yorin. Dipeluknya erat hingga Yorin tak berkutik. Ini pelukan pertama mereka.
"Maaf, lain kali gue bakal lebih jagain lo," kata Gavin tiba-tiba berbicara dengan halus, berbeda dari biasanya.
"Ha?" Yorin kebingungan dengan ucapan Gavin.
"Maaf atas kejadian tadi siang, gara-gara gue ...."
"Oh," potong Yorin. "Gerald kasih tau ya?"
"...."
Yorin tersenyum. "Its okay, gue nggak kenapa-napa berkat Gerald datang tepat waktu."
Gavin melepaskan pelukannya. Ia membelai rambut Yorin.
"Oh iya Gavin ...."
"Hm?"
Yorin mengepalkan tangannya, memberanikan hatinya untuk berbicara. "Gue tau kita udah tunangan, tapi kayaknya kita harus mulai jujur ke orang tua kita kalau kita nggak cocok. Gue tau, pasti kita bakal dimarahin habis-habisan ... tapi dengan begitu lo juga bisa bebas jalanin hidup lo."
Gavin tercengang. Ia tak berbicara sedikitpun.
"Lo tenang aja, gue yang tanggung jawab. Gue bakal bilang ke orang tua lo kalau gue jatuh cinta sama cowok lain, jadi lo nggak bakal terlalu dimarahin."
"...."
"Daripada kita kaya gini, malah bikin lo tersiksa," kata Yorin sambil tersenyum simpul.
"Lo suka sama Gerald?" tanya Gavin.
Kini giliran Yorin yang terdiam.
"Jawab gue. Lo suka sama Gerald?"
Yorin mengangguk. "Iya ... kayaknya gue suka sama Gerald."
Tangan Gavin yang ada dipundak Yorin perlahan turun kebawah. Ia mengembus berat napasnya. Ia terdiam dalam beberapa saat lalu mencoba menghirup udara segar untuk menenangkan batinnya.
Gavin menggelangkan kepalanya. "Lo milik gue."
"Gavin ...."
"Lo milik gue, nggak ada yang bisa milikin lo selain gue."
Bola mata Yorin tidak berkedip sedikitpun. Ia menatap Gavin yang kini memandangnya dengan tatapan yang lebih mengerikan dibanding tatapan sebelum-sebelumnya. Gavin menarik lagi tubuh Yorin hingga berhimpitan dengan tubuhnya. "Jangan dekat-dekat sama Gerald, lo tunangan gue. Lo milik gue."
Yorin mencoba melepaskan dirinya dari Gavin, namun Gavin yang lebih kuat darinya tidak melepaskannya begitu saja. Tangan Yorin gemetar. Ia menundukkan tatapannya hingga Gavin melepaskannya. Namun sebelum Gavin melepaskan Yorin, Gavin dengan nalurinya mencium kening Yorin terlebih dahulu. Kemudian Gavin tersenyum pada gadis itu.
"Besok pagi gue jemput. Jangan berangkat dulu. Oke?"
Yorin tak menjawab, ia masih gemetar dengan ulah Gavin yang kini membingungkannya.
"Yorin?"
Yorin menatap lagi mata Gavin dengan bola matanya yang mulai berkaca-kaca. "Gue udah bilang, gue suka sama Gerald. Bukan sama lo lagi," jelasnya.
Tangan kanan Gavin kembali membelai rambut panjang Yorin. "Sekali lagi lo sebut nama itu, jangan salahin gue kalau tiba-tiba Gerald dikeluarin dari kampus."
"GAVIN!"
"Sssttt!"
****
Sesuai perkataan Gavin kemarin malam, pagi-pagi sekali Gavin sudah sampai di rumah Yorin bahkan ikut sarapan pagi bersama keluarga Yorin di hari Jumat pagi. Setelah sarapan pagi bersama, Gavin membawa Yorin duduk disamping mobilnya untuk pergi ke kampus bersama.
Berbeda dari hari-hari sebelumnya, sikap Gavin berubah hampir seratus persen. Bahkan Gavin mengubah gaya rambutnya yang membuat wajahnya semakin garang dimata siapapun. Sepanjang perjalanan dari parkiran kampus ke kelas, Gavin tidak pernah membiarkan tangan tunangannya itu terlepas dari tangannya.
Bahkan saat memasuki kelas dan disoraki oleh teman-teman kelasnya, Gavin masih memperlakukan Yorin dengan sebagaimana mestinya sepasang kekasih. Tentu saja hal itu membuat Aslan dan Melva ikut bertanya-tanya ketika Yorin sudah duduk dikursi kelasnya.
"Rin? Kalian ...."
Yorin memandang Melva dengan mata sembap dan wajah pucatnya.
"Lo sakit?" Melva mengecek suhu tubuh Yorin dengan menempelkan tangannya di dahi Yorin. "Lo demam kenapa masuk ...."
Yorin menggelengkan kepalanya. Melva menutup mulutnya. Yorin sedikit memalingkan wajahnya ke arah belakang. Terlihat Gerald duduk dengan kepala yang menatap jendela sambil melamun.
Selama jam perkuliahan pertama berlangsung, Yorin sama sekali tidak fokus karena tubuhnya yang sedang tidak fit ditambah sikap Gavin yang kini membuatnya sadar jika ia benar-benar sudah tidak menyukai Gavin. Yorin hanya memandang ke arah dosen, tetapi semua ucapan dosen keluar begitu saja melewati telinga kirinya hingga bel istirahat berbunyi.
"Kok sekarang dia ijin ke elo kalau mau nyamperin Sofia?" tanya Aslan, usai Gavin meminta ijin pada Yorin beberapa saat lalu.
Yorin menggelengkan kepalanya. Yorin menengok lagi ke belakang. Ia tidak mendapati Gerald.
Yorin berdiri dari dudukannya, ia berjalan cepat dengan tubuh demamnya. Ia menaiki anak tangga untuk menghubungkannya ke rooftop yang menjadi tempat favoritenya maunpun Gerald, tapi Gerald tidak ada di rooftop.
Yorin kembali menuruni anak tangga dengan lincahnya, ia berjalan cepat menuju lapangan basket yang juga sering digunakan Gerald sekedar melepas bosan. Saat sampai di sana, Yorin bernafas lega. Gerald sedang memainkan basket dengan beberapa temannya.
Saat Gerald hendak menggiring bola basket, tangan Gerald terhenti ketika ia sadar Yorin sedang berdiri memandangnya dengan wajah pucat pasi. Gerald memberikan bolanya pada teman mainnya lalu menghampiri Yorin yang ada dipinggir lapangan.
"Lo sakit?" tanya Gerald.
Yorin menggelengkan kepalanya. "Gerald ... gue ...."
Wajah Gerald bertanya-tanya.
"Gue kayaknya suka sama lo," jelas Yorin tanpa pikir panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments