...📌 Jangan lupa ramaikan part ini ya. Mohon dukungannya untuk novel terbaru author....
...Happy reading...
***
Ferdians sedang menunggu Rania yang masih berada di dalam kantor, sambil meminum kopi dan merokok Ferdians dengan santai berada di cafe sebelah kantor milik Rania.
Drrrttt...drttt...
Ferdians melihat ke arah ponselnya yang berbunyi. Dengan cepat Ferdians mengangkatnya.
[Halo, Bi!] sapa Ferdians dengan perasaan yang tidak tenang.
Seseorang yang dipanggil bibi oleh Ferdians adalah tetangga rumah mereka yang sudah ia anggap saudara dan selalu memantau keadaan ibunya yang bisa saja tiba-tiba drop.
[Halo Ferdians, Bibi mau mengatakan kalau ibu kamu Bibi temukan tak sadarkan diri di kamarnya. Sekarang Bibi mau bawa ibu kamu ke rumah sakit] ujar bibi tetangga Ferdians dengan panik.
[Astaga... tolong bawa Ibu ke rumah sakit dulu ya, Bi! Saya akan menyusul nanti," ucap Ferdians dengan cemas.
[Kamu tenang saja Ferdians. Bibi akan membawa ibu kamu ke rumah sakit, ini tinggal menunggu mobil yang akan membantu Bibi membawa ibu kamu ke rumah sakit. Sudah dulu ya Ferdians itu mobilnya sudah datang]
[Iya, Bi. Terima kasih! Saya usahakan akan segera sampai ke rumah sakit]
[Iya Ferdians]
Ferdians tampak gelisah menunggu Rania keluar. Ia melihat jam tangannya dengan tak sabaran. "Apakah nona Rania masih lama di dalam?" monolog Ferdians dengan hati yang sama sekali tidak tenang.
Ingin pergi sekarang tetapi ia masih bekerja dan menunggu Rania yang tak kunjung keluar dari dalam kantor. Ferdians memantapkan diri untuk masuk ke kantor Rania dan ingin bertemu dengan gadis itu serta meminta izin agar ia bisa pulang lebih awal.
"Mbak apakah saya bisa bertemu dengan Nona Rania? Saya adalah supir Nona Rania," ujar Ferdians kepada resepsionis.
"Maaf, Tuan. Ibu Rania sedang ada meeting sekarang dan akan selesai meeting 15 menit lagi. Silahkan tunggu di sana," ujar resepsionis dengan ramah.
Ferdians mengusap wajahnya dengan kasar, dengan perasaan yang tidak tenang Ferdians berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Pikirannya sudah di penuhi oleh bayangan ibunya, Ferdians belum siap kehilangan ibunya. Satu-satunya keluarga yang ia punya saat ini, wajar saja Ferdians tampak panik dan tak tenang dalam duduknya. 15 menit baginya sekarang adalah satu jam lamanya menunggu kedatangan Rania yang masih meeting.
Ferdians menggerakkan kakinya dengan gelisah, matanya menatap ke depan di mana Rania akan muncul dari sana. Tidak mungkin ia langsung pergi begitu saja kalau tidak mau ia di pecat oleh Rania karena melanggar aturan. Hingga Ferdians menghela napasnya dengan pelan saat Rania muncul bersama dengan sekretarisnya dan juga Sastra yang selalu mengikuti Rania kemana pun gadis itu pergi.
"Nona!" panggil Ferdians dengan pelan dan berdiri dari duduknya sedikit membungkuk saat Rania mendekat.
"Ada apa?" tanya Rania dengan datar.
"Saya bisa minta izin untuk pulang lebih cepat Nona? Ibu saya masuk rumah sakit dan saya harus menemaninya karena beliau adalah satu-satunya keluarga saya sekarang," ujar Ferdians dengan sopan dan terlihat sekali jika raut wajahnya yang sangat cemas.
Mendengar kata 'ibu' membuat Rania tersentak dan mengingat mamanya yang sudah meninggal.
"Oke.... Tapi besok jangan sampai telat! Bawa saja mobil itu," ujar Rania dengan datar. Bagaimanapun Rania masih mempunyai hati apalagi ketika menyangkut dengan ibu.
"Terima kasih, Nona! Saya janji besok saya tidak akan telat!" ujar Ferdians dengan senang.
"Saya permisi!" ujar Ferdians dengan cepat dan berlari ke luar perusahaan Rania.
Rania mendes*h dengan berat. "Bagaimana rasanya masih mempunyai mama?" tanya Rania yang membuat Sastra dan Anjani saling memandang. Mereka tidak tahu harus menjawab apa, keduanya lebih memilih diam agar tidak menyakiti perasaan Rania jika keduanya menjawab pertanyaan Rania.
"Sastra ayo pulang!" ujar Rania dengan datar.
"Baik, Nona!" ucap Sastra dengan tegas.
Sastra mengawal Rania dari belakang meninggalkan Anjani yang mengelus dadanya dengan lega setelah kepergian Rania dan Sastra.
"Tegang banget hidupku saat di dekat ibu Rania," gumam Anjani dengan lirih.
"Mana banyak banget pekerjaan lagi. Sabar Anjani yang terpenting gaji lancar," ujar Anjani dengan tersenyum.
"Tapi ngomong-ngomong supir baru ibu Rania ganteng banget," gumam Anjani dengan terkekeh.
****
Ferdians dengan cepat keluar dari mobil milik Rania setelah sampai di rumah sakit di mana ibunya di bawa oleh bibi tetangganya.
Setelah bertanya ruangan ibunya di mana Ferdians langsung berjalan ke sana dengan cepat.
"Bi, gimana ibu?" tanya Ferdians saat melihat tetangga yang sudah ia anggap saudara ada di kursi tunggu.
Bibi Linda menatap Ferdians dengan sendu. "Ibumu harus di kemoterapi, Ferdians. Keadaannya semakin drop kata dokter mungkin hidupnya tinggal 6 bulan lagi," ujar Bibi Linda dengan sendu.
Ferdians bersandar di tembok dengan perasaan hampa. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Ferdians harus bisa mendapatkan uang yang banyak agar ibunya bisa melakukan kemoterapi atau bisa melakukan operasi sumsum tulang belakang.
"Bi, saya mau menemui ibu sebentar ya," ujar Ferdians yang di angguki oleh bibi Linda.
"Iya, Ferdians. Silahkan temui ibu. Bibi sudah melihatnya tadi biar Bibi menunggu di luar ya," ujar Bibi Linda.
"Iya, Bi!"
Ferdians masuk ke ruangan ibunya dengan perlahan. Ia menatap ibunya dengan sangat sendu saat wajah ibunya begitu sangat pucat. Ferdians duduk di kursi dekat brankar, ia mengenggam tangan ibunya yang kurus karena penyakit yang di derita ibunya.
Leukimia, penyakit yang menggerogoti tubuh ibunya selama 4 tahun ini yang membuat ibunya menjadi kurus sekarang. Ferdians sangat takut kehilangan ibunya, tetapi dimana ia mencari uang untuk pengobatan ibunya.
"Bu, Ferdians janji akan mencari uang yang banyak agar ibu bisa kemoterapi ya. Maaf Ferdians belum bisa membahagiakan ibu," gumam Ferdians dengan sendu.
Heera membuka matanya dengan perlahan. "Ferdians!" panggil Heera dengan lirih bahkan suaranya nyaris tidak terdengar.
"Iya, Bu. Syukurlah Ibu sudah sadar," ujar Ferdians dengan bahagia.
Heera tersenyum tipis. "Maafkan Ibu yang selalu merepotkan kamu ya, Nak!" gumam Heera dengan sedih.
"Ibu sama sekali tidak merepotkan Ferdians, Bu. Ibu adalah tanggungjawab Ferdians seharusnya Ferdians yang minta maaf karena sampai sekarang Ferdians belum bisa membahagiakan Ibu. Ferdians janji kalau uang Ferdians sudah terkumpul banyak Ibu akan langsung operasi sumsum tulang belakang ya," ujar Ferdians dengan tersenyum tipis.
"Tidak usah, Nak. Semuanya percuma saja karena Ibu merasa waktu Ibu sudah tidak lama lagi," gumam Heera yang membuat jantung Ferdians berdetak sangat keras.
"Ibu tidak boleh berkata seperti itu ya! Ferdians yakin Ibu bisa sembuh dan sehat kembali seperti dulu. Ibu harus semangat buat sembuh," ujar Ferdians meletakkan tangan ibunya di pipinya.
Heera tersenyum tipis. "Ayo kita pulang saja ya, Nak. Lama-lama di sini biaya rumah sakit pasti akan membengkak. Ibu sudah sehat kok," ujar Heera dengan sendu.
"Bu, keadaan Ibu belum pulih benar. Ferdians gak mau Ibu kembali drop jika kita pulang ke rumah sekarang," tolak Ferdians dengan halus.
"Ibu lebih nyaman di rumah, Nak. Kita pulang saja ya!" ujar Heera memohon kepada anaknya.
"Ferdians menemui dokter dulu ya, Bu. Kalau Ibu boleh pulang kita akan pulang kalau belum Ibu harus dirawat di rumah sakit dulu ya," ujar Ferdians pada akhirnya.
Heera mengangguk dengan tersenyum, ia tidak mau merepotkan Ferdians jika ia harus dirawat terlalu lama di rumah sakit ini. Heera takut biaya rumah sakit akan membengkak karena ia terlalu lama di sini.
"Maafkan Ibu ya, Nak!" gumam Heera dengan sendu menatap kepergian Ferdians.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
Siti Nurbaya
bagus ceritanya semoga sampai tamat
2023-01-26
1
Upik Firo
saluttt sih ferdian syg bgt sama ibu ny...🥺
2022-11-07
1
Sakura
wah makin seru ceritanya....lagi dong thor...lagi
2022-11-06
0