...📌 Jangan lupa ramaikan part ini ya! Ayo dukung novel ini terus!...
...Happy reading...
***
Setelah pesta acara pernikahan Rania dan Ferdians selesai, keduanya langsung menuju rumah sakit setelah berganti pakaian yang membuat keduanya kembali nyaman. Pesta keduanya hanya sampai jam 9 malam karena atas kemauan Rania, dan tentu saja itu di setujui oleh Ben dan juga Doni. Setelah wartawan mewancarai pengantin baru tersebut maka berakhir juga acara pesta pernikahan keduanya. Rania maupun Ferdians seperti sangat pandai dalam berakting buktinya semua orang percaya dengan pernikahan mereka, bahkan berita keduanya menikah sudah tersebar luas di media.
"Bagaimana Ibu?" tanya Rania dengan dingin pada Sastra yang terlihat menunggu di luar ruangan.
"Keadaan Ibu Heera masih sangat lemas karena siang tadi beliau habis kemoterapi, Nona!" sahut Sastra dengan sopan.
"Kemoterapi? Kenapa tidak bilang kepada saya?" tanya Ferdians dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak.
"Ibu butuh penanganan dengan segera. Apa salahnya melakukan kemoterapi sekarang, lagi pula Sastra tidak meninggalkan ibu sendirian!" ujar Rania dengan dingin.
Ferdians menghela napasnya dengan pelan. "Saya mengerti, Nona. Tapi sebagai anak saya ingin menemani ibu untuk kemoterapi karena kemoterapi itu sakit, saya ingin menyemangati ibu," ujar Ferdians dengan pelan.
"Kalau kamu menemani Ibu tadi lalu kamu meninggalkan pesta pernikahan kita begitu? Kamu mau membuat saya malu?" ujar Rania dengan sarkas.
"B-bukan begitu, Nona! Ya sudahlah tidak usah dibahas yang terpenting keadaan ibu baik-baik saja," ujar Ferdians dengan mengalah karena berbicara dengan Rania ia selalu kalah.
Rania berdecak kesal, walau tubuhnya lelah karena berjam-jam berdiri di pelaminan tetapi tak membuat Rania menjadi cuek dengan ibu mertuanya. Rania langsung masuk meninggalkan Ferdians dan Sastra di luar, ia ingin melihat keadaan ibu mertuanya setelah di kemoterapi.
"Ibu!" panggil Rania dengan pelan saat Heera sedang beristirahat tetapi matanya tidak terpejam sama sekali.
"Nak, kenapa sudah di sini? Kenapa tidak beristirahat saja dengan Ferdians di rumah?" tanya Heera yang berusaha bangun.
"Ibu istirahat saja. Rania yang memaksa mas Ferdians untuk ke sini karena Rania ingin melihat keadaan Ibu setelah kemoterapi. Bagaimana, Bu? Sudah agak baikan?" tanya Rania dengan lembut.
Suara lembut Rania yang tidak pernah Ferdians dengar dan kali ini lelaki itu mendengarnya bersama Sastra.
"Nona mempunyai dua kepribadian ya?" gumam Ferdians dengan tak percaya.
Sastra menyeringai. "Itu sifat aslinya, Tuan. Jika anda pandai mengambil hatinya mungkin sifat manjanya akan keluar kembali. Dia berusaha tegar, dan menjadi dingin seperti ini karena ibu tiri dan saudara tirinya. Berhati-hatilah dengan manusia ular seperti mereka," ujar Sastra yang membuat Ferdians tidak terlalu terkejut karena ia sudah menduganya dari awal.
"Apakah kematian ibu mertua saya juga karena manusia ular itu?" tanya Ferdians menebak.
"Saya rasa begitu, tapi saya belum mempunyai bukti akan itu," jawab Sastra yang membuat Ferdians mengangguk.
"Rasanya aku tidak ingin masuk dulu karena melihat Rania bersikap lembut seperti ini adalah sesuatu yang langka," gumam Ferdians mengurungkan niatnya untuk masuk menemui ibunya membiarkan ibu dan istrinya berbicara terlebih dahulu.
"Sepertinya anda menyukai nona Rania," ujar Sastra saat keduanya kembali duduk di kursi tunggu.
"Menurutmu? Nona Rania adalah wanita yang sempurna, semua lelaki juga tertarik padanya. Bagaimana jika pernikahan ini akan bertahan selamanya? Apa pendapatmu? Karena kamu lebih mengerti bagaimana Rania dan kehidupannya dari pada aku," ujar Ferdians dengan santai.
"Menurut saya tidak masalah asal anda bisa membahagiakan nona. Selama ini dia menderita tetapi ia sangat pandai menyembunyikan itu semua dengan bersikap dingin ke semua orang," ujar Sastra dengan tegas.
"Kalian sudah mengenal lama dan kamu adalah orang kepercayaan nona Rania. Apakah tidak tumbuh rasa suka di antara kalian?" tanya Ferdians dengan penasaran, kalau iya Sastra menyukai istrinya, Ferdians harus waspada sejak saat ini.
Sastra menyeringai. "Nona Rania memang wanita idaman para pria, saya juga bangga kepadanya tapi bukan berarti saya mempunyai rasa suka terhadap dirinya karena sejak saya bekerja di Danuarta dan saat ini menjadi orang kepercayaan nona Rania, bagi saya dia adalah adik saya. Asal kamu tahu saya sudah menikah dengan wanita yang saya cintai tetapi karena sesuatu hal kami berpisah," ujar Sastra yang tak ingin memberitahukan penyebab ia dan istrinya bercerai.
"Sungguh? Kamu sudah menikah dan sudah bercerai? Ck... Pernikahan adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan tidak baik untuk menjadi mainan walaupun saya sendiri mengikuti permainan nona Rania untuk menjadi suami bayarannya, tetapi saya tidak akan melepaskan dirinya sampai dia mencintai saya dan kami akan hidup bersama sampai maut memisahkan," ujar Ferdians.
"Takdir tidak ada yang tahu!" jawab Sastra dengan tegas.
"Benar juga!" ujar Ferdians dengan pelan.
Keduanya saling terdiam satu sama lain dengan pikiran masing-masing.
Sedangkan Rania bersama dengan ibu Heera, gadis yang sudah menyandang status istri Ferdians itu memperbaiki rambut mertuanya yang berantakan tetapi hatinya teriris saat melihat rambut milik ibu mertuanya rontok dengan sangat banyak.
Ibu Heera tersenyum. "Tidak apa-apa, Nak! Ini resiko kemoterapi. Seharusnya kamu tidak perlu menghabiskan uang kamu hanya untuk mengobati Ibu. Itu percuma saja, Nak!" ujar Heera dengan menatap Rania dengan sendu.
"Tidak apa-apa, Bu! Uang Rania banyak tak masalah jika Rania memberikan pengobatan yang terbaik untuk Ibu. Kalau perlu kita keluar negeri untuk melakukan pengobatan," ujar Rania dengan tegas.
Heera langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak usah, Nak. Ibu melakukan pengobatan di sini saja. Hanya satu permintaan Ibu kamu dan Ferdians bahagia menjadi satu keluarga," ujar Heera dengan sendu.
Rania memaksakan senyumannya mendengar permintaan ibu mertuanya. Bagaimana jika ibu mertuanya tahu jika ia membayar Ferdians untuk menjadi suaminya dan setelah ia melahirkan anak lelaki maka mereka akan bercerai.
"Tentu saja kami akan menjadi keluarga yang bahagia!"
Itu bukan suara Rania melainkan Ferdians yang mendekat ke arah istri dan ibunya. Ia memeluk Rania dari samping dan mencium puncak kepala Rania dengan lembut.
"Ibu tahu tidak? Tadi istriku yang sangat cantik ini tidak sabaran untuk ke rumah sakit melihat Ibu. Jadi, Ibu harus cepat sehat ya agar bisa menggendong cucu nantinya," ujar Ferdians yang membuat Heera terkekeh tetapi tidak dengan Rania yang memaksakan senyumannya lalu menatap tajam ke arah Ferdians.
"Awww..."
Ferdians memekik tertahan saat Rania menginjak kakinya dengan kencang. High heels yang di pakai Rania model runcing yang membuat Ferdians merasakan sakit yang luar biasa.
"Kamu kenapa Ferdians?" tanya Heera dengan panik.
"Uppsss...Sorry Mas, aku gak sengaja menginjak kaki kamu," ujar Rania dengan wajah berpura-pura merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Sayang. Tapi jujur ini sangat sakit," ujar Ferdians dengan memelas.
Heera melihat ke arah sepatu yang di pakai menantunya. "Nak, kasihan suami kamu sepertinya kakinya benar-benar sakit. Kalian pulang saja ya. Ibu minta dibuatkan cucu yang lucu," ujar Heera yang membuat Ferdians bersorak senang di dalam hati tetapi berbeda dengan Rania yang tampak menahan kekesalannya.
"Kami di sini saja, Bu!" ujar Rania dengan tegas.
"Nona sebaiknya anda dan Tuan Ferdians segera pulang. Saya tahu anda lelah sebaiknya anda beristirahat di rumah biar saya yang menjaga ibu Heera," ujar Sastra.
"Ayo Sayang kita pulang. Biar bisa bikin pesanan ibu," ujar Ferdians dengan mata mengerling nakal.
"Awas kamu Ferdians!" ujar Rania di dalam hati dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
mbak i
ayo semangat mas fer,,,emak emak disini siap mendukungmu😁😁😁😁
2022-11-13
2
Upik Firo
gemesss bgt sm rania...🤭🤭🤭fedian caper...🤪🤪🤪
2022-11-13
0