Author ingatkan lagi ya, cerita ini emang agak nakal. Banyak adegan yang seharusnya tidak terjadi. Yang tidak suka boleh skip-skip ya.
Atau yg masih baca bisa kasih gift, akan ada Give Away di akhir cerita.. 🤗 kalau gak ada yg kasih gift ya buat author aja GA nya.. 😂
...🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂...
"Kak Raffa, nakal banget sih." Nina mencubit pinggang Raffa karena Raffa masih saja menggodanya.
Sejak putus dengan Bayu, hubungan Nina dan Raffa semakin erat. Tapi begitulah, mereka tidak ada kapoknya justru semakin menjadi. Setiap pulang kuliah bukan rumah yang dia tuju tapi seringkali mereka berduaan di taman atau sekedar ngobrol di kafe. Mereka seolah lupa dengan pesan orang tuanya.
"Woy, daripada berduaan di sini mending ikut ke rumah gue." ajak Feri pada sahabatnya itu.
Nina dan Raffa mendongak. Nina cukup terkejut saat tangan Aurel berada di genggaman Feri.
"Tunggu dulu, sejak kapan kalian jadian?" tanya Nina.
"Sebenarnya sih udah sebulan cuma kita sembunyiin aja," jawab Aurel malu-malu.
"Ih, jahat. Kenapa lo gak cerita sama gue."
"Iya maaf. Lo kan lagi fokus benerin hubungan lo sama Kak Raffa." kata Aurel.
"Ya udah yuk, kita ikut ke rumah Feri mumpung masih siang." Raffa memasukkan laptopnya ke dalam tas kemudian mereka berdiri dan berjalan beriringan.
"Vina gak ikut, Rel?" tanya Nina yang tak melihat kehadiran satu sahabatnya itu.
"Udah duluan di jemput pacarnya dari kampus sebelah. Kita udah janjian di rumah Kak Feri. Kebetulan pacar Aurel masih saudara sama Kak Feri."
"Jadi kalian pada jadian. Wah, lo gak pernah cerita sama gue sob." kata Raffa sambil menjotos lengan Feri.
"Lo sibuk urus hubungan terlarang lo. Udah lama juga kan lo gak pernah kumpul di geng motor kita." kata Feri sambil menaiki motornya.
"Iya, emang udah lama gue gak kumpul sama kalian. Bokap gue tambah cerewet jadinya gue gak bisa keluar malam." Raffa naik ke atas motornya setelah memberikan helm pada Nina. "Btw, Bima kasihan gak sekalian diajak."
"Dia jomblo abadi. Udah biarin aja ngopi sama geng kita lainnya di basecamp."
Kedua motor sport itu segera melaju meninggalkan kampus. Jalanan siang itu tidak terlalu macet. Seperti biasa, Nina selalu memeluk Raffa dari belakang.
Hanya sekitar 20 menit mereka sudah sampai di rumah Feri.
Baru kali ini Nina ikut berkumpul di rumah sahabat Raffa itu. Gerbang yang menjulang tinggi dengan rumah mewah berlantai tiga, benar-benar ciri khas rumah seorang pejabat.
"Masuk aja. Anggap aja rumah sendiri. Orang tua gue lagi dinas di luar kota." kata Feri.
Kemudian mereka berempat masuk ke dalam rumah Feri.
"Di ruang tengah aja sambil nonton film." ajak Feri.
Mereka mengikuti Feri, kemudian Raffa dan Nina duduk bersebelahan di sofa.
"Vina gak jadi ikut ke sini. Dia harus pulang karena nyokapnya lagi sakit." kata Aurel setelah melihat pesan singkat dari Vina.
"Kasihan banget. Besok kita jenguk ibunya Vina. Kita juga udah lama gak ke sana." ajak Nina
"Iya, besok aja kita jenguk ke rumahnya." Aurel kembali menyimpan ponselnya. Dia kini melihat Feri yang sedang mencari film bagus.
"Rencana mau langsung nikah, Raf?" tanya Feri sambil menatap layar televisi yang sebesar 42 inchi itu.
Seketika Raffa tertawa. "Gila! Rintangan yang kita lalui masih panjang. Belum dapat restu dari kedua orang tua yang sepertinya sulit."
Setelah menemukan film yang cocok Feri kini duduk di sebelah Aurel. "Sebenarnya kalian salah langkah. Kalian bisa tetap jadi kakak adik kan enak bisa kemana-mana berdua, bisa bebas di rumah tanpa ada yang curiga."
"Gimana gak curiga, mereka mesra-mesraan muluk kerjaannya." canda Aurel.
"Apaan sih, Rel." Nina melempar Aurel dengan bantal. Terkadang sahabatnya itu memang seenaknya saja jika bicara. Tapi memang benar sih.
Beberapa saat kemudian pembantu rumah Feri datang sambil membawa senampan minuman dan cemilan.
"Bi, tolong belikan cwimie langganan aku ya. Minta antar Mas Rahmad. Ini uangnya." Feri memberikan dua lembar uang berwarna merah itu pada pembantunya.
"Iya, Den." pembantu itu pun berlalu dan segera melaksanakan perintah Feri.
"Diminum dulu." suruh Feri.
"Minum dulu, kamu pasti haus." Raffa mengambilkan minuman dingin itu untuk Nina.
Ya, Nina menang kehausan, hingga satu gelas minuman pun langsung tandas.
"Biasanya gue yang main ke rumah Raffa. Biasa, kita main PS. Soalnya ortu Raffa enak, gak kayak ortu gue. Ketat banget, beli PS aja gak boleh. Nunggu gue lulus kuliah kali baru boleh beli PS."
Raffa meletakkan gelas yang telah habis dia minum. "Nunggu lo jadi walikota." ledek Raffa, karena dia tahu persis, kedua orang tua Feri ingin anaknya mengikuti jejak orang tuanya.
"Keburu gak ada waktu buat main."
Kemudian mereka semua terdiam dan fokus pada tontonan film barat itu.
Sial! Kenapa Feri putar film semi gini sih.
Umpat Raffa dalam hatinya. Dia kini melirik Feri yang duduk begitu rapat dengan Aurel. Dia tahu bagaimana parahnya Feri kalau pacaran.
Nina juga mulai tidak tenang. Lagi-lagi dia seolah terjebak di situasi yang membuatnya canggung.
"Kak Raffa, bentar lagi pulang aja yuk." ajak Nina.
"Iya, sebentar."
Mereka menoleh pada Aurel dan Feri, tapi mereka sudah tidak ada di tempatnya.
"Loh, mereka berdua kemana? Cepat banget ngilangnya." Raffa pun berdiri. Sepertinya dia mencium aura-aura negatif.
Nina mengikuti Raffa melangkah semakin masuk ke dalam rumah. Tapi langkah mereka terhenti di depan sebuah kamar yang sedikit terbuka itu.
Raffa dan Nina jelas penasaran dengan apa yang mereka lakukan di dalam kamar. Kedua pasang mata itu membulat saat melihat adegan 21 plus itu secara live.
Antara ingin kabur dan juga penasaran.
Nina semakin tercengang. Dia tahu sahabatnya itu memang sedikit nakal tapi dia baru tahu jika sahabatnya itu sampai berani melakukan hibungan di luar batas seperti ini.
Suara de sah mereka mulai terdengar. Apakah memang seenak itu hingga membuat Aurel merem melek tak karuan.
Tubuh Raffa dan Nina menjadi panas dingin tak karuan. Mereka seolah membatu.
Ada suatu gelenyar aneh di perut bagian bawah Nina yang membuatnya tidak nyaman. Dia seolah ingin disentuh.
"Nin, kita balik aja yuk. Panas banget rasanya." kata Raffa.
Nina hanya menganggukkan kepalanya, ingin dia melangkah tapi kakinya terasa kaku.
Sepertinya apa yang mereka lihat menghantar sinyal kuat ke tubuh mereka berdua.
Raffa menarik tangan Nina dan mengajaknya ke toilet yang berada di dekat ruang tengah. Urung niat mereka untuk kembali lebih cepat.
Setelah masuk ke dalam toilet, Raffa melabuhkan ciuman panasnya di bibir Nina. Mereka saling memagut dalam.
"Kamu gak penasaran dengan apa yang mereka rasakan..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Sri Raganti Ols
Aduh ko ikut deg degan ,,takut ketahuan huft....
2022-12-19
2
Siti Ulfa
hahaha lucu
2022-11-08
2