Raffa turun dari motornya dan berjalan mendekat. "Kamu tahu, alasan aku kenapa aku selalu larang kamu dekat dengan cowok lain? Itu karena aku cinta sama kamu. Aku gak mau kamu dimiliki cowok lain."
Nina menatap tajam Raffa. "Egois!"
"Ya, aku memang egois."
Tanpa berkata lagi, Nina membalikkan badannya dan masuk ke dalam rumahnya.
"Nin!" Raffa mengejar Nina, tapi langkahnya terhenti saat ada Bunda Luna.
"Nina, kenapa?" tanya Bunda Luna saat melihat wajah cemberut Nina yang sedang mencium punggung tangannya.
"Nina capek, Bun. Suruh Kak Raffa pulang." Nina berjalan cepat masuk ke dalam kamarnya. Tak peduli lagi dengan Raffa.
"Raffa, maaf ya. Sepertinya Nina capek."
Raffa menganggukkan kepalanya. "Iya Bun. Aku pulang dulu." Raffa membalikkan badannya dan berjalan menuju motornya.
Bunda Luna hanya menggelengkan kepalanya melihat anak muda itu. Sedikit-sedikit berantem, sedikit-sedikit baikan.
Sedangkan Nina langsung menghempaskan dirinya di atas ranjang. Rasa capek ditambah rasa kesal berkumpul menjadi satu.
"Cinta?" Nina menutup wajahnya dengan bantal. Susah payah dia mengalihkan semua perasaannya dari Raffa, tapi Raffa mengatakan rasa cintanya. "Gak mungkin! Kita itu kakak beradik, jadi gak boleh ada perasaan apapun."
Nina beranjak dari ranjangnya. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh dirinya. Setelah melepas seluruh pakaiannya, Nina menghidupkan shower, berharap semua perasaan dan pikirannya tentang Raffa bisa ikut luruh seiring aliran air itu.
...***...
"Kayaknya gue tadi salah ngomong." Raffa melempar tasnya ke atas tempat tidur. Dia kini duduk di kursi dekat meja belajarnya dan berusaha menghubungi Nina lewat panggilan whatsappnya tapi tidak Nina angkat.
Raffa mengacak rambutnya frustasi. Akhirnya dia mengirim pesan pada Nina.
Nin, sorry soal tadi. Aku bisa jelaskan sama kamu. Nanti malam kalau kamu mau, aku jemput ya. Kita ngobrol di taman sebentar saja.
Sampai satu menit pesan itu belum terbaca. Sampai beberapa menit juga belum dibuka.
Nin, tolong balas chat aku.
Raffa menghela napas panjang. "Udah tahu Nina lagi PMS malah gue ngomong gak hati-hati."
Dia letakkan ponselnya di atas meja. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya karena hawa sore hari itu cukup panas. Tak butuh waktu lama, Raffa keluar dari kamar mandi dan memakai baju santainya di rumah. Kemudian dia keluar dari kamar karena perutnya terasa lapar.
Raffa berjalan menuju meja makan, dimana ada Mama Alea sedang memakan buah di sana.
"Mau makan? Mama kira sudah makan di kampus." Mama Alea berdiri dan mengambil piring, lalu diisi nasi beserta lauknya.
"Tadi cuma makan bakso aja. Sekarang udah lapar lagi."
Alea meletakkan piring yang sudah penuh dengan nasi dan lauk itu di depan Raffa.
Kemudian Raffa mulai memakannya dengan lahap.
"Gimana hari pertama kuliah Nina?"
Raffa mengunyah makanannya terlebih dahulu lalu menelannya sebelum menjawab pertanyaan Mamanya. "Lancar, Ma. Meski tadi sempat pingsan waktu apel pagi." kemudian Raffa kembali menyantap makanannya.
"Pingsan? Tapi terus gak papa kan?"
Raffa menggelengkan kepalanya.
Alea sedari tadi hanya menatap putranya yang makan dengan lahap itu. Dia biarkan Raffa menghabiskan makanannya terlebih dahulu sebelum dia berbicara lagi.
"Raffa, hubungan kamu sama Nina tetap kayak kakak adik kan?" tentu saja firasat seorang ibu tajam. Dia bisa melihat gelagat Raffa ketika dekat dengan Nina. Sejak kecil, Raffa selalu menggoda Nina. Padahal dia juga punya adik kandung perempuan tapi dia jauh lebih dekat dengan Nina.
Raffa minum air putih terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Mamanya. "Iya dong, Ma. Kan kita sama-sama adiknya Kak Reka."
Alea hanya tersenyum sambil mengusap pundak Raffa. "Kalian memang bukan saudara kandung, tapi kalian memiliki ikatan darah dari Reka. Kita dengan Ayah Niko sudah seperti saudara, jadi Mama harap kamu harus bisa jaga perasaan kamu. Mama gak mau Reka sampai marah sama kamu dan Nina karena kedekatan kalian yang berlebihan. Apalagi Papa."
Raffa hanya menganggukkan kepalanya. Ya, dia tahu akan hal itu tapi rasa itu sangat sulit dia bendung.
"Mama bilang seperti ini karena Mama merasa kamu punya perasaan sama Nina. Kamu tahu kan, hanya Mama yang gak bisa kamu bohongi."
Raffa hanya mengangguk lemah.
Alea menghela napas panjang. Terkadang Raffa memang sulit dinasihati daripada kedua adiknya.
Kemudian Raffa berdiri dan kembali ke kamarnya. Dia melihat ponselnya lagi. Masih tetap tidak ada balasan dari Nina. Haruskah dia membiarkan Nina diam dan marah padanya atau menyelesaikan semuanya.
Sudah jam 7 malam Raffa masih saja menunggu balasan dari Nina. Dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah Nina.
Tapi dia tiba di rumah Nina di saat yang tidak tepat. Ada mobil Reka yang baru saja berhenti di depan rumahnya.
Raffa masih duduk di atas motornya. Ingin dia kembali ke rumah tapi Reka sudah terlanjur melihatnya. Akhirnya dia putuskan untuk turun dari motor dan berjalan masuk ke teras rumah.
Reka keluar dari mobil dan mendekati Raffa. "Ada apa malam-malam ke sini?"
"Ada perlu sama Nina, Kak."
"Apa gak bisa dibicarakan besok saja. Ini sudah malam." kata Reka.
Raffa hanya menelan salivanya. Semakin hari aura dingin dan menakutkan itu semakin terasa walau Reka hanya berbicara beberapa kata saja.
"Penting, Kak. Sebentar saja aku mau bertemu sama Nina."
"Ya udah. Tunggu di ruang tamu saja. Ingat, kamu bukan anak kecil lagi. Gak boleh sembarangan masuk kamar Nina." setelah itu Reka masuk ke dalam rumah.
Raffa menghela napas panjang lagi.
Sejak jadi jodi alias jomblo ditinggal mati, Kak Reka jadi galak banget. Dinginnya udah kayak es kutub selatan. Kakak kandung terasa kayak kakak tiri ya gini nih.
Cukup lama Raffa menunggu Nina di ruang tamu.
Nina nih mau nemui aku gak sih? Oke 10 menit lagi gak keluar aku tinggal pulang.
Beberapa saat kemudian akhirnya Nina keluar. Dia masih saja menunjukkan wajah judesnya. "Ada apa sih? Mau ngomong apa lagi?" belum apa-apa saja Raffa sudah kena semprot.
"Bisa keluar gak sebentar. Aku gak enak ngomong di sini."
"Aduh, nanti aku kena marah sama Kak Reka dan Ayah."
"Bentar aja," Raffa menarik tangan Nina agar mengikutinya keluar. "Ngobrol di taman depan aja ya." Raffa melepas jaketnya lalu dipakaikan ke tubuh Nina.
Begitulah, Nina sendiri juga selalu tidak bisa menolak Raffa. Dia naik ke atas boncengan Raffa tanpa pamitan pada siapapun.
"Nina, kamu mau kemana?" teriak Bunda Luna yang keluar dari rumah karena mendengar suara deru mesin motor.
"Mau keluar sebentar Bun." kata Nina saat motor Raffa sudah melaju keluar dari gerbang rumah Nina.
"Astaga, Raffa sama Nina ini bandel sekali. Biar saja mereka kena ceramah Reka dan Ayah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Opa Sujimim
reka SM Raffa Gk kandunglah kan lain bapak,
2023-07-29
0
myPuspa
ya bolehlah nin...ga ada hub darah ini..
2022-12-27
1