Apa?!
Karina menunjuk Jasmine yang masih terdiam. "Eh, Dek. Ngomong sesuatu, lah! Jangan diem aja." lanjutnya.
Teman-teman Karina menatap kearah Jasmine, menunggunya untuk mengucapkan sesuatu.
"Em, begini. Cukup kasih gue atributnya, terus pasang posisi kalian sekarang. Waktunya tinggal 10 menit lagi," ujar Jasmine langsung pada intinya. Dia tidak suka banyak basa-basi dan tentu saja ucapannya ditanggapi dengan beberapa sahutan protes.
"Tunggu dulu. Maksudnya apa, nih?"
"Bukan waktunya bercanda, Rin! Lo jadi ketua kelas, gimana, sih?"
"Rin, masa anak kelas sebelas ikut jadi petugas upacara anak kelas dua belas?"
"Yakin nggak kalau dia bisa? Nanti kalau dia salah ngomong urutan komando, gimana? Jangan sampai waktunya hormat ke bendera, eh, dia malah nyuruh istirahat di tempat grak, lagi!"
"Duh, kalian bisa tenang nggak, sih? Kita nggak ada pilihan lain. Gue yakin, kok, sama kemampuan dia!" Karina mencoba meyakinkan teman-temannya.
"Bisa yakin dari mana coba? Nggak lagi halu, kan, lo?" Tamara memprotes keras.
"Bu Grahita nyuruh Jasmine jadi pengganti Cello pasti bukan tanpa alasan. Percaya sama gue!" Karina mencoba meyakinkan sekali lagi.
Jasmine terdiam menatap dengan tenang teman-teman Karina yang masih saja banyak bicara di depannya. Beberapa masih melayangkan protes padanya disertai tatapan sinis yang tidak bisa Jasmine hindari.
"Kalo kalian keberatan dengan gue di sini sebagai pemimpin upacara pengganti, silakan salah satu dari kalian yang belum dapat tugas maju buat jadi pengganti Cello. Biar gue yang ngajarin secara langsung," terang Jasmine dengan pelan namun menusuk. Membuat mereka yang tadinya berisik langsung terdiam menatapnya.
Jasmine menghela napas pelan. "Gue udah tahu apa yang harus gue lakuin. Cukup kembali ke posisi kalian. Sebentar lagi upacara dimulai," perintah Jasmine final. Dia meraih atribut yang diberikan Karina berupa dasi, topi, dan beberapa aksesori berupa pin khusus petugas upacara kemudian memakainya.
Dan benar saja, pengumuman dari Kepala Sekolah berbunyi dari sebuah pelantang suara. Upacara akan segera dilaksanakan. Beberapa murid dari kelas lain mulai berdatangan ke lapangan.
"Oke. Kita percaya sama lo. Gue harap lo nggak ngelakuin kesalahan sekecil apa pun. Lo bahkan belum latihan bareng kita sama sekali." Fabian menatap Jasmine dengan serius.
Beberapa teman Fabian juga mencoba percaya kepada Jasmine.
"Iya. Bener kata Fabian. Kalau memang lo jadi petugas atas rekomendasi Bu Grahita, berarti dia percaya banget sama kemampuan lo," ucap Diaz.
"Jangan sampai salah komando dan jangan malu-maluin!" Sentak Tamara pada Jasmine.
"Hm. Kalian bisa percaya sama gue." Jasmine memandang teman-teman Karina dengan sudut bibir yang tertarik samar. Dia lantas menuju ke posisinya, meninggalkan teman sekelas Karina yang masih menatap punggung gadis cantik tersebut dengan takjub karena dengan percaya dirinya Jasmine berkata seperti itu.
Karina mengangguk puas. "Guys! Pasang posisi!"
---
Jasmine melepas atribut khusus petugas upacara yang melekat di badan dan menyerahkannya pada Karina. Semua peserta upacara sudah membubarkan diri 5 menit yang lalu---kecuali Karina dan teman-temannya yang sekarang lagi duduk santai di kursi yang berada di koridor dekat lapangan upacara. Mungkin mereka merasa lega karena upacara bisa berjalan tanpa kendala.
Padahal tadi sewaktu upacara berlangsung, mata mereka dengan gugup bercampur was-was terus memandang kearah Jasmine yang berdiri dengan tegap penuh wibawa layaknya anggota paskib terlatih.
Mereka khawatir, takut-takut kalau Jasmine melakukan kesalahan yang berpotensi mencoreng nama baik kelas mereka.
Nyatanya, mereka, para murid Duaja Wijaya yang lain serta guru sampai staff sekolah terlihat begitu terpana melihat bagaimana Jasmine memimpin upacara hari ini. Benar-benar penuh wibawa, ketegasan dan terlihat begitu memukau seakan-akan dia sudah terbiasa dan sangat ahli dalam tugas ini.
Tentu saja!
Itu semua karena Jasmine adalah mantan ketua ekstrakurikuler Paskibraka di SMA Gellius. Semua siswa di SMA Gellius pasti mengetahui siapa Jasmine Lavatera.
Bahkan calon siswa didik baru pun pasti tahu bagaimana eksistensi serta pengaruh gadis cantik yang kerap kali mengharumkan nama sekolah tersebut.
"Dek, thanks, ya, udah bantuin kelas kita tadi. Sumpah, kalo nggak ada lo, beneran abis nasib kita. Lo juga keren banget tadi," ucap Karina yang diangguki beberapa temannya.
"Sama-sama," balas Jasmine singkat.
"Lo keren banget, Dek! Lo emang udah expert banget, ya, kayaknya? Pokoknya nanti istirahat gue traktir, deh." Kali ini Fabian yang berceletuk sembari tersenyum lebar.
"Halah, itu mah akal-akalan lo aja, dasar Kambeng Hago!" ucap Karina yang membuat beberapa temannya terbahak.
"Oh, iya. Omong-omong, lo pindahan dari mana?" Tanya Diaz.
"Dari SMA Gellius," jawab Jasmine sekenanya. Dia terlalu berani menyebutkan nama sekolah yang mungkin saja tabu di sebut di depan murid SMA Duaja Wijaya.
Jasmine bisa melihat dengan jelas ada raut kaget di muka mereka.
"SMA Gellius?!" Karina memasang ekspresi terkejut.
"G-Gue kira dari luar kota." Karina memasang senyum kaku. Dalam hatinya juga bertanya, kenapa Jasmine pindah ke SMA yang menjadi rival mantan sekolahnya sendiri?
"Bisa-bisanya anak Gellius nyasar ke sini." Diaz tertawa garing.
Fabian mengernyitkan dahi, mencoba abai dengan fakta mengejutkan tersebut. Cowok itu justru menatap wajah cantik Jasmine dengan lekat. "Kok gue kayak familiar, ya, sama muka lo. Kayak pernah lihat lo di suatu tempat."
"Mukanya pasaran kali! Makanya lo familiar!" Cerca Tamara. Kali ini nadanya lebih sinis dari sebelumnya.
Jasmine tidak tersinggung sama sekali. Matanya hanya menatap ke arah Tamara dengan sorot menantang cenderung meremehkan. Sedangkan Tamara balik menatap tajam ke arahnya.
Fabian mengabaikan Tamara. "Dek, lo suka nongkrong di Trendy's nggak? Mungkin gue pernah lihat lo di situ?"
Jika tebakan Jasmine tidak salah, Diaz pasti sering melihatnya bersama temannya di SMA Gellius dulu. Dan sayangnya, kebanyakan teman Jasmine adalah laki-laki. Tidak ada yang salah dengan itu. Semua teman laki-lakinya tidak pernah berbuat macam-macam padanya.
"Mungkin," jawab Jasmine singkat.
"Ehm ... kalo gitu gue pergi dulu, ya." Jasmine benar-benar ingin pergi dari sini. Dia sudah banyak membuang waktunya dengan percuma. Dia ingin pergi ke ruang kepala sekolah untuk menanyakan letak kelasnya.
Karina tersenyum manis. "Oke. Sekali lagi, makasih, Jasmine."
Jasmine mengangguk pelan mendengar ucapan Karina dan teman-temannya. Dia meraih tasnya lalu pergi menuju ruang Kepala Sekolah.
Baru saja Jasmine melangkahkan kaki beberapa detik, seseorang memanggilnya dengan lantang.
Ada apa lagi kali ini? Langkahnya lagi-lagi tertahan. Jasmine menoleh ke sumber suara tersebut dan melihat Bu Grahita yang berlari kecil ke arahnya.
"Nak Jasmine!"
Jasmine mengembuskan napasnya pelan sebelum matanya memandang Bu Grahita dengan sorot bertanya.
"Tadi Pak Bramantio bilang ke Ibu untuk mengantarkan kamu ke kelas barumu," ucap wanita paruh baya tersebut. Dia menuntun Jasmine untuk mengikutinya, sedangkan Jasmine hanya bisa pasrah.
"Beliau tadi kaget sekali waktu kamu menjadi pemimpin upacara kelas dua belas. Tapi untungnya beliau bisa maklum, jadi tidak ada pengulangan tugas untuk kelasnya Karina," celoteh Bu Grahita panjang lebar.
Jasmine tidak berniat menanggapi sama sekali, namun dia masih menyimak dengan baik.
Tak lama mereka sampai di depan kelas 11 IPA 1. Letak kelasnya berada di lantai dua gedung D yang berada tepat di sebelah gedung kesenian.
Bu Grahita mengetuk pintu yang tak lama kemudian tampak Pak Matteo, seorang Guru laki-laki berdarah campuran, membukakan pintu. Pak Matteo menatap Bu Grahita penuh tanya. Kemudian, ketika menyadari bahwa Jasmine berdiri tak jauh dari tempat Bu Grahita, matanya membeliak terkejut.
Bu Grahita terlihat membicarakan sesuatu yang terdengar samar di telinga Jasmine. Dia mendekat ke arah Pak Matteo, berbisik sembari memasang senyum lebar layaknya kucing garong yang menemukan sebesek ikan tongkol diluasnya gurun Sahara. Sangat pandai mengambil kesempatan dalam kesempitan!
Tak lama kemudian, Bu Grahita menyempatkan diri untuk tersenyum ke arah Jasmine sebelum pergi meninggalkannya dengan guru laki-laki balasteran tersebut.
"Senang bertemu kamu, Jasmine. Saya Matteo, guru Fisika kelas 11. Mari masuk ke dalam," kata Pak Matteo seraya tersenyum manis, memperlihatkan satu lesung pipinya yang membuat siapa pun pasti ikut tersenyum, termasuk Jasmine.
Dia mengkode Jasmine untuk mengikutinya. Jasmine dengan tenang mengikuti langkah Pak Matteo ke dalam kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments