[OBTD] BAB 2 : Unexpected Day

Pagi ini, Jasmine memarkirkan mobilnya di dalam gedung parkir sekolah barunya. Tepat hari ini, dia resmi menjadi murid baru dI SMA Duaja Wijaya. Salah satu sekolah favorit yang seringkali menyabet gelar kejuaraan dalam kompetisi bidang akademis maupun nonakademis.

Jasmine keluar dari mobilnya lalu melangkahkan kaki jenjangnya dengan anggun menuju keluar gedung.

Rambut hitamnya melambai dengan halus saat angin segar di pagi hari menerpa wajahnya. Irisnya yang nampak kecokelatan ketika terterpa sinar matahari itu menatap sekeliling tempat parkir. Sangat ramai, bahkan sekarang masih pukul enam lebih lima menit.

Tentu saja karena hari ini adalah hari Senin. Upacara bendera akan dilaksanakan sebentar lagi.

Ketika Jasmine melangkahkan kaki menuju ruang guru, banyak pasang mata melirik ke arahnya dengan berbagai pandangan.

Terkejut, kagum, penasaran, bahkan tidak luput dari pandangan sinis tak berdasar beberapa siswa perempuan. Sayangnya, Jasmine tidak merasa terintimidasi sama sekali. Dia dengan tidak acuh terus berjalan layaknya supermodel yang berjalan di atas ubin berlapis karpet merah!

Jasmine memiliki pengendalian diri yang baik. Dia tidak akan memberi umpan balik selama mereka tidak menganggunya dengan sentuhan fisik.

Jasmine mengetuk pelan ruang guru kemudian memasukinya.

Tunggu dulu. Sepertinya dia masuk di saat yang tidak tepat karena dia melihat dua siswa---satu laki-laki dan satu perempuan---sedang meributkan sesuatu dengan seorang guru perempuan.

Jasmine memilih berdiam diri di tempatnya dan mencoba menelisik apa yang terjadi.

"Duh, gimana dong, Bu? Anak-anak nggak ada yang berani buat gantiin Cello, Bu," ucap Komar, seorang siswa laki-laki dengan kacamata minus yang bertengger manis di hidung bangirnya.

"Kalian gimana, sih! Udah mau lulus kok mentalnya masih lembek kayak ingus!"

"Kita juga nggak tahu kalau situasinya mendadak jadi seperti ini, Bu. Kita mana tahu kalau ayahnya Cello mendadak masuk rumah sakit!"

"Minta tolong anak paskib aja, gimana, Bu?" Usul Karina.

Bu Grahita mendelik tajam. "Ya nggak bisa, dong, Karina! Mereka sudah ada jatahnya sendiri setiap sebulan sekali. Ibu jamin mereka nggak bakalan mau. Yang ada kalian jadi bahan tertawaan!"

Karina meringis pasrah mendengar ucapan Bu Grahita. Benar sekali ucapannya. Jika mereka meminta bantuan anggota ekskul paskib, bukannya mereka dapat pengganti, eh, malah jadi bahan guyonan karena teman sekelasnya bahkan tidak ada yang berani mengajukan diri.

"Lagian, apa susahnya jadi pemimpin upacara? Minggu lalu, kan, kalian latihan bareng hampir setiap hari!"

"Iya, Bu. Tapi, kan---"

"Siapa di antara kalian atau teman kalian yang pernah jadi pemimpin upacara sebelumnya?"

Situasi mendadak hening beberapa detik. Tidak ada yang berani menjawab maupun mengangkat tangan. Kedua siswa itu menundukkan kepala dan saling melirik satu sama lain tanpa berucap sepatah kata pun.

Mereka pasti juga akan mendapat makian jika mereka berani menunjuk salah satu teman mereka yang saat ini tengah berada di aula.

Demi upil Jarjit yang bulatnya seperti biji salak, mental mereka benar-benar lebih lembek dari nasi kadaluarsa! Dari sekian siswa dalam satu kelas, masa yang berani jadi petugas upacara cuma Cello aja?

Jasmine diam-diam tersenyum remeh di tempatnya ketika melihat reaksi gugup dua orang siswa tersebut.

"Kalian itu, ya! Benar-benar bikin Ibu pusing aja!" Bu Grahita mencebik kesal seraya berkacak pinggang.

Namun, tiba-tiba mata guru paruh baya tersebut melirik kearah di mana Jasmine berdiri. Tentu saja kedua siswa berbeda gender itu juga ikut mengalihkan pandangan ke arahnya. Baru menyadari ada seorang murid yang nampak asing di dalam ruangan guru yang luas ini.

"Loh, Nak Jasmine?" Bu Grahita berceletuk kecil sembari berlari kecil menghampiri Jasmine yang masih menatap tenang sambil menyenderkan bahu di dekat pintu masuk.

Kedua siswa itu memberikan atensi pada Jasmine. Melayangkan pandangan seolah-olah berkata, siapa yang berani menganggu diskusi penting menyangkut hidup dan mati kelasnya?!

Dan entah dari mana guru flamboyan tersebut mengetahui nama Jasmine. Padahal, statusnya adalah sebagai murid pindahan yang baru masuk hari ini.

Dapat Jasmine pastikan juga bahwa name tag miliknya tertutup sempurna oleh rambut hitamnya yang menjuntai hampir sesiku.

Apa Jasmine seterkenal itu? Dia memang termasuk jajaran siswi populer di sekolah sebelumnya. Tapi, apakah kepopulerannya merambat sampai SMA Duaja Wijaya?

Sepertinya dia hanya populer di kalangan guru yang mengajar di Duaja Wijaya. Buktinya dua siswa di depannya menatap penuh sorot bertanya ke arahnya.

"Nak Jasmine sudah lama menunggu di sini?" Bu Grahita bertanya sambil tersenyum manis. Mata hitamnya menyorot lembut kearah Jasmine.

"Belum," balas Jasmine dengan singkat.

Karina berdecak. "Bu Grahita! Gimana jadinya, Bu? Mepet, nih, waktunya!"

"Kalian memang bisanya bikin panik aja!" Bu Grahita melotot tajam kearah kedua siswa tersebut.

"20 menit lagi upacara dimulai, Bu! Kita jelas panik, lah," balas Komar seraya membenarkan letak kacamata bulatnya. Sungguh, dia terlihat semakin manis dengan itu.

Tiba-tiba saja, seakan baru memenangkan lotre berlusin-lusin tupperware, Bu Grahita menatap Jasmine dengan sorot penuh binar bahagia yang terlihat sangat berlebihan di mata Jasmine.

Hal itu membuat perasaannya tiba-tiba tidak enak. Dan benar saja tebakannya ketika Bu Grahita melontarkan sebuah kalimat yang membuat Jasmine sedikit merasa tidak nyaman.

"Ehm, Nak Jasmine bisa bantu Ibu?"

Jasmine diam-diam mengembuskan napas berat. Sepertinya, hari ini akan jadi hari yang penuh dengan kejutan tak terduga.

Inikah cara mereka menyambut siswa baru sepertinya?

Luar biasa!

"Perkenalkan, namanya Jasmine. Dia murid baru kelas sebelas," jelas Bu Grahita kepada Karina dan Komar yang masih berdiri dengan gelisah di depannya.

Karina menggerutu lirih. "Terus urusannya sama kita apa?"

Perkataan Karina sukses membuat Jasmine menoleh ke arahnya dengan tatapan memicing. Calm down, bukankah ini masih terlalu awal untuk menilai bahwa Karina adalah gadis yang menyebalkan?

"Kalian cukup percaya sama Ibu. Nak Jasmine punya kualifikasi yang lebih dari cukup untuk membantu kalian. Iya, kan, Nak Jasmine?" Bu Grahita melayangkan tatapan mata penuh harapan kepada Jasmine.

Sekarang Jasmine mengerti situasi nya. Bu Grahita membutuhkan bantuannya untuk menggantikan tugas seorang siswa bernama Cello yang absen sebagai pemimpin upacara. Karena Bu Grahita masih saja menatapnya penuh binar kepercayaan, jadi dia hanya bisa menarik napas pelan kemudian mengangguk mengiakan.

Mana bisa dia menolak jika situasinya seperti ini.

Bu Grahita tersenyum lega dan mengucapkan terima kasih, sedangkan Karina dan Komar menatapnya skeptis.

"Emang boleh, ya, Bu? Anak kelas sebelas ikut jadi petugas upacara anak kelas dua belas?" Karina memandang ragu ke arah Jasmine yang masih menyender santai di tembok.

"Sah-sah saja, kok! Lagian, kan, cuma jadi pemimpin upacara pengganti saja. Emang kamu mau saya tunjuk jadi pemimpin upacara?" Bu Grahita mendelik sinis. Sedangkan Karina mendadak terdiam, takut untuk menjawab.

"Saya, kan, udah jadi pembawa bendera, Bu," balas Karina lirih.

"Ya sudah kalau begitu. Kalian percaya saja sama Nak Jasmine. Sudah, sana bawa ke lapangan upacara!" Bu Grahita mengakhiri perdebatan kali ini.

Karena tidak ada pilihan lain, Karina menggandeng tangan Jasmine menuju lapangan upacara, diikuti Komar di belakang Jasmine, mengawasi, takut kalau gadis cantik yang terlihat sedikit arogan tersebut kabur dari tugas yang dialihkan padanya.

Sesampainya di lapangan, ternyata sudah ada sekumpulan siswa yang menunggu kedatangan mereka. Sangat kentara bahwa wajah mereka menampakkan raut cemas, seakan bisa mati jika tidak menemukan pemimpin upacara pengganti Cello yang tidak masuk.

"Woy! Gimana?" Fabian bertanya dengan raut panik. Dia adalah salah satu murid yang bertugas menjadi Kompi Satu.

"Guys, kenalin, dia Jasmine. Murid baru kelas sebelas!" Jelas Karina kepada seluruh murid yang sekarang jadi petugas upacara.

Fabian menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Ya terus buat apa, ******! Siapa pengganti Cello?"

"Jasmine penggantinya." Karina menunjuk Jasmine dengan dagunya.

Semua teman Karina meganga.

Apa?!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!