[OBTD] Bab 8 : Rats in Action 2

Jasmine menceritakan insiden motor di gedung parkir sekolah kemarin.

Setelah mendengar penjelasan Jasmine secara lengkap, Camelia mematung di tempatnya dengan ekspresi terkejut.

"Ya ampun, kenapa lo baru cerita sekarang, sih, Jel?!" sungut Camelia.

"Karena gue juga masih nyari siapa pelakunya," jawab Jasmine.

"Kali ini pelakunya udah pasti anak Duaja Wijaya. Jadi lo nggak perlu nahan diri lagi, Jel."

"I can control myself, Lia!" Jasmine menatap Camelia dengan tajam. "Lo tau aturannya. Selama mereka nggak sentuh fisik gue, mereka bakal aman."

Camelia menelan salivanya diam-diam. Ya dia tau itu. Hanya saja, jika sepupunya itu kenapa-napa lagi, dia tidak akan tinggal diam.

"Terus sekarang motor lo ada di mana?"

"Kemarin mereka bawa motor itu ke bengkel deket sekolah. Tapi gue nggak tau bengkel yang mana."

"Oh! Pasti di bengkel Mang Ade! Pulang sekolah gue temenin ambil motor itu. Lo pasti gak mau, kan, kalo harus berdua sama si Rion?" Camelia menebak dengan tepat!

Jasmine mengangguk membenarkan. Dia benar-benar tidak merasa nyaman jika harus berdekatan dengan Ethrion.

Camelia bangkit dari duduknya dan tersenyum. "Oke. Kita balik ke kelas sekarang."

Jasmine menggeleng. "Urusan gue di sini belum selesai."

Camelia menatap bingung ke arah Jasmine, dia mencoba memahami ucapan gadis cantik di depannya ini.

"Huh? Maksud lo?"

Jasmine ikut bangkit dari duduknya dan tersenyum penuh ejekan. "Gue paling nggak suka kalau privasi gue diganggu. Lo tau itu, kan?"

Camelia mengangguk. "Gue tau. Terus?"

Jasmine tidak menjawab Camelia dan memilih berjalan menuju tembok mading tadi. Dia kembali mendapat tatapan sinis dari beberapa murid perempuan yang duduk di beberapa bangku taman.

Namun, siapa yang peduli? Jasmine? Oh, jelas tidak!

"Jel, lo mau apa?" tanya Camelia yang mengikuti Jasmine dengan awas di belakang. "Itu dikunci!"

"Gue tau, Lia." Jasmine mengamati lebar lubang kunci yang berada di papan mading berbahan kaca transparan tersebut. Dia mencoba mengamati ukuran lubang kunci yang terpasang di kaca mading itu.

"Jel! Gue nggak mau lo kena masalah. Lo bisa minta baik-baik ke mereka. Nggak gini caranya!" bisik Camelia penuh tekanan. Dia menatap sekeliling dengan awas.

Benar saja, apa yang sedang dilakukan Jasmine sukses menarik perhatian beberapa murid yang masih ada di taman.

Mereka mungkin penasaran, apa yang akan dilakukan si murid baru yang belakangan ini menjadi perbincangan satu sekolah.

"HEH! ANAK BARU!"

Tiba-tiba muncul seruan seorang gadis yang membuat Jasmine dan Camelia menoleh. Camelia mengumpat dalam hati ketika tau siapa yang barusan memanggil Jasmine dengan suara lantangnya.

Siapa lagi kalau bukan Elodie? Ketua ekskul Jurnalistik SMA Duaja Wijaya.

Tapi, kenapa ada Iszara juga di samping gadis itu?

"Iszara juga termasuk anggota ekskul Jurnalistik, Jel. Kalau Rion targetnya Elodie, then, kak Cello targetnya Iszara," bisik Camelia pada Jasmine yang masih terdiam tanpa raut takut, tampak tidak peduli setelah tahu fakta yang dia ungkapkan tadi.

Jasmine menatap Elodie dan Iszara dengan tenang.

"Jangan berani rusak fasilitas punya ekskul Jurnalistik!" Elodie menggertak Jasmine tepat di hadapan murid SMA Duaja Wijaya yang berada di area taman belakang sekolah.

Perkataan Elodie, entah kenapa justru membuat Jasmine terkekeh pelan. "Lo sebagai ketua ekskul harusnya tau, memublikasi sesuatu tanpa izin itu sama sekali nggak etis."

Raut Elodie mulai memerah menahan kesal. "Dasar anak baru! Tau apa lo soal peraturan ekskul di SMA ini?!"

"Kode etik Jurnalistik. Jangan bilang, lo sama sekali nggak paham dengan kode etik ekskul yang lo pimpin?" ungkap Jasmine syarat akan sindiran.

"Heh, lo jadi orang nggak tau terima kasih banget, ya? Masih aja protes.  Kali aja pamor lo langsung naik drastis di sekolah ini. Jadi, lo nggak perlu bersusah payah caper sana-sini, terutama sama Cello!" murka Iszara di depan semua murid yang menyaksikan.

Suara lantang gadis itu berhasil mengundang perhatian murid yang berada di dalam kantin. Mereka dapat melihat pertengkaran itu melalui tembok kaca transparan yang langsung menghadap ke arah taman.

"Sayangnya gue punya hak buat protes sama apa yang kalian buat tentang gue." Jasmine menatap dengan raut dingin. "Copot mading itu sekarang juga."

Ketika mereka bertiga sibuk berdebat, Camelia justru merasa bingung, tidak tau harus berbuat apa ketika melihat keributan di depannya. Jadi, dia mencoba menenangkan Jasmine yang mulai menunjukkan gelagat marah.

Jangan sampai sepupunya itu lepas kendali. Itu akan menjadi urusan yang panjang nanti.

"Udah lah, El. Buruan copot mading itu sekarang juga! Lo buat itu tanpa seizin Jasmine!" ujar Camelia, menyela perdebatan tiga gadis dI dekatnya ini.

Elodie tersenyum miring. "Sayangnya, semua mading yang dipasang hari ini nggak bakal dicopot sampai seminggu kedepan."

Jasmine terkekeh pelan, bibirnya juga ikut mengulas senyum miring. "Apa gue harus lapor dulu ke kepsek?"

"Wah, lama-lama makin ngelunjak juga, ya, lo?" geram Iszara. Gadis itu menatap Jasmine dengan tajam.

"Coba aja buka kalau lo bisa." Elodie mengeluarkan dua buah kunci dari sakunya. Satu kunci utama dan satu kunci duplikat. "Sayangnya, semua kunci mading ada di tangan gue. Lo nggak bisa copot mading itu sesuai apa yang lo mau."

"Asal lo tau, nggak sembarang murid dapat privilese dari ekskul Jurnalistik kayak gini. Apalagi dengan status lo sebagai murid pindahan." Iszara mengulas senyum penuh ejekan. "Tau tempat, lah, kalo mau protes."

Jasmine mengepalkan telapak tangannya. "Kalau kalian merasa nggak butuh izin gue buat publish mading itu, artinya, gue juga nggak butuh izin kalian buat copot mading itu sekarang juga."

Elodie menggeram kesal. "Lo nggak akan berani!"

Manik Jasmine memicing ke arah Iszara. "Stop me, then."

Jasmine mengamati lubang kunci pada papan mading di depannya. Dia mengeluarkan sebuah gunting kuku dari dalam sakunya berukuran kecil yang selalu dia bawa kemana pun dia pergi.

"Mau apa lo? Hah!" bentak Elodie mencoba mencegah Jasmine melakukan apa yang hendak gadis itu lakukan.

Sedangkan, Camelia melotot di tempatnya. Dia benar-benar familiar dengan rupa gunting kuku berwarna hitam itu. Benda yang selalu Jasmine bawa kemana-mana sedari dulu.

Dulu, gunting kuku itu adalah benda yang selalu Jasmine gunakan untuk membobol pintu rumah setiap kali gadis itu kabur dari sang ayah.

Nekat. Benar-benar nekat!

Jasmine memasukkan bagian atas gunting kuku yang dapat diputar itu ke dalam lubang kunci secara horizontal, sesuai pola lubang kunci itu.

Jika bagian atas itu masuk hingga setengah, ada kemungkinan caranya berhasil dan papan mading itu dapat terbuka.

Jasmine tersenyum puas melihat bagian atas gunting kuku miliknya berhasil masuk dengan mudah. Dia memutar benda kecil itu berlawanan dengan arah jarum jam dan ...

Berhasil!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!