Di sisi lain, Jasmine terlihat sedang mengawasi Altair yang sedang mengerjakan soal sambil duduk di sofa ruang tengah. Sedangkan Altair duduk lesehan di dekatnya.
Tadi sore, Altair meminta bantuan Jasmine untuk membantunya mengerjakan tugas sekolah. Sudah hampir satu jam Altair berkutat dengan soal di depannya.
Altair menoleh ke arah Jasmine yang ternyata sedang mengamatinya juga. Dia mengalihkan pandangan ke arah bukunya dengan cepat. Namun, matanya masih saja melirik-lirik ke arah sang kakak.
'Bilang nggak, ya?' Altair membatin dengan cemas.
"Kenapa, Ta?"
Jasmine sepertinya peka jika adiknya bergelagat aneh. Sejak tadi, dia memang mengamati Altair dengan lekat.
"Mau ngomong apa?"
"Emh, tadi...." Altair sebenarnya masih ragu untuk mengatakan suatu hal pada Jasmine. Tapi, dia tidak punya pilihan lain selain menceritakan apa yang dia pikirkan pada sang kakak.
"Tadi Alta ketemu ... Ayah," kata Altair pada akhirnya.
Apa yang diucapkan Altair membuat Jasmine terdiam kaku di tempatnya.
Ayah?
"Apa? Lo bilang apa tadi?" Jasmine menatap Altair dengan raut serius, berharap jika dia salah dengar.
"Ayah s-samperin Alta di sekolah, Kak." ucap Altair dengan jelas.
"Ada perlu apa dia nyamperin kamu?"
Jasmine merubah auranya menjadi agak dingin, pertanda gadis itu tidak menyukai topik obrolan yang sedang dia bahas dengan Altair. Bahkan, Altair bisa dengan jelas merasakan suasana yang tiba-tiba berubah tidak enak.
Altair menelan salivanya kasar. Dia menatap Jamsine dengan takut-takut.
"Ayah bilang, Kakak harus kembali ke rumah itu," kata Altair pelan.
Jasmine mendesis tidak suka. Untuk apa lagi sang Ayah kembali mengusik hidupnya? Dengan seenaknya menemui Altair tanpa izin darinya dan meminta Jasmine untuk kembali ke rumah yang lebih pantas disebut neraka itu.
"Papa sama Bunda tau hal ini?"
Altair menggeleng pelan.
"Jangan kasih tau mereka, Ta. Jangan sampai mereka tahu. Ngerti?" Jasmine berucap seperti tidak ingin ada bantahan.
Jasmine khawatir jika sampai Bunda dan Papanya tahu hal ini, maka keributan pasti akan terjadi. Lalu, lagi-lagi Jasmine akan menyalahkan dirinya sendiri karena telah membuat masalah keluarga kembali semakin runyam.
"Tapi, Kak. Bukannya lebih baik kalau Papa sama Bunda tau?" Altair hanya mencemaskan Jasmine. Dia tidak mau sang kakak kenapa-napa karena berurusan kembali dengan Ayah kandung mereka. "Mereka pasti nggak mau terjadi sesuatu sama Kakak."
"Nereka nggak boleh tau, Ta, apa lagi Kak Rey. Pokoknya cukup kita aja yang tahu dan Kakak harap kamu nggak ngomong soal masalah ini ke Bunda atau Papa," ucap Jasmine final.
"Tapi Alta takut, Kak. Alta takut kejadian dulu terulang lagi. Kakak tau sendiri sifat Ayah kayak gimana, kan? Alta khawatir kalau Kakak de—"
"Alta, cukup!" Jasmine memotong ucapan Altair dengan bentakan keras, membuat Altair sedikit terkejut. "Kakak nggak mau lagi bahas soal itu, kamu paham nggak, sih!"
Altair akhirnya mengalah walau dalam hati tetap merasa khawatir luar biasa. "Kenapa Ayah gak pernah berubah, Kak? Kenapa sifat Ayah tetap diktator dan kasar kayak dulu."
Jasmine mengubah tatapan kesalnya menjadi khawatir. Gadis cantik itu menatap Altair dengan cemas.
"Maksud kamu apa? Dia nggak apa-apain kamu, kan, Ta? Jawab jujur pertanyaan Kakak," tanya Jasmine dengan nada cemas.
Altair terdiam sejenak. Dia mengingat kejadian saat di sekolah tadi.
Saat pelajaran masih berlangsung, Gurunya memanggilnya untuk ke ruang Kepala Sekolah. Dipanggil ke ruang kepala sekolah adalah hal biasa dan tidak merasa janggal sama sekali karena dia adalah seorang Ketua Kelas.
Tapi, siapa sangka, begitu dia memasuki ruang Kepal Sekolah, dia tidak hanya mendapati Kepala Sekolahnya di dalam, tetapi juga mendapati seseorang yang sudah lama tidak dia jumpai. Dia melihat Ayah kandungnya datang bersama dengan satu ajudannya.
Altair masih mengingat setiap kalimat yang dilontarkan sang Ayah padanya. Ayahnya meminta agar Kakaknya kembali pulang ke rumah di mana Ayahnya tinggal.
Altair tanpa sadar memegang lengan kiri yang tertutupi baju lengan panjang yang dia pakai. Ada sedikit memar di sana. Itu akibat dari dirinya menolak perintah sang Ayah. Dia hampir mendapat pukulan di kepala jika saja dia tidak sigap menangkis dengan tangan kirinya.
Altair menggeleng lemah. "Nggak, kok. Kakak nggak perlu kahwatir. Alta baik-baik aja."
"Jangan bohong, Ta! Kamu pikir Kakak gak sadar?" Jasmine menatap tangan kiri Altair. "Gulung lengan baju kamu. Kakak ambil obat dulu."
Altair menahan lengan Jasmine. "Alta nggak bohong. Alta beneran nggak apa-apa."
Jasmine tersenyum remeh. Dia memegang tangan Altair yang tertutup baju belengan panjang dan memegangnya dengan sedikit menekan. Altair sontak merintih kesakitan.
"See? Kamu bohong sama Kakak, Alta," kata Jasmine dengan tajam.
Altair menatap Jasmine yang beranjak megambil kotak P3K. Dia menyingkap baju lengan panjangnya dan terlihat adanya sedikit memar kebiruan. Jasmine pasti langsung tau ada yang tidak beres sewaktu Altair secara reflek memegang tangan kirinya tadi.
Jasmine kembali dengan obat oles di tangannya dan meraih lengan Altair. Dia menatap memar di tangan Altair dengan sorot dingin. Dia mengoleskan obat di memar itu.
'Gue harus segera bertindak biar semuanya cepat selesai dan gak akan ada lagi yang bakal terluka gara-gara Ayah.' Jasmine membatin dengan amarah yang tertahan.
"Balik ke kamar sana," perintah Jasmine setelah selesai mengobati Altair.
Altair mengangguk dan membawa bukunya kembali ke kamar.
Jasmine menghela napas lelah.
"Untung aja Papa sama Bunda nggak ada di rumah. Jangan sampai Alta bocor ke Kak Rey soal Ayah. Gue nggak mau Kak Rey berurusan sama Ayah lagi. Apalagi sama ... orang itu. Nanti yang ada Kak Rey bisa dalam bahaya lagi gara-gara gue."
Tring!
Atensi Jasmine beralih pada ponsel yang tergeletak di sampingnya. Tangannya meraih mengambil ponsel miliknya dan membuka aplikasi pesan.
Sebuah nomor tidak di kenal mengirimi dua pesan kepadanya. Pesan terakhir adalah sebuah emotikon berbentuk hati berwarna hitam.
Jasmine mengernyit. Siapa?
Jasmine buru-buru membuka pesan dari orang asing tersebut?
From : +62xxx
「You can't run away from me any longer, J. You know that I can always catch you, right, My Fleur?」
(Kamu gak bisa lari dari aku lebih lama, J. Kamu tau kalau aku selalu bisa menangkapmu, kan, My Fleur?)
「🖤」
DEG!
Jantung Jasmine berdetak dengan cepat dan matanya membeliak karena rasa terkejut yang mendera.
Tangan Jasmine tiba-tiba bergetar.
Dengan cepat Jasmine memblokir nomor asing itu lalu menghapus kontaknya tanpa merasa ragu. Jasmine juga mematikan ponselnya lalu membuang sim card-nya ke tong sampah.
My Fleur...
My Fleur...
My Fleur...
My Fleur...
Kata-kata itu terus terngiang dalam kepala Jasmine.
"Nggak mungkin," lirih Jasmine dengan nada ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments