Bab 17

Icha membawa papanya duduk di kursi, pak Heri tertunduk malu di depan putrinya.

“Icha, aku memang tidak pantas di panggil Papa. Tapi, dari hati yang paling dalam, Papa meminta maaf kepadamu Nak. Papa sangat menyesal,” tutur pak Heri tak terasa air matanya menetes.

“Sungguh Papa sangat menyesal. Papa khilaf,” tambah pak Heri lagi.

Masih dengan menunduk tidak berani menatap putrinya.

“Pah...” panggil Icha lembut mengambil tangan Papanya.

Pak Heri mendongakkan kepalanya menghadap sang putri.

“Sebelum Papa meminta maaf, Icha sudah lebih dulu memaafkan Papa. Icha tidak pernah menaruh dendam Pa,” ujar Icha lembut menatap Papanya.

“Maafkan Icha juga, Pa. Karena dulu tidak mendengarkan ucapan Papa,” tambahnya lagi.

Tanpa menunggu lagi, sang Papa memeluk putrinya.

Icha kembali meneteskan air mata, karena sudah beberapa tahun tidak pernah di peluk oleh Papanya sendiri.

“Maafkan Papa nak! Papa sudah banyak dosa kepada Icha,” ujar pak Heri masih memeluk putrinya.

Tanpa mereka sadari Bu Sintya melihat mereka dari dalam kamar, melihat mereka saling berpelukan. Ia juga meneteskan air, melihat suami dan putrinya kembali seperti dulu.

“Sayang... kita pulang ke rumah kita lagi ya,” ajak papanya.

Icha hanya diam.

“Papa mengerti. Papa akan bicara dengan Mama dan juga Abang Dika,” ujarnya lagi.

Pak Heri mengerti, karena Icha tidak mungkin pulang ke rumah tanpa Abang dan Mamanya.

Icha mengangguk tersenyum, pak Heri mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya. Namun, netranya tertuju pada sudut bibir yang memerah akan tetapi sudah sedikit memudar.

“Maafkan Papa nak, sudah menamparmu!” lirihnya lagi merasa sangat bersalah.

“Pa, jangan meminta maaf lagi. Icha sudah melupakan semua itu,” sahut Icha.

Pak Heri mengangguk, ia melihat sekeliling rumah yang sederhana. Namun, ia juga mencari seseorang yang tidak terlihat sejak ia masuk ke dalam rumah.

“Papa mencari Mama?” tanya Icha melihat papanya seperti mencari sesuatu.

Pak Heri mengangguk pelan, sedikit malu karena ketahuan oleh putrinya sendiri.

“Mama ada di kamar,” ujar Icha menunjuk pintu kamar yang tertutup.

“Boleh Papa menemuinya?” tanyanya meminta izin terlebih dahulu.

Icha mengangguk tersenyum.

Setelah mendapat izin dari putrinya, pak Heri beranjak dari tempat duduknya melangkah menuju pintu tersebut.

Icha melihat papanya yang sedikit ragu untuk masuk ke dalam kamar.

Ceklek!

Akhirnya memberanikan diri untuk menemui istrinya.

Terlihat istrinya sedang duduk di tepi kasur, sambil bermain dengan ponselnya.

“Ma...” panggilnya.

Bu Sintya hanya melirik sekilas, lalu kembali ke layar ponselnya lagi.

“Mama masih marah?” tanyanya masih berdiri di ambang pintu.

Bu Sintya hanya diam, tanpa berniat menjawab pertanyaan sang suami.

“Mama kok diam saja. Mama masih marah?” tanyanya lagi.

Ia melangkah maju. Tapi, ia lebih dulu menutup pintu kamar tersebut.

Ia memberanikan diri mendekati istrinya, yang sejak tadi bermain ponsel tanpa memedulikan dirinya.

“Ma...” panggilnya lagi menyentuh bahu istrinya.

Bu Sintya menghela napas kasar, meletakkan ponselnya dengan kasar di nakas.

“Untuk apa mas datang kemari?” tanya Bu Sintya menatapnya.

“Aku datang untuk meminta maaf kepada kalian, aku suami yang egois. Aku minta maaf,” ujarnya Kembali menunduk di hadapan istrinya.

“Seharusnya tidak perlu kemari!” ketus istrinya.

“Maaf,” lirih pak Heri.

“Pulanglah, mas sudah meminta maaf, bukan? Sekarang kembalilah pulang,” ujar Bu Sintya.

Pak Heri menggelengkan kepalanya.

“Kenapa?!” tanya Bu Sintya sedikit ketus melihat suaminya yang menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak akan pulang , jika tidak bersama kalian.”

“Aku tidak mau!” tolak Bu Sintya.

“Sayang. Aku mau berubah, beri aku kesempatan lagi. Aku mohon, jangan seperti ini!”

Bu Sintya masih terdiam.

“Sayang, apa kamu tidak mencintaiku lagi?” tanya pak Heri.

Lagi-lagi Bu Sintya masih betah dengan diamnya, sambil melipat tangannya dan memandang ke arah lain.

“Sayang...” panggilnya lagi.

“Kamu tidak ingin memberiku kesempatan lagi? Aku sungguh ingin berubah,” lirihnya.

Terlihat Bu Sintya menghela napas berat.

“Baiklah. Aku tidak memaksa, jika kamu tidak memberi kesempatan kepadaku. Aku besok akan mendaftar perceraian kita besok,” ujarnya pasrah berbalik badan ingin keluar kamar.

Bu Sintya membulatkan matanya, mendengar tutur suaminya tersebut.

“Tunggu,” ujar Bu Sintya melihat suaminya hendak membuka pintu.

Pak Heri kembali membalikkan badannya menghadap istrinya yang juga menatapnya.

“Aku akan memberi kesempatan untukmu, mas. Ini demi anak-anak kita,” ujarnya.

Mendengar ucapan istrinya, pak Heri langsung bernapas lega.

Ia menghampiri istrinya dan langsung memeluknya.

“Maafkan aku sayang. Terima kasih sudah memberiku kesempatan,” bisiknya.

Bu Sintya membalas pelukannya suaminya, dirinya memang masih mencintai suaminya. Namun, kejadian beberapa hari lalu membuatnya sangat kecewa terhadap suaminya.

“Kita pulang ke rumah ya. Ajak anak kita berkumpul kembali,” ujarnya menatap istrinya.

“Aku bisa membujuk Icha untuk pulang, tapi aku tidak menjamin dengan Abang.”

“Iya. Wajar jika dia marah kepadaku, dia sudah benar. Dika hanya ingin melindungi adiknya dan juga Mama. Aku akan mencoba berbicara dengannya,” Ujar pak Heri.

Bu Sintya mengangguk.

“Aku akan ke kamarnya,” Ujar pak Heri lagi.

Ia melangkah keluar kamar dan masuk ke kamar sebelahnya yang ternyata tidak di kunci.

Terlihat Dika masih sibuk dengan laptopnya, ia mendengar ada yang membuka pintu. Ia hanya melirik sekilas melihat siapa yang membuka pintu lalu kembali dengan laptopnya.

“Abang masih sibuk? Apa boleh Papa masuk ke dalam?” tanya Dika.

Dika tidak menjawab.

Walaupun tanpa persetujuan putranya, ia tetap masuk mendekatinya.

“Ada apa lagi Papa datang kemari?” tanyanya tanpa melihat papanya yang berdiri di sampingnya.

“Dika. Papa ingin meminta maaf, Papa sangat menyesal dengan perbuatan Papa kemarin.”

“Jangan meminta maaf kepadaku, Pa. Seharusnya kepada Icha dan Mama!” serunya.

“Papa sudah meminta maaf kepada mereka. Papa...”

“Kalau begitu, kenapa datang kemari?!” tanya Dika.

“Pulang lah Nak. Papa ingin berkumpul bersama kalian di rumah,” ajak pak Heri lembut.

“Aku tidak bisa, Pa. Dika sudah nyaman di rumah ini,” sahut Dika cepat.

“Apa Abang belum memaafkan Papa?” tanyanya kepada putranya.

Terlihat Dika berkali-kali menghela napasnya.

“Abang sudah katakan, Papa tidak punya salah sama Dika. Jadi, tidak ada yang perlu di maafkan,” pungkas Dika.

Pak Heri terdiam.

“Baiklah, Papa minta maaf sekali lagi sama Abang. Walaupun Papa tidak punya salah kepadamu,” Ujarnya.

“Papa permisi,” pamit pak Heri.

Melihat papanya sudah keluar kamar, Dika menghentikan pekerjaannya lalu bersandar di bahu kursi sambil menghela napas berat.

Saat keluar kamar putranya, istrinya sudah menunggu di ruang tamu.

Melihat istrinya menatapnya, seakan meminta penjelasan.

Pak Heri menggelengkan kepalanya pelan.

“Biar Icha yang akan bicara dengan Abang,” usul Icha.

Icha yang baru saja datang dari dapur, memasak makanan untuk makan malam mereka.

“Icha, Wajar jika Abang marah Nak. Papa sudah membuat Abangnya kecewa, Papa pantas menerima itu semua.”

“Papa jangan bicara seperti itu. Biar Icha mencoba membujuk, Abang.”

Bu Sintya mengangguk, setuju dengan ucapan Icha.

Lalu pak Heri juga mengangguk.

Icha, membuka pintu kamar milik Abangnya. Terlihat Dika masih duduk bersandar di kursi, terhanyut dengan pikirannya saat ini. Bahkan adiknya masuk pun tidak diketahui olehnya.

“Abang, sedang memikirkan apa?” tanya Icha membuyarkan lamunan abangnya.

“Hah, Icha. Kamu mengagetkanku saja, kapan kamu masuk?”

“Hm... baru saja. Wah, wah, Abang memikirkan apa sih? Sehingga tidak mendengar Icha masuk!” serunya.

Dika tersenyum.

“Tidak ada.”

“Bohong. Abang pasti memikirkan siapa bidadari yang akan menjadi jodoh Abang nanti. Iya kan?” goda Icha.

“Hahaha... kamu bisa saja, dek!”

“Ada apa ke kamar Abang?” tanyanya lembut.

Icha mendekatinya dan duduk di kursi sebelah Dika.

“Papa sudah meminta maaf kepadaku dan juga Mama,” ujarnya.

“Papa sangat menyesal dan ingin berubah,” tambahnya lagi.

“Bagus dong. Lalu?” tanya Dika.

“Bang. Icha ingin kita berkumpul kembali di rumah kita lagi, Icha rindu yang dulu Bang.”

Menatap Abangnya dengan mimik wajah yang terlihat sedih.

“Bagaimana kalau kita kembali pulang Bang?” tanyanya.

Dika hanya diam.

“Demi Icha Bang,” ujarnya menangkup kedua tangannya.

Terpopuler

Comments

Astuty Nuraeni

Astuty Nuraeni

nyesel kan pak? rasain makannya jangan jahat

2022-12-29

1

👑Gre_rr

👑Gre_rr

terlalu baik km Bu

2022-11-14

0

👑Gre_rr

👑Gre_rr

baru sadar

2022-11-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 TAMAT
Episodes

Updated 111 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!