Icha duduk di tepi kasurnya, kasur empuk yang ia rindukan selama bertahun-tahun lamanya. Melihat foto kecil di nakas, foto dirinya bersama kedua orang tuanya.
“Ma, maafkan Icha ya Ma. Icha tidak pernah menuruti apa kata Mama. Tapi, ini kemauan Icha dari dulu! Icha mau masuk pesantren Ma,” lirih Icha memeluk foto kecil tersebut.
Tanpa ia sadari jika ibunya menatapnya dari kejauhan, buliran air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya, lalu segera menghapus air matanya dan berlalu pergi dari tempat itu.
Setelah puas memeluk foto kecil tersebut, Icha mengambil koper miliknya dan menyusun kembali di pakaian lemarinya. Saat membuka tas kecil miliknya, ia melihat buku yang ia beli waktu keluar dari mesjid tersebut.
“Buku ini,” Gumam Icha.
Melihat nama yang tertera di buku tersebut, Muhammad Al-Fahry.
“Apa ini namanya?” tanya Icha dalam hati.
Ia membuka lembaran demi lembaran buku tersebut, sepertinya ia menyukai isi cerita buku tersebut.
“Ini tidak terlalu buruk,” gumamnya.
Icha meletakkan buku tersebut di nakas, karena hari sudah mulai sore Icha melakukan rutinitasnya mandi lalu melaksanakan Shalat wajib.
🌹🌹🌹
Malam harinya.
Abang Dika mengajak adiknya untuk makan malam bersama.
Tiba di meja makan, Icha menelan saliva kasar. Melihat makanan yang terhidang diatas meja begitu lezat, semua makanan tersebut adalah makanan kesukaannya.
Sedangkan ibunya sibuk dengan makanannya sendiri, tanpa menghiraukan Icha yang mematung di dekat meja makan tersebut.
“Icha, kenapa melamun?” tanya abangnya lalu menarik pelan tangan adiknya agar duduk di sampingnya.
“Makan yang banyak,” ujar Dika meletakkan beberapa lauk dipiringnya.
Ia sangat tahu, jika makanan yang terhidang di atas meja adalah makanan kesukaan adiknya. Maka dari itu, ia meminta pembantunya untuk memasak makanan yang disukai oleh adiknya tersebut.
Ibunya hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan makanannya tanpa berbicara sepatah kata pun.
Di meja makan tersebut hanya mereka bertiga, sedangkan adik perempuan Dika yang satunya ikut bersama Papanya. Mereka akan kembali besok, karena harus bertemu dengan klien penting dan juga melihat proyek baru yang sedang berlangsung.
“Bagaimana, enak?” tanya Dika.
Icha mengangguk ragu, ia juga melirik ibunya yang sejak tadi diam saja.
“Ma,” panggil Icha berhati-hati.
Ibu Sintya menghentikan aktivitas mengunyahnya, melirik sekilas Icha lalu kembali lagi dengan makannya.
Melihat ibunya hanya melirik, tanpa mau menyahut panggilan Icha, ada raut sedih di wajahnya.
Dika mengusap pelan bahu adiknya, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
Icha melihat ibunya yang sudah menyelesaikan makannya, tanpa menghabiskan makanan yang ada di piringnya.
“Mama mau kemana? Makanan Mama belum di habiskan,” tanya Dika melihat ibunya beranjak dari duduknya.
“Mama hilang selera makan!” ketus ibunya berlalu pergi meninggalkan meja makan.
Icha tidak dapat menahan air matanya lagi, buliran air yang mengalir begitu saja di pipi mulusnya.
“A—aku ke kamar dulu Bang,” lirih Icha.
Dika menahan tangan adiknya.
“Habiskan makanan mu terlebih dahulu, setelah itu baru ke kamar.”
Dika menatap adiknya, lalu Icha mengangguk.
Icha kembali duduk, Dika mengambil alih sendok yang di pegang adiknya, lalu menyuapinya.
“Bang, Icha bisa sendiri,” tolak Icha saat Abang hendak menyuapinya.
“Sudah, jangan membantah! Cepat buka mulutmu,” Ujar Dika sedikit memaksa.
Terpaksa Icha mengunyah makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Makanan tersebut sebenarnya sangat lezat, entah kenapa enggan untuk masuk ke perutnya, apalagi melihat ibunya yang masih belum berbicara dengannya, hingga membuat selera makannya hilang seketika.
“Sudah Bang, Icha kenyang.”
Icha menolak makanan yang di suapi oleh abangnya.
“Dek, mubazir kalau makanan tidak di habiskan,” Ujar Dika.
Ia berbicara seperti itu, agar adiknya menghabiskan makanannya. Karena ia tahu jika adiknya belum makan sejak tadi siang.
Cukup lama Icha mengunyah makanan tersebut, akhirnya ia menghabiskan makanan yang ada di piring tanpa bersisa.
“Alhamdulillah,” ucap Dika melihat nasi yang di piring adiknya sudah bersih.
Dika mengantar adiknya kembali ke kamar, sebelum ia keluar dari kamar adiknya tidak berhenti memberikan perhatian dan juga tidak memikirkan perkataan ibunya.
“Iya Bang,” sahut Icha lembut.
Setelah melihat kepergian kakaknya, Icha menghela nafas berat. Di setiap helaan napasnya, tidak berhentinya untuk beristigfar.
🌹🌹🌹
Di tempat lain, seorang pria duduk di teras sambil melihat indah malam bertabur bintang.
“Woy... apa yang sedang kamu pikirkan?” seorang pria datang dari arah dapur menghampirinya di teras.
“Apaan sih,” pungkasnya.
“Fahry, Fahry. Mau sampai kapan melamun setiap malam disini? Jangan berharap ada bidadari yang datang menghampirimu, jika kamu tidak berusaha!”
“Entahlah. Untuk saat ini belum ada kepikiran,” sahut Fahry.
“Tapi... hari ini aku tidak sengaja bertemu dengan gadis, saat aku baru keluar dari masjid. Matanya sangat indah, aku belum pernah melihat mata wanita seindah dia.”
“Terus?”
“Saat gadis itu masuk ke mobil, seorang pria menjemputnya. Dia begitu akrab, mungkin itu suaminya atau saudaranya.”
“Hush! Haram hukumnya, jika kamu membayangkan seorang wanita yang bukan muhrim, apalagi wanita itu sudah bersuami!” imbuh Ifan teman satu kosnya tersebut.
“Astagfirullah.” Lirih Fahry langsung tersadar.
🌹🌹🌹
Pagi hari.
Setelah Shalat subuh, Icha tidak lagi kembali tidur. Ia membersihkan kamar miliknya. Karena Icha akan sangat bosan berada di kamar sepanjang hari, akhirnya ia memutuskan untuk membantu membersihkan rumah.
Karena di pesantren, Icha sudah terbiasa melaksanakan tugas seperti mencuci, menyapu dan membersihkan kamar.
Pembantu di rumahnya berusaha melarangnya untuk membantu. Namun, Icha tetap bersikukuh untuk melakukannya.
Akhirnya pembantu tersebut mengalah, bersedia di bantu oleh Icha dan pembantu tersebut melakukan tugas yang lainnya.
Ting! Tong!
Suara pintu bel berbunyi.
Saat itu Icha fokus menyapu di ruang tamu, karena mendengar bel berbunyi Icha melangkah ke pintu untuk membukanya.
“Papa,” ucap Icha melihat papanya mematung melihatnya.
“Kamu? Sejak kapan kamu pulang? Masih ingat rumah!?” ketus papanya melangkah masuk tanpa mempedulikan Icha yang mengulurkan tangannya.
Icha menatap Papanya yang mulai menjauh dengan perasaan campur aduk, tidak mudah baginya menerima sikap kedua orang tuanya yang seperti tidak mempedulikan nya lagi.
“Hai adikku yang cantik,” sapa kakaknya yang kedua.
“Kak Anggun,” Ujar Icha langsung memeluk kakaknya tersebut.
“Apa kabar Icha?” tanyanya melepas pelukan adiknya.
Ia melihat Icha dari atas sampai bawah, melihat pakaian yang Icha kenakan.
“Aku baik kak,” sahut Icha tersenyum simpul, bahkan sangat ingin memeluk kembali kakak perempuannya tersebut.
“Pakaianmu kenapa begini, seperti kebesaran? Apa kamu tidak mempunyai pakaian lagi?” tanya Anggun.
“Bukan kak. Aku lebih suka begini Kak,” sahut Icha lembut.
“Oh...” sahut Anggun singkat dan berlalu pergi meninggalkannya.
“Mama,” sapa Anggun langsung memeluk Mamanya yang baru saja keluar dari kamarnya.
Icha tampak jelas melihat mereka, yang saling melepas rindu satu sama lain. Icha menahan air matanya agar tidak menetes, bahkan ia langsung memalingkan wajahnya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
males sarapan _tidak bernafsu, meskipun begitu semua hal yang menyiksa diri si ukhti membuat keluarga semakin khawatir. Tuh, tuh air mata mama meneteskan dari kejauhan 🤧
2022-11-30
1
ARSY ALFAZZA
icha... kesalahan ini pasti bisa di perbaiki👍 papa dan mama masih marah jadi cukup lah bersabar. Tetap memperbaiki diri lebih baik. Pertama meminta maaf pada mama kamu, meski berkali-kali Next baru papa kamu berlanjut para saudara sepupu. By the way nih Al fahri mengigat dan melamun wajah ukhti yang terakhir kali pasti wajahnya merah menora..
2022-11-30
2
Astuty Nuraeni
ya ampun jahat sekali
2022-11-18
0