Setibanya di rumah, Icha memarkirkan motornya di tempat semula. Lalu melangkah masuk ke rumah.
“Assalamualaikum...” ucapnya.
Walaupun tidak ada orang atau yang menjawab salam, di wajibkan untuk mengucap salam ketika masuk ke dalam rumah.
Ia melangkah menuju dapur, mengambil air putih. Karena tenggorokan nya terasa kering, ia menarik kursi lalu duduk sambil minum air putih.
“Eh, Nona sudah pulang,” sapa pembantunya.
“Iya, Bi. Apa Papa sudah pulang Bu?” tanya Icha.
“Sepertinya belum, hanya Nona Anggun yang sudah pulang.”
“Kak Anggun sudah pulang? Tumben, biasanya malam!” gumam Icha.
“Sepertinya sakit, Nona.”
“Sakit. Sakit apa?” tanya Icha lagi.
“Kurang tahu Nona,” sahut pembantunya karena dia memang tidak tahu.
“Baiklah, Bi. Terima kasih,” ucap Icha lalu meninggalkan dapur tersebut.
Icha perlahan menaiki tangga, lalu masuk ke kamarnya.
🌹🌹🌹
Di dalam kamar Anggun duduk termenung di balkon, karena masih menunggu Dino sang kekasih untuk menghubungi.
Drrtt! Drrtt!
Suara getar ponselnya, ia berharap panggilan itu dari sang kekasih.
Namun, senyumnya sirna ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut.
“Halo,” sahutnya dengan nada malas.
“Halo, Anggun. Kenapa dengan suaramu? Apa kamu masih sakit?” tanya Papanya.
“Enggak Pa. Anggun baru bangun tidur,” sahutnya.
“Hm... baiklah, persiapkan dirimu, dandan yang cantik. Teman Papa mau ke rumah, Papa ingin mengenalkan mu dengannya.”
“Teman? siapa Pa?”” tanya Anggun.
“Iya. Nanti kamu akan mengetahuinya sendiri, saat tiba dirumah. Yang jelas, dia pengusaha muda yang sukses.”
“Sekarang mandi dandan yang cantik,” tambahnya lagi.
“Iya, Pah.”
Anggun mengakhiri panggilannya, ia menggeser layar ponselnya dan menekan kembali nomor yang ia tunggu sejak tadi tidak menghubunginya kembali.
Nomor tersebut, tersambung akan tetapi tidak di angkat.
“CK... kenapa tidak diangkat sih?!” decap kesal Anggun.
Ia meletakkan ponselnya dengan kasar di meja dan berlalu masuk menuju kamar mandi.
Cukup lama ia melakukan ritual mandinya, ia keluar dengan handuk yang melilit ditubuhnya.
Anggun memilih pakaian yang cocok untuk ia pakai, ia memakai dress berwarna coklat, lalu menambah sedikit polesan di wajahnya.
Setelah selesai, ia kembali ke balkon mengambil ponselnya. Ia melihat tidak ada pesan sama sekali dari Dino.
“Huftt... Kemana sih dia?” membuang nafas kasar.
Anggun keluar kamar, bersamaan dengan Icha yang juga keluar kamar setelah selesai menjalankan Shalat magrib.
“Kakak mau kemana?” tanya Icha melihat Anggun yang berdandan cantik dengannya yang seperti kurang bahan.
“Tidak kemana-mana, hanya di rumah saja,” sahut Anggun sedikit ketus.
“Oh, begitu. Kakak terlihat cantik dan rapi, makanya Icha bertanya.”
“Hm...” deham Anggun.
Icha mengekori Anggun menuruni tangga, terlihat Papa dan seorang tamu pria yang duduk di ruang tamu sambil berbincang hangat.
Icha berhenti di tengah-tengah anak tangga, melihat ada Papanya duduk di ruang tamu. Ia hendak berbalik arah, abang Dika menahannya.
“Mau kemana?” tanya Dika melihat adiknya berbalik arah.
“Icha ke kamar, Bang.”
“Ikut bersama Abang, kita makan malam bersama.”
Dika menggenggam tangan adiknya tersebut, sambil melangkah. Namun, siapa sangka pria muda yang duduk tersebut sejak tadi memandang Icha yang turun dari tangga.
Ia melihat Anggun dan Icha secara bergantian.
Dika melewati mereka, masih dengan menarik tangan adiknya menuju meja makan.
“Pak Aditya, ini putri saya.”
Melihat netra Aditya yang tak lepas dari Icha.
“Eh iya. Aditya,” ujarnya sedikit terkejut langsung mengulurkan tangannya kepada Anggun.
“Anggun,” ujarnya.
Anggun duduk di sebelah Papanya.
“Siapa wanita bersama putramu itu, Pak? Apakah dia putrimu juga?” tanyanya.
Dia tak langsung menjawab.
“Bagaimana kalau kita makan malam bersama, istriku sudah memasak untuk makan malam,” ajaknya agar mengalihkan pembicaraan.
Aditya berpikir sejenak, lalu mengangguk.
Mereka beranjak dari tempat duduknya, melangkah menuju dapur.
Saat di dapur, tampak Icha dan Dika duduk bersebelahan. Icha mengambil beberapa lauk untuk Abangnya.
Mereka juga ikut duduk, Aditya bersebelahan dengan Anggun duduk. Namun, tempat duduk Aditya berhadapan dengan Icha akan tetapi terhalang oleh meja makan.
“Tolong ambilkan aku juga,” Ujar Aditya menyerahkan piringnya kepada Icha.
Icha menatapnya sejenak, lalu netranya beralih kepadanya Papanya yang juga menatapnya.
“Anggun, tolong ambil kan lauk untuk Pak Aditya,” ujarnya.
Dengan sedikit malas, Anggun terpaksa mengambilkannya. Karena saat ini, ia merasa sangat pusing mencium aroma makanan.
Berharap Icha yang mengambil untuknya, Aditya pasrah karena ternyata Anggun yang mengambilnya.
Mereka berbincang hangat di meja makan, sering kali Aditya tertangkap oleh Icha yang sedang menatapnya.
Sebenarnya, Icha ingin makan di dapur bersama para pekerja. Namun, abangnya melarang ingin Icha makan bersama di meja makan.
Sedangkan Anggun hanya mengaduk-aduk makanan yang ada di piringnya, tanpa berniat ingin memakannya.
Dika dan Aditya sudah menyelesaikan makannya, Dika mengajak Aditya ke ruang tamu, agar adiknya tidak merasa risih. Karena sejak tadi, netranya menangkap Aditya yang sedang menatap adiknya itu.
Di meja makan, hanya menyisakan Icha dan Papanya. Saat hendak beranjak dari duduknya, Papanya memanggilnya.
“Icha,” panggilnya.
“Iya, Pa.”
“Lain kali! kalau ada tamu, sebaiknya kamu makan di dapur atau makan terakhir saja. Aku tidak mau tamuku menjadi risih, apalagi melihat pakaianmu seperti kebesaran seperti itu! Memalukan!” ketusnya berlalu pergi meninggalkan Icha yang mematung di dekat meja makan.
Sudah biasa jika Papanya berbicara ketus sejak dulu kepadanya, bahkan sering membentaknya. Namun, perkataan Papanya barusan membuat hatinya terasa tertusuk pisau belati yang tajam, sakit dan perih.
Buliran air mengalir begitu saja ke pipinya, ia melangkah pergi menuju kamarnya tanpa menghiraukan orang yang menatapnya di ruang tamu.
Tak terkecuali Aditya sendiri, bahkan ia menangkap wanita berhijab tersebut mengusap air matanya.
“Kenapa dia menangis?” tanya Aditya dalam hati.
“Bagaimana Pak Aditya, putri saya cantik, bukan?” ujarnya memuji anaknya.
Aditya tersenyum, ia baru sadar jika pak Heriyanto mengajak ke rumah adalah ingin memperkenalkan Putrinya.
“Iya, semua wanita cantik termasuk istri anda juga cantik,” imbuhnya.
“Ah iya. Kamu benar,” Ujar pak Heryanto tersenyum paksa.
“Baiklah, terima kasih atas jamuan kalian. Saya merasa sangat puas, apalagi makanannya sungguh lezat sekali. Lain kali saya akan berkunjung lagi,” Ujar Aditya ingin berpamitan pulang.
“Iya, pak Aditya. Terima kasih juga, sudah menyempatkan diri anda sudah datang ke rumah kecil kami,” sahut pak Heriyanto.
“Iya. Kalau begitu, saya permisi!” pamitnya.
Aditya mengulurkan tangannya kepada Dika dan papanya dan berlalu pergi tanpa berjabat tangan dengan Anggun.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Hanum Anindya
intinya ayah Icha pengen menjodohkan Aditya dan anggun 😂😂😂
2022-11-05
1
R.F
semangat k
2022-11-04
1