Bab 4

Seminggu sudah berlalu, seminggu juga Icha mulai merasa bosan di rumah.

Bosan dengan keadaan di selalu dihindari oleh orang tuanya sendiri, bahkan saat ini kakaknya Anggun pun sudah jarang berbicara dengannya, semenjak kejadian di dapur beberapa hari yang lalu.

Ia bahkan belum mengerti, kenapa keluarga seperti sangat membencinya.

Icha sempat berpikir, orang tuanya marah bukan karena masalah ia masuk pesantren saja, bahwa ada masalah lain hingga membuat orang tuanya marah kepadanya. Namun, ia segera menepisnya karena tidak ingin berpikir negatif tentang keluarganya.

Icha mengambil buku yang ia beli waktu di depan mesjid beberapa hari yang lalu, itu pun sudah berulang kali ia baca.

Entah kenapa ia teringat tatapan pria itu kepadanya.

“Astagfirullah...” seketika Icha langsung tersadar.

“Aku sangat bosan! Apa aku keluar saja? Aku ingin mencari pekerjaan,” Gumamnya berbicara sendiri.

Ia mencoba menghubungi abangnya, untuk meminta izin. Namun, sudah berapa kali menghubunginya tak kunjung di angkat.

“Mungkin Abang masih sibuk,” gumamnya dalam hati.

“Aku mencoba berbicara dengan Mama saja.”

“Tapi, bagaimana jika Mama dan Papa marah lagi?” tampak ragu untuk meminta izin kepada ibunya.

Icha berpikir sejenak, lalu membulatkan tekadnya untuk meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya, apapun risikonya akan ia tanggung.

“Iya, sebaiknya aku akan bicara kepada Mama dulu. Apapun risikonya, ” Ucapnya.

Icha mengambil tas kecil miliknya, lalu membawa berkas lamaran miliknya.

Ia perlahan melangkah ke kamar ibunya, terlihat pintu tersebut terbuka sedikit.

Icha menarik nafas terlebih dahulu, sebelum mengetuk pintu kamar tersebut.

Tok! Tok!

“Masuk,” sahut Bu Sintya.

Icha perlahan membuka pintu kamar tersebut, netra ibu dan dirinya saling bertemu.

“Ada apa?” tanya ibunya datar.

“Ma. Icha pamit keluar, ingin mencari pekerjaan,” lirih Icha.

“Kenapa harus meminta izin? Bukankah Icha selalu mengambil keputusan sendiri, tanpa melibatkan orang tua!” imbuhnya.

“Maafkan Icha, Ma!” lirih Icha.

Bu Sintya sebenarnya sangat ingin memeluk putrinya tersebut, akan tetapi ego nya terlalu besar. Bahkan hingga saat ini ia merasa sangat kesal, karena Icha mendaftar ke pesantren tanpa memberitahu dirinya.

Padahal saat itu dirinya sudah mencari tempat kuliah yang terbaik untuknya dan bahkan sudah mendaftar untuk Icha.

Namun Icha tetap pendiriannya ingin masuk pesantren dan kabur dari rumah.

“Kamu sekarang sudah merasa paling hebat ya. Kau lupa masih punya orang tua?” pekik Bu Sintya masih menatap putrinya yang masih menunduk.

“Sudah jadi apa kamu sekarang? Hah!”

Icha hanya menggelengkan kepalanya.

“Sekali lagi Icha minta maaf Ma. Tapi, Icha dari dulu...”

“Sudah Icha. Mama tidak ingin mendengar penjelasanmu lagi sekarang!” sela ibunya.

Icha terdiam sejenak, lalu mengangguk. Ia perlahan melangkah keluar, dengan perasaan yang tidak karuan.

Melihat putrinya melangkah keluar, ia menghela nafas berat.

“Icha,” panggilnya lagi.

“Apa kamu tidak merindukan Mama?” ujar Bu Sintya akhirnya melemah.

Icha menghentikan langkahnya mendengar tutur sang ibu, ia berbalik badan lalu mengangguk bersamaan dengan air matanya yang mengalir.

Bu Sintya merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum, kali ini ia menurunkan rasa ego demi ingin memeluk putrinya.

“Ma...” lirih Icha langsung berlari menghampiri ibunya dan langsung memeluknya.

Grep!

Pelukan hangat sang ibu yang sangat Icha rindukan setelah lima tahun lamanya.

Bahkan Icha terisak didalam dekapan sang ibu, ia tidak bisa berkata-kata lagi. Hanya tangisan yang sudah jadi saksi jika ia sangat merindukan ibunya.

“Maafkan Icha, Ma!” ujar Icha masih dengan suara terisak.

“Mama juga minta maaf, sayang.”

Masih memeluk putrinya dengan erat, berulang kali mencium pucuk kepalanya yang tertutup dengan kerudung tersebut.

Cukup lama mereka berpelukan, akhirnya melepas dekapan mereka satu sama lain.

Bu Sintya mengusap air mata yang mengalir di pipi mulus putrinya.

Bu Sintya menarik tangan putrinya menuju ke balkon dan mengajak putrinya duduk di kursi tersebut.

“Bagaimana dengan pesantren Icha? Apa saja yang kamu pelajari di sana?” tanya ibunya lembut.

“Baik Ma. Icha sudah lulus, bahkan setiap bulan Abang menjenguk Icha. Disana kita semua belajar tentang agama, menghafal Al-Qur’an beserta hadistnya.”

“Maafkan Mama yang tidak pernah menjenguk mu, sayang. Mama egois!”

“Tidak Ma. Justru Icha yang egois, tidak mendengarkan apa kata Mama dan Papa,” imbuhnya.

Mereka bercerita cukup lama di balkon, lima tahun lamanya Icha tidak pernah mendengar cerita sang ibu.

“Ma, Icha mau mencari pekerjaan. Apa boleh Icha keluar?” tanya Icha pada ibunya.

“Kenapa tidak ke kantor sama Abang? Abang bisa mengajarimu, bukan?”

Icha menggelengkan kepalanya.

“Icha ingin mandiri Ma. Izinkan Icha mencari pekerjaan sesuai dengan kemampuan Icha,” sahut Icha.

“Baiklah, Mama izinkan. Tapi, Icha harus pulang tepat waktu! Mama tidak Ingin Papa tahu hal ini,” ujarnya memperingati putrinya tersebut.

“Kenapa Ma?” tanya Icha lembut.

“Jangan banyak bertanya! Turuti apa kata Mama, kembali sebelum Papa pulang ke rumah.”

“Iya, Ma!” lirih Icha.

Icha berpamitan kepada ibunya, setelah cukup lama berbincang di balkon.

Tiada lagi hari bahagia baginya selain hari ini, ia bisa memeluk kembali ibunya setelah lima tahun lamanya.

“Assalamualaikum, Ma.”

Icha mencium tangan ibunya, Bu Sintya sempat tercengang karena Icha mencium tangan ketika hendak pergi.

Sangat berbeda dengan Anggun, ia bahkan tidak pernah mencium tangannya.

Saat Icha hendak melangkah keluar, ibunya kembali memanggilnya.

“Icha,” panggilnya.

Icha kembali membalikkan badannya.

“Iya Ma,” sahut Icha.

“Mmm... itu. Apa Icha mau mengajarkan Mama untuk membaca Al-Qur’an?” tanya Bu Sintya tampak ragu.

Icha terdiam sejenak, lalu mengangguk senang.

“Dengan senang hati Icha mengajari, Mama.”

Menghampiri ibunya, kemudian memeluknya kembali.

“Nanti malam, Icha akan mengajari Mama.” Antusias Icha karena sangat bahagia mendengar jika ibunya ingin belajar membaca Al-Qur’an.

Bu Sintya mengangguk sambil tersenyum simpul.

“Baiklah, Icha berangkat dulu ya.”

“Tunggu dulu. Apa kamu yakin? Pergi dengan pakaian seperti ini,” tanya Bu Sintya melihat pakaian Icha yang terlihat memakai pakaian gamis kebesaran dengan jilbab senada.

“Kalau rezeki itu tidak akan tertukar, Ma. Asal kita mau berusaha dan berdoa. Jika usaha tanpa berdoa juga akan sia-sia Ma,” sahut Icha lembut.

Bu Sintya mengangguk mengerti, ia sedikit malu karena Icha lebih tahu tentang agama ketimbang dirinya.

Bahkan pakaian kedua putrinya sungguh berbeda, Icha lebih suka dengan pakaian yang tertutup, sedangkan Anggun lebih suka dengan pakaian yang seksi bahkan terlihat jelas lekuk tubuhnya.

Setelah melihat kepergian putrinya, Bu Sintya menghela napas lega.

Sudah seminggu ia mendengar bahkan mengintip tanpa sepengetahuan orang rumah bahkan Icha sendiri, jika Icha setiap sepertiga malam mengaji. Suara Icha begitu merdu, membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang mendengarkannya pun ikut tersentuh.

Dengan langkah yang penuh semangat, bahkan senyum simpulnya belum sirna dari bibir ranumnya tersebut.

Icha mengeluarkan motornya dari garasi, yang sudah lama ia rindukan. Setelah lima tahun lamanya, ia kembali mengendarai motor itu kembali.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Astuty Nuraeni

Astuty Nuraeni

Alhamdllh ya Ca mama udah sadar

2022-12-09

0

Astuty Nuraeni

Astuty Nuraeni

nah gitu dong bu

2022-12-09

0

Astuty Nuraeni

Astuty Nuraeni

jleb... sakitnyaa

2022-12-09

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 TAMAT
Episodes

Updated 111 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!