Bab 14

“Apa ini!” bentak papanya memperlihatkan kertas yang sudah kusut akibat cengkeramannya.

“Papa, I-itu...”

“Itu apa? Bicara yang jelas!” bentaknya lagi.

“Pa, Anggun bisa jelas in ini Pa!” ujar Anggun yang tampak gugup.

Kakinya gemetar melangkah mendekati sofa.

“Duduk dulu Pa,” ajak Anggun pelan.

Papanya mendesah kesal, karena sudah merasa di bohongi oleh putrinya sendiri.

Pak Heri duduk di sofa yang berhadapan dengan Anggun, memijit pelipis kepalanya yang terasa pusing.

“Ada apa Mas? Kenapa teriak-teriak?” tanya istrinya yang langsung ke kamar Anggun.

Karena mendengar suara suaminya yang begitu nyaring, hingga terdengar ke rumah tamu.

Suaminya tidak menjawab, masih menatap tajam Anggun sedang yang menunduk tidak berani melihat Papanya.

Bu Sintya melihat kertas di meja yang sudah kusut.

Ia mengambilnya lalu membacanya.

Bu Sintya membulatkan matanya melihat isi kertas putih tersebut.

“Apa ini Anggun?” pertanyaan sang sama seperti suaminya.

“Apa ini?” teriak Bu Sintya melihat wajah putrinya dengan air mata yang mengalir.

Bu Sintya menggoyang kan bahu putrinya.

“Katakan Anggun!” bentaknya lagi.

“Hiks... iya Ma, hiks... hiks... maafkan Anggun Ma.”

Dengan suara bergetar sambil menangis, Anggun meremas ujung bajunya.

Plak!

Suara tamparan keras mengenai pipi kirinya, hingga membuat pipi mulus sedikit Anggun memerah.

“Tega kamu Anggun! Tega kamu memfitnah adik kamu sendiri! Kamu bahkan lantang mengatakan jika Icha yang sedang mengandung, tega kamu!!” teriak Bu Sintya.

“Ma. Hiks... maafkan Anggun Ma.”

“Tega kamu!” ujar Bu Sintya menatap putrinya dengan kemarahan.

“Mulai sekarang aku bukan Ibu mu lagi!” imbuh Bu Sintya hendak melangkah keluar.

Dengan cepat Anggun memegang kaki Mamanya memeluk kakinya.

“Ma, maafkan Anggun Ma. Jangan bicara seperti itu Ma. Hiks... Ma!” masih memeluk kaki ibunya.

“Lepas!” pekik Bu Sintya mencoba melepaskan tangan putrinya.

“Ma, maafkan Anggun Ma.”

Masih memeluk erat kaki Mamanya.

“Lepas!”

Akhirnya Anggun melemah, perlahan melonggarkan tangannya dan membiarkan Mamanya keluar dari kamar tersebut.

Anggun kembali menatap Papanya.

“Pa. Maafkan Anggun Pa,” lirih Anggun.

Pak Heri membuang wajahnya, tak ingin melihat wajah putrinya.

“Anggun menyesal Pa,” Lirih Anggun.

“Papa kecewa. Kamu sudah mencoreng nama baik Papa, kamu sudah mencoreng nama baik keluarga ini!” ujar pak Heri meninggalkan anaknya yang menangis terduduk di lantai masih terisak isak.

“Semua ini karena kamu!” bentaknya.

Anggun memukul perutnya yang masih rata.

Pak Heriyanto melangkah menuju kamarnya, menatap istrinya yang sedang mengemas pakaian ke dalam koper, sesekali ia menghapus air matanya.

“Mama mau kemana?” tanya suaminya menatap istrinya lesu.

Ia merasa sangat bersalah, sudah mengusir putri dan putranya dari rumah. Bahkan ia belum mencari kebenaran dan malah menyalahkan istrinya.

Pak Heri terduduk di lantai, sambil menunduk.

“Aku tidak ingin tinggal lagi di rumah ini!” dengan suara seraknya akibat menangis.

Tanpa peduli dengan suaminya yang duduk di lantai.

“Sayang, aku minta maaf. Aku salah,” ujarnya merasa sangat bersalah.

“Puas kamu mas! Puas kamu sudah menghancurkan putrimu sendiri, ini juga akibat ulahmu!” pekik Bu Sintya.

“Aku minta cerai. Aku tidak ingin hidup denganmu lagi!” bentaknya.

Pak Heri hanya duduk diam, tanpa menjawab perkataan istrinya yang meminta cerai.

Pak Heri tercengang melihat istrinya yang memakai hijab, sama seperti yang di kenakan oleh putrinya Icha.

Sebelumnya, Bu Sintya setiap malam ke kamar Icha untuk belajar mengaji setelah memastikan suaminya tidur. Bahkan saat keluar rumah ia kerap memakai hijab, ketika suaminya tidak ada di rumah ia juga mengulangi membaca ayat Al-Qur’an seperti yang di ajari oleh Icha sebelumnya.

Bu Sintya menggeret koper miliknya, tak peduli dengan suaminya yang masih terduduk karena merasa bersalah.

🌹🌹🌹

Sore harinya, Icha sudah bersiap untuk pulang bekerja.

Sebelumnya ia menghubungi abangnya untuk menjemputnya, saat ini ia menunggu di kursi yang ada di depan toko.

“Assalamualaikum, Icha.”

“Waalaikumsalam,” sahut Icha.

“Apa kamu sedang menunggu seseorang?” tanya Fahry yang memakai helm.

“Iya,” sahut Icha lembut.

“Apa perlu aku mengantar mu?” usul Fahry.

“Terimakasih sebelumnya. Tapi, Abang sudah dalam perjalanan menjemputku” tolak Icha lembut.

Fahry mengangguk.

Tidak lama mobil yang sangat ia kenal berhenti di depan tokonya.

“Maaf, Fahry. Saya pergi duluan, karena Abang sudah menjemput,” pamit Icha.

Fahry mengangguk tersenyum.

Sebelum ia pergi, Fahry membiarkan mobil Icha pergi terlebih dahulu.

Setelah itu dia melajukan motornya, menuju ke kosnya.

Di dalam mobil.

“Siapa?” tanya Dika.

Icha menoleh menghadap Abangnya.

“Maksud Abang?” tanya Icha balik.

“Pria yang bersamamu tadi. Siapa dia?”

“Oh, itu Fahry Bang. Bekerja di tempat yang sama dengan Icha,” sahut Icha.

“Hm... namanya bagus. Sepertinya Fahry menyukaimu,” ujar Dika langsung.

Karena sebelumnya, Dika melihat pria yang berbicara dengan adiknya penuh perhatian, terlihat dari sikap pria tersebut.

Icha hanya tersenyum dan tidak menjawab ucapan Abangnya tersebut.

Saat di tengah perjalanan, ponsel Dika bergetar di saku bajunya.

Ia menepikan mobilnya terlebih dahulu, lalu merogoh ponselnya dari dalam sakunya.

“Mama,” lirihnya.

Melihat Mamanya menghubunginya.

Melihat Abangnya tidak mengangkat panggilan tersebut, Icha melirik ponsel milik Abangnya.

“Mama. Kenapa tidak di angkat Bang?”

Dika menggelengkan kepalanya dan membiarkan ponselnya berkali-kali berdering.

“Bang. Tidak baik menaruh dendam, apalagi Mama adalah orang tua yang mengandung kita selama sembilan bulan. Kita harus menurunkan ego kita, walau sekalipun kita benar.”

Terlihat Dika berkali-kali menghela napas, mendengar ucapan adiknya ia kembali mengambil ponselnya dan menggeser layarnya.

“Halo. Assalamualaikum, Ma.”

Semenjak adiknya pulang dari pesantren, Dika selalu mengucapkan salam menerima telepon ataupun menghubungi seseorang. Bahkan sekarang Dika tidak pernah ketinggalan untuk mengerjakan Shalat lima waktu.

“Waalaikumsalam. Hiks... Abang. Maafkan Mama nak, Mama sempat meragukan Icha. Mama sudah tahu sebenarnya sekarang Nak, hiks...!”

“Mama,” lirih Dika.

Begitu tidak tega mendengar Mamanya menangis.

“Mama sekarang sudah keluar dari rumah. Apa Dika bisa menjemput Mama?” tanya Mamanya masih dengan suara seraknya.

“Mama dimana sekarang?” tanya Dika.

“Mama ada di halte bus,” sahutnya.

“Tunggu disana. Abang akan menjemput Mama,” ujar Dika lalu menutup teleponnya setelah mengucapkan salam.

“Kenapa Bang?” tanya Icha terlihat khawatir.

“Mama sudah mengetahui semuanya dan sekarang Mama pergi dari rumah,” sahutnya kembali mengendarai mobilnya.

“Astagfirullah... ini yang Icha takutkan,” Ujar Icha bersandar di bahu kursi.

“Bagaimana dengan Papa dan kak Anggun? Pasti saat ini kak Anggun tertekan, Bang.”

“Kita akan tanya Mama nanti. Sekarang kita harus menjemput Mama sekarang,” ujar Dika.

Icha mengangguk.

Tak butuh waktu lama, mobil mereka tiba di halte bus tempat Mamanya menunggu.

Terlihat Bu Sintya menghapus air matanya, setelah melihat mobil putranya mendekat.

Icha tersenyum melihat sang Mama memakai hijab, bahkan Dika pun sempat tercengang tidak percaya yang duduk di halte bus itu adalah Mamanya.

Terpopuler

Comments

Inru

Inru

Semangat, Kak.

2022-12-11

1

APIQ

APIQ

hajar

2022-11-08

0

Gibran

Gibran

emosi lihat heri ini

2022-11-07

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 TAMAT
Episodes

Updated 111 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!